Renata berjalan-jalan menggunakan kursi rodanya, untuk menghilangkan rasa bosan.
Aroma obat dan karbol khas rumah sakit mulai tercium pada indera penciuman Renata.
Melaju melewati koridor rumah sakit, melihat pemandangan taman di sudut rumah sakit, lalu kembali menyusuri lorong tempat itu. Hingga Renata, melihat sosok yang sangat dirindukannya selama ini.
"Mas Danu!" Renata melajukan kursi rodanya dengan cepat menuju ke arah suaminya yang terlihat keluar dari sebuah ruang dokter.
Danu menoleh, menatap Renata tanpa ekspresi. Danu merasa bingung.
Danu diam sesaat, lalu menoleh ke kanan dan kirinya, seolah memastikan bahwa dirinya lah yang dipanggil oleh Renata.
"Mas, ini aku. Kamu nggak ingat?" Renata perlahan mendekati Danu.
"Siapa kamu?" Tanya Danu sambil mendekati Renata.
"Aku Rena, Mas. Renata. Istrimu. Apa kamu tidak ingat?"
Danu menggelengkan kepalanya perlahan sambil menatap Renata dari atas ke bawah.
"Mengapa kamu memakai kursi roda?"
Tanya Danu yang masih bingung.
"Kecelakaan yang menimpa kita, Mas."
Danu tercenung sejenak.
Dia semakin mendekati Renata yang masih menatapnya dengan penuh cinta.
"Mas, ini aku, Rena. Lihatlah, ini cincin pernikahan kita, dan ini kalung yang kemarin baru kamu berikan padaku pada perayaan pernikahan kita yang ke lima."
Renata menunjuk cincin di jari manisnya sebelah kanan, dan kalung yang ada pada lehernya.
Danu masih terpaku menatap Renata. Dia berusaha untuk mengingat, namun tiba-tiba rasa pusing kembali menyerang.
Danu terhuyung, sambil memegang kepalanya.
"Aduh!"
"Mas, kamu kenapa?" Tanya Renata dengan cemas sambil mendekati Danu.
Danu menggelengkan kepala sambil memberi isyarat bahwa dirinya tidak apa apa.
Renata menatap Danu dengan cemas.
"Mau apa kamu!" Tiba-tiba seseorang keluar dari ruang dokter itu, dan menegur Renata dengan bentakan, lalu menarik lengan Danu menjauhkan dari Renata.
"Mama bilang, jangan percaya dengan orang lain, selain keluarga kita!" Tegas Sonya dengan suara galak.
Sonya menatap tajam pada Renata dengan tatapan tak suka.
"Ayo, kita pulang. Tidak usah dipedulikan wanita itu."
Sonya, ibu Danu menggamit lengan putranya dan sesegera mungkin menjauhi Renata.
"Ma? Mengapa Mas Danu tak boleh bersamaku? Aku istrinya, Ma!" Renata memajukan kursi rodanya.
Sontak dengan reflek, Sonya mendorong dengan keras Renata hingga kursi rodanya meluncur ke belakang dan menabrak tembok dan oleng.
BRUK!
"Aduh!" Teriak Renata kesakitan, saat jatuh dan tubuhnya terjatuh di pantai rumah sakit.
"Ma! Mama tunggu! Mas Danu suamiku! Ma? Apa salahku?" Teriak Renata sambil menangis di lorong ruang dokter itu.
"Mas Danu!" Panggil Renata dengan suara keras.
"Ma, siapa dia?"
Danu menepis cengkraman Sonya.
"Dia bukan siapa siapa! Dia wanita pembawa sial. Ayo kita pergi!"
Sonya kembali memegang lengan Danu, dan langsung menariknya, menjauh dari Renata.
Beberapa orang yang menyaksikan hal itu hanya menatap tajam ke arah Sonya, dan berlari ke arah Renata.
Sonya tak memedulikan sekitarnya, tetap berjalan dengan gagah sambil menarik lengan Danu.
Beberapa perawat berlari menolong Renata yang terjatuh.
Danu yang kebingungan, menoleh ke belakang.
Namun, Sonya terus berjalan cepat dan segera pergi keluar meninggalkan rumah sakit.
Renata hanya bisa menatap pilu kepergian Danu dan ibu mertuanya.
Dia merasa sangat sedih. Namun, Renata berusaha untuk tetap tegar. Selama ini, ibu mertuanya memang tak menyukainya, apalagi dia belum memberikan keturunan bagi Danu.
Renata menyimpan kejadian yang menimpanya pagi itu sendiri. Dia tak ingin membebani keluarganya lagi dengan cerita sedihnya.
Renata bertekad untuk sembuh, setelah itu, dia akan menemui Danu untuk membantu memulihkan ingatan suaminya.
*
*
"Hai, Putri tidur!" Sapa seseorang dari ambang pintu.
Renata dan Bu Dewi menoleh, menyambutnya dengan senyum lebar.
"Kamu kemana saja, Res? Kakakmu sakit, malah ditinggal pergi. Sibuk pacaran ya?" Sahut Renata, menyambut kedatangan Restu, adiknya.
"Pacaran? Ini pasti, Ibu biang keroknya." Restu langsung menoleh pada Bu Dewi.
"Heh, nggak boleh nuduh ibu sendiri, loh. Dosa!" Celetuk Renata seraya melotot pada adiknya.
