Renata berusaha untuk tidur, tapi tetap tak bisa. Setiap kali memejamkan matanya, dia teringat Malik dan cerita tunangannya yang telah meninggal. Lalu terbayang, wajah Danu dalam pikiran Renata. Sungguh, kali ini Renata sangat merindukan Danu.
Renata bangun, lalu beranjak dari tempat tidurnya. Keluar dari kamar, dan duduk memeluk lututnya di teras belakang sambil menatap ke langit yang berhias bintang malam itu.
"Apa kabarmu, Mas? Aku rindu kamu. Apa kamu rindu padaku juga?"
Renata tersenyum tipis mengenang pertama kali bertemu dengan Danu.
Mereka adalah tetangga saat kecil dulu. Kebetulan rumah mereka bersebelahan, jendela kamar Danu dan Renata saling berhadapan, sehingga tak jarang mereka saling bisa melihat aktivitas masing-masing saat jendela terbuka.
"Kak, ada apa? Ngapain malam gini di luar?" Restu menyadarkan Renata darin lamunan tentang Danu.
"Heh, Restu. Aku nggak bisa tidur."
"Tumben."
Restu ikut duduk di samping Renata.
"Aku rindu Mas Danu."
Restu menghela napas berat, lalu menoleh pada kakaknya.
"Sudahlah, Kak. Jika takdir kakak dan Mas Danu berjodoh. Pasti Tuhan akan mendekatkan kalian dengan caraNya. Sabarlah, Kak. Tapi, kalo menurutku, lebih baik kakak move on saja. Lanjutkan hidup kakak tanpa bayangan Mas Danu."
Restu mendapat kabar, jika Danu dan Sarah tengah mempersiapkan pernikahan mereka. Dia sengaja tak mengatakan pada Renata, supaya kakaknya tidak lebih terluka lagi.
"Aku pikir, cinta kami kuat dan tak tergoyahkan. Setelah menjalin hubungan selama lima tahun, lalu menikah selama lima tahun. Menghadapi banyak hal yang terjadi selama itu. Termasuk penolakan dari Mama Sonya, dan mantan Mas Danu yang dulu masih sering menggodanya. Ternyata, semesta berkendak lain, kecelakaan yang kami alami membuat Mas Danu kehilangan ingatannya, dan aku berpisah dengannya. Yang paling mengejutkan adalah Sarah."
Renata mengambil napas dalam-dalam, ada rasa luka yang masih sangat menyakitkan dalam hatinya saat mengingat Danu membela dan mengatakan bahwa Sarah adalah calon istrinya. Sarah menghianati persahabatan mereka selama ini.
Renata menatap langit, sambil menyeka air matanya yang mulai mengalir. Restu merangkul pundak kakaknya dengan lembut, Renata sejenak menyandarkan kepalanya pada bahu adiknya itu.
"Aku sangat mencintainya Res. Aku berharap, meskipun aku tak ada dalam ingatannya saat ini, aku masih ada dalam sudut hatinya. Perjuangan kami menjalani semua ini, cinta kami. Aku tak rela semua harus berakhir."
Restu mengusap pundak kakaknya.
"Aku percaya, kakak pasti akan mendapatkan yang terbaik."
"Terima kasih, Res."
*
Hari ini adalah hari minggu, Renata libur mengajar. Dia sengaja pagi pagi pergi ke pasar untuk berbelanja, dan akan memasak untuk makan siang Restu dan teman satu paviliunnya, yang saat ini sedang lembur bekerja.
Renata mulai sibuk di dapur, membuat ikan goreng, tumis kangkung, sambal terasi, tempe dan tahu goreng, serta lalapan.
Renata membungkus semua makanan, lalu membawanya ke kantor Restu dan teman-temannya.
Kedatangan Renata disambut gembira, mereka makan siang bersama sambil bersenda gurau.
Tak jarang Restu dan Renata saling mencela dan tertawa bersama.
Mereka tak menyadari, Malik menatap kedekatan Renata dan Restu dengan tatapan penuh cemburu.
Malik tak suka melihat Renata duduk berdekatan dengan Restu, apalagi sambil tertawa dan bersenda gurau saat sedang menikmati makan siang.
Malik yang baru tiba dari kota, ketika sedang lelah, melihat pemandangan itu, semakin panas hatinya.
"Restu? Bagaimana dia mengenal Renata? Aku tak boleh lengah sepertinya!" Malik menghembuskan napas kuat dengan kesal, lalu masuk dalam ruangannya.
Satu jam telah berlalu, jam makan siang telah usai, Malik telah menyelesaikan makan siangnya dengan gusar, karena tak tenang dan penasaran akan hubungan Restu dan Renata. Apalagi saat ini Restu adalah salah satu orang kepercayaan selama menjalankan proyek ini.
Malik segera menghubungi Restu untuk menemuinya di ruangan.
"Permisi, maaf, ada apa?" Tanya Restu dari ambang pintu ruangan Malik.
"Oh, silahkan masuk Restu. Silahkan duduk."
Restu melangkah masuk dan duduk berhadapan dengan Malik. Restu terlihat tenang dan biasa saja.
"Oh, untuk sistem penerimaan tamu sudah selesaikan SOP nya, kemungkinan saya bisa selesai dalam minggu ini."
Tukas Restu melaporkan pekerjaannya.
"Ya. Terima kasih. Tapi, bukan untuk hal itu kamu saya panggil kemari."
Ucap Malik dengan tegas.
Restu terkejut, dia merasa tak melakukan kesalahan, namun dari nada suara Malik, Restu seolah berbuat kesalahan.
"Maaf, Pak. Ada apa?" Restu mencoba bertanya dengan sopan.
"Senang, ya, yang dikunjungi oleh kekasih hati saat jam makan siang."
Seketika Restu terkejut.
"Kekasih? Saat jam makan siang? Maksud Bapak apa?"
Restu mengerutkan keningnya, dia bingung.
Malik menjadi merasa tidak enak hati melihat reaksi Restu.
"Maaf, saat jam makan siang tadi, aku melihat kamu sedang bersama seorang wanita. Itu kekasih kamu?"
"Bapak melihatnya?" Kali ini Restu balik bertanya.
"Ya, saya melihatnya. Kamu terlihat sangat bahagia sekali."
"Makan siang tadi?" Tanya Restu kembali. Malik semakin kesal dibuat oleh Restu.
"Iya, Restu, saat makan siang tadi, kamu terlihat bersama seorang wanita. Itu kekasih kamu?"
Kali ini Malik memperjelas pertanyaannya.
"Kak Renata?" Ucap Restu.
"Kak Renata?" Malik mengulang ucapan Restu penuh tanya.
"Itu kakak saya, Pak. Maaf sebelumnya, saya tidak mengatakan pada Bapak, dan meminta ijin tinggal di paviliun selama ini."
"Tinggal di paviliun? Jadi selama ini Renata tinggal bersama kalian di paviliun?" Malik terlihat terkejut, Restu mengangguk pelan, merasa takut, Malik akan marah.
"Maaf, Pak. Saya tidak meminta ijin terlebih dahulu, sebelumnya. Jika, Bapak tidak setuju, saya akan carikan kost buat kakak saya."
Restu dengan takut menatap pada Malik.
Namun, Malik terbahak mendengar ucapan Restu.
"Astaga, mengapa sejak awal tidak mengatakan padaku. Kalian berlima tinggal bersama satu rumah, kakakmu wanita sendiri. Apa tidak terganggu?"
"Tidak, Pak. Kakak saya sudah terbiasa tinggal dengan laki-laki. Lagi pula, dia itu tampilannya saja wanita, kelakuan barbar seperti laki-laki."
Celoteh Restu.
Malik senyum senyum sendiri membayangkan Renata. Restu menatap Malik dengan heran.
"Pak, Pak Malik? Apa kita sudah selesai, atau ada hal lain yang perlu kita bahas?"
"Eh, ya! Sudah. Eh, belum, ya, em... " Malik tergagap, lalu tersipu menatap Restu.
"Apakah kakakmu sudah punya kekasih?" Tiba-tiba Malik langsung menanyakan yang ada dalam pikirannya. Sontak Restu terkejut, dan hanya bisa menelan ludahnya.
"Eh, aku hanya sekedar tanya. Jika Kakakmu sudah punya kekasih atau pendamping, ya tidak masalah. Kan, aku hanya sekedar tanya." Malik pura-pura tak peduli.
Restu tersenyum simpul. Dalam hatinya gembira mengetahui Malik, atasannya menyukai Renata.
"Pak Malik suka sama kakak saya?" Restu menatap Malik sambil tersenyum menggoda Malik.
Malik tersenyum tipis dan mengangguk pelan.
"Tapi, aku baru sekedar suka. Belum terlalu mengenal Renata. Kami bertemu di acara sekolah tempo hari. Itu saja."
Malik memasukkan tangan pada saku celananya karena merasa canggung.
"Restu. Sungguh kakakmu saat ini sedang tak bersama siapa siapa? Maksudku, tidak sedang menjalin hubungan dengan siapa pun?"
Malik mendekat ke arah Restu.
Restu diam, sejenak menatap Malik lekat lekat, seolah sedang menilai atasannya itu.
"Dia single. Saya mendukung Bapak jika benar-benar serius dengannya."
Malik tersenyum, lalu menepuk bahu Restu dengan mantap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments