Renata menatap jalanan yang dilaluinya saat menuju ke gedung perusahaan milik Danu.
"Aku harus mendengarkan langsung dari Mas Danu semua ini! Aku harus meminta penjelasan darinya secara langsung. Aku tidak percaya, Mas Danu secara sepihak menggugat cerai. Tidak ada masalah selama ini. Ini pasti hanya buatan Mama Sonya."
Pertanyaan demi pertanyaan berputar di kepala Renata. Dia tidak percaya dengan gugatan perceraian yang diminta oleh Danu melalui pengacara. Renata ingin mendengarkan secara langsung dari Danu.
Renata membawa surat cerai yang belum ditandatanganinya, dan menuju ke gedung perusahaan yang terletak di jantung ibu kota.
Renata turun dari taksi online sambil membawa amplop cokelat berisi surat cerai Danu dan dirinya. Bergegas dia menghampiri resepsionis yang ada di lobby kantor.
"Kak Renata? Kakak masih hidup?" Resepsionis itu berdiri, diam mematung menatap Renata seolah melihat hantu.
"Sela. Ya, aku masih hidup. Apa Pak Danu ada?"
Sela, resepsionis yang bekerja di perusahaan Danu merupakan teman Restu, adik Renata. Kedatangan Renata sebelumnya, Sela tidak masuk karena sakit.
"Pak Danu ada di atas Kak." Sela menjawab masih dengan tubuh kaki menatap Renata seolah tak mempercayai penglihatannya.
"Restu tak cerita padamu?"
Sela hanya menggeleng lemah.
"Kak, aku senang kakak baik baik saja saat ini. Silahkan naik saja, Pak Danu ada di ruangannya."
Kali ini suara dan raut wajah Sela telah berubah kembali ke semula, dia tersenyum dengan ramah pada Renata.
Renata mengangguk.
"Terima kasih, Sela. Aku akan naik menemui Mas Danu."
Renata bergegas menuju lift yang ada di lobby.
Sarah berjalan masuk ke lobby, tak sengaja melihat Renata sedang berdiri menunggu di depan lift.
"Ngapain dia di sini? Jangan jangan mau menemui Danu. Aku harus berbuat sesuatu supaya Renata tidak bertemu dengan Danu." gumam Sarah pada dirinya sendiri.
Sarah bergegas sambil berlari kecil menghampiri Renata.
"Rena!"
Renata menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
"Oh, Hai Sarah!" Renata melambaikan tangan pada sahabatnya.
"Kamu ngapain di sini?" Tanya Sarah sambil menata napasnya saat berdiri di dekat Renata.
"Aku mau mencari Mas Danu." Sahut Renata.
"Danu sedang ada jadwal meeting di atas. Ada klien dari luar negeri kelihatannya. Tadi buru buru soalnya."
"Tapi, kata resepsionis ada di atas."
Renata berkata sambil menujuk ke arah resepsionis.
"Dia mungkin ga tahu jadwal Danu. Udah, ikut aku aja yuk. Kita ngobrol di tempat yang asik di kantor ini."
Ajak Sarah sambil menggamit lengan Renata, lalu menariknya masuk lift yang