"Gimana keadaanmu, Kak? Maaf, saat kakak sadar, aku sedang ada pekerjaan di luar kota. Tadi pagi, baru sampai, langsung aku kemari."
Restu mengambil tempat di sisi lain, samping tempat tidur kakaknya.
"Kerja apa? Bukannya kamu belum lulus?"
"Tempo hari aku ada tugas kuliah, nah kebetulan aku minta tolong sama Mas Danu. Nah, aku dibantu olehnya. Tapi, Mas Danu juga meminta tolong padaku untuk membantu di cabang perusahaannya yang sedang kekurangan tenaga IT." Restu menerangkan pada Renata.
"Sepertinya, Danu belum cerita padamu soal itu, Ren. Karena, kata Danu perusahaan cabang itu baru dibelinya, dan dalam tahap pengembangan. Makanya, dia minta tolong pada Restu." Imbuh Bu Dewi.
"Ibu kok tahu?" Protes Renata.
"Kata Mas Danu perusahaan itu, akan dibangun lagi, untukmu."
"Bu, kapan Mas Danu bilang itu?"
"Sekitar enam bulan yang lalu, setelah Restu minta tolong pada suamimu. Danu, datang ke rumah. Meminta kami merahasiakan rencana ini. Tempat itu adalah kawasan ruko terbengkalai di daerah Bogor."
Renata mendengarkan dengan seksama penjelasan ibunya.
Tok tok tok!
Terdengar suara pintu diketuk dari luar.
Restu bergegas membukakan pintu.
"Hai, Kak Sarah. Silahkan masuk!" Restu menyambut kehadiran seorang tamu di ambang pintu.
"Hai, Sarah! Apa kabar?"
Renata merentangkan keduanya tangannya, menyambut kehadiran sahabatnya yang selama ini tinggal di Surabaya.
"Jauh jauh ke sini cuma mau menjenguk aku?"
Ucap Renata sambil memeluk Sarah.
"Kamu temanku. Maaf, aku tidak bisa langsung datang saat mendapat kabar mengenai kecelakaan yang menimpa kamu dan Danu."
"Ah, tak masalah. Kamu bisa datang ke Jakarta saja, aku sudah sangat senang. Bagi wanita karir yang sibuk seperti kamu, hal seperti ini pasti sangat langka."
"Jangan menyindir aku." Protes Sarah.
"Menyindir?" Tanya Renata bingung.
"Wanita karir yang sibuk tadi katamu."
"Lah, memang gitu, kan? Tapi aku senang kamu bisa datang menjenguk aku."
"Iya. Bagaimana keadaan kamu saat ini?"
Sarah menatap Renata, lalu menoleh pada Bu Dewi dan Restu.
"Renata sempat koma selama dua minggu lebih. Minggu ini dia mulai terapi untuk pemulihan kakinya." Terang Bu Dewi.
"Kakimu kenapa?" Sarah mengerutkan keningnya sambil menatap kaki Renata.
"Kakiku yang sebelah kiri sempat tak dapat merasakan sesuatu, lalu yang kanan patah. Jadi aku dalam masa pemulihan."
Sahut Renata.
"Lalu Danu?"
Renata hanya diam, dan menatap Sarah.
Sarah menautkan alisnya, membalas tatapan Renata, lalu menoleh ke arah Bu Dewi dan Restu.
"Mas Danu keadaannya jauh lebih baik sebenarnya, tapi, dia amnesia. Tidak dapat mengingat apa-apa, termasuk Kak Renata."
Kali ini Restu yang menerangkan.
"Astaga!" Sarah terperanjat, sambil menutup mulutnya dengan tangannya.
Renata mengangguk lalu raut wajahnya berubah menjadi sedih.
"Sabar, Rena. Kamu pasti bisa melewati ini semua."
Sarah memeluk sahabatnya, lalu melepas pelukan perlahan sambil tersenyum memberi semangat pada Renata.
Renata membalas dengan senyuman juga.
Dia senang, mendapat dukungan dari sahabatnya.
Namun, Renata tak tahu, sebenarnya Sarah sudah berada di Jakarta dua hari setelah mendapat kabar dari ibu Renata, karena kebetulan ada pekerjaan di Jakarta.
Sarah ke rumah sakit, untuk menjenguk Renata dan Danu. Namun, tak sengaja mendengar ucapan dokter yang menangani Danu pada Bu Sonya, yang mengatakan bahwa Danu mengalami hilang ingatan.
Sarah yang selama ini memendam perasaannya pada Danu, sempat merasa bimbang.
Danu tak pernah sekali pun melirik Sarah, meski pun tak jarang, Sarah memberi sinyal bahwa dirinya menyukai Danu
Terlebih, ketika meminta bantuan Sarah untuk mendekati dan melamar Renata. Betapa hancur hati Sarah kala itu.
Semalaman Sarah tak dapat tidur, memikirkan ucapan dokter yang mengatakan bahwa Danu amnesia.
Akhirnya, Sarah bertekad untuk memanfaatkan kesempatan itu untuk merebut Danu dari Renata.
Sarah yang kebetulan sedang melakukan kerja sama bisnis dengan salah satu perusahaan milik keluarga Danu, mulai berkenalan dengan Bu Sonya.
Sarah berusaha untuk mendekati dan mengambil hati ibunda Danu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments