Rencana Baru

"Nak, makanlah! Sedikit saja. Ibu sudah buatkan ikan bakar kesukaanmu." Bu Dewi menatap dengan sedih Renata yang hanya duduk diam sambil memeluk lututnya di atas tempat tidur.

Bu Dewi menghampiri, lalu duduk di tepi tempat tidur sambil membelai lembut punggung putrinya.

"Rena, dengarkan ibu! Ibu tahu kamu masih mencintai Danu, tapi ingatlah baik baik, Nak. Saat ini Danu telah kehilangan ingatannya. Lalu mama mertuamu menjauhkan kalian dengan sengaja. Lanjutkanlah hidupmu, Nak. Jangan terus seperti ini."

"Aku harus bagaimana, Bu?" Renata menaruh kepalanya pada paha ibunya.

Belaian kasih sayang Bu Dewi selalu dirindukan oleh Renata.

"Apa aku kurang berusaha? Apa aku terlalu lamban? Apa aku kurang peka? Mengapa Sarah bisa berbuat seperti itu? Mas Danu, juga seolah tak mengenalku saat aku mengatakan aku istrinya. Mengapa Sarah tak memberitahu Mas Danu tentang aku? Apa salahku, Bu?"

Renata kembali menangis di pangkuan ibunya.

"Kamu sudah berusaha, Rena. Waktu yang belum berpihak padamu. Sekarang, yang bisa kamu lakukan adalah, melanjutkan hidupmu kembali, serahkan semua pada Tuhan. Ibu sangat yakin, Tuhan pasti akan memberi yang terbaik untukmu. Ya, mungkin awalnya akan menyakitkan bagimu, tapi percayalah, Nak." Bu Dewi membelai punggung Renata sambil menguatkan dirinya juga. Saat ini dia pun seakan dapat merasakan kesedihan yang dirasakan oleh putrinya.

"Rena, roda hidup itu terus berputar. Mungkin saat ini, kamu berada di bawah, tapi jika kamu terus berjalan, maka roda itu pasti akan naik kembali. Ibu juga tidak menyangka, Sarah seperti itu. Namun, jangan membencinya. Kita tidak tahu, apa yang menimpa Sarah sehingga dia melakukan ini semua. Ibu yakin, jika kita selalu menabur kebaikan, dan berpikir positif, maka kita juga akan menuai hasil yang baik, pada waktu yang tepat."

Renata menatap ibunya, lalu memeluk erat.

"Janji, kamu akan bangkit lagi." Bu Dewi memegang bahu Renata dengan tegas.

Renata mengangguk pelan.

"Rena akan coba, Bu."

"Itu baru anak ibu dan ayah!" Bu Dewi mencium kening Renata dengan sayang.

"Bu, aku tetap tidak akan menandatangani surat perceraian. Kecuali memang Mas Danu yang memintanya."

Bu Dewi mengangguk.

"Ibu percaya akan keputusanmu. Kamu sudah dewasa. Ibu hanya ingin kamu bahagia."

"Terima kasih, Bu."

Renata kembali memeluk ibunya. Sangat nyaman, Renata selalu menyukai kehangatan dan kelembutan yang ditunjukkan oleh ibunya selama ini.

Menjelang sore, ayah menjemput Restu di stasiun. Restu pulang dari pekerjaan sampingannya.

"Halo kakakku!"

Restu memeluk Renata dengan hangat.

Renata sangat gembira dapat bertemu dengan adiknya kembali setelah satu bulan pergi mengurus pekerjaannya.

"Kirain sudah lupa sama kuliah." Sindir Renata.

"Kak, justru itu aku kembali. Aku harus menemui dosen pembimbing, dan menyerahkan skripsi besok."

Balas Restu.

"Oh, bagus lah! Masih ingat dengan skripsi."

"Huh, aku tuh sudah punya target lulus tahun ini, Kak. Selama bekerja, aku juga membuat skripsi, kebetulan tempatku bekerja sebagai bahan tulisanku. Beruntung, aku mendapat dosen pembimbing yang mau menerima konsultasi melalui telpon, atau zoom."

"Aku senang kamu masih ingat akan tanggung jawabmu." Renata menepuk lengan adiknya dengan bangga.

"Kak, apa kamu baik baik saja? Maaf, setelah kakak pulang kemarin, aku belum sempat ngobrol banyak lagi."

"Sok sibuk!"

Restu terkekeh mendengar sindiran kakaknya.

Restu mendengar berita pertunangan Danu dengan Sarah dari grup karyawan. Restu terkejut saat membaca dan melihat foto foto saat pesta ulang tahun yang di adakan oleh Danu.

Restu selama ini bekerja paruh waktu di anak perusahaan milik Danu. Restu sangat sedih dan kecewa, serta marah melihat berita itu.

Terlebih pada Sarah, yang selama ini merupakan sahabat Renata, kakaknya.

Saat melihat Renata, Restu menjadi tidak tega mengatakan hal itu pada Renata. Dia sangat kasihan pada kakaknya yang terlihat semakin kurus dan sangat menyedihkan.

"Danu bertunangan dengan Sarah."

Renata berjalan masuk ke kamar adiknya, lalu duduk di tepi ranjang.

Restu yang duduk sambil menatap layar laptopnya di meja belajar, sontak menoleh ke arah kakaknya.

"Kakak sudah tahu?"

Restu memperhatikan Renata, khawatir kakaknya akan terpuruk.

Renata mengangguk pelan.

"Aku datang pada hari itu. Aku tak menduga Sarah tega merebut Danu dariku. Selama ini ternyata Sarah telah menyukai Danu. Lebih menyedihkan lagi, Danu secara terang terangan menolak ku dan memilih Sarah."

"Kakak baik baik saja?"

Restu mengangkat kursinya, mendekat ke arah Renata.

"Air mataku sudah terlalu kering untuk menangis terus. Marah pun tidak ada gunanya lagi. Danu tak ingat padaku. Mamanya pasti dengan mudah menghasut nya untuk membenci aku."

"Kata ibu, pengacara datang untuk mengurus perceraian kakak dan Mas Danu."

"Aku tak akan tanda tangan, kecuali Mas Danu sendiri yang memberi talak, dan meminta cerai padaku. Aku yakin, dalam hati Mas Danu masih ada diriku. Hanya saja, kondisi ingatan Mas Danu yang membuat hal itu seolah tersembunyi dari otaknya. Tapi aku sangat yakin dia masih mencintaiku."

Restu menghela napas dalam-dalam.

"Sebenarnya, perusahaan tempat aku bekerja paruh waktu itu merupakan milik Mas Danu."

Renata terkejut.

"Bagaimana bisa?"

"Jauh sebelum kejadian buruk yang menimpa kalian, Mas Danu membeli sebuah hotel terbengkalai beserta lahan sekitarnya. Dia ingin membangun sebuah hotel dengan tema alam. Hotel ini berkonsep menyatu dengan alam, mirip seperti di Bali. Selain itu, Mas Danu ingin mendedikasikan tempat itu untukmu, Kak. Kalian menyukai suasana pedesaan. Jauh dari hiruk-pikuk, ketenangan, namun, masih dapat berinteraksi dengan orang lain."

"Lalu sekarang bagaimana perkembangannya?"

"Pihak manajemen menyatakan meneruskan pembangunan hotel. Makanya aku diminta membantu di sana. Kabarnya, dalam waktu dekat, akan ada orang yang bertanggung jawab mengurus tempat itu. Bukan, Mas Danu. Tapi, orang kepercayaannya."

Renata diam mendengarkan semuan penjelasan Restu.

"Kak, atau kamu mau ikut aku saja ke sana."

Restu menaikan alisnya sambil menepuk bahu Renata.

"Akan aku pikir dulu. Aku juga ada beberapa pesanan lukisan untuk hotel."

"Nah, itu dia!" Seru Restu.

Renata menatap adiknya masih belum mengerti.

"Kakak bisa melukis di sana, itung itung cari suasana baru, Kak. Siapa tahu banyak inspirasi di sana."

Senyum Restu mengembang meyakinkan kakaknya.

Renata mengangguk anggukan kepala sambil mempertimbangkan ucapan Restu.

"Bagaimana dengan tempat tinggal?"

"Tenang, Kak. Aku mendapat paviliun untuk tinggal di sana. Paviliun khusus karyawan dari luar tempat itu. Ada tiga kamar, nanti kakak bisa tidur di kamarku, dan aku numpang di kamar rekan kerjaku."

"Nanti aku mengganggu kalian?"

"Jika kakak tidak menghapus file pada laptop kami, atau menghilangkan data, itu pasti tidak mengganggu."

"Aku akan bilang pada ayah dan ibu."

"Mereka pasti setuju, Kak."

Satu minggu kemudian.

"Kak, ini sudah semua?" Pekik Restu sambil meletakkan perlengkapan melukis Renata dalam bagasi mobil.

"Sudah!" Sahut Renata sambil menyeret koper keluar dari kamarnya.

"Rena, jangan lupa makanannya dibawa!" Tukas Bu Dewi sambil menyodorkan paperbag.

"Terima kasih, Bu. Rena pamit dulu."

"Baik baik di sana, ya. Kabari jika sudah sampai."

Bu Dewi memeluk Renata.

Ayah dan Ibu setuju, Renata ikut Restu ke tempat kerjanya untuk berganti suasana.

Renata menatap ke arah luar melalui jendela mobil. Dia bertekad akan melanjutkan hidup, dan berusaha mencari jalan untuk mengembalikan ingatan Danu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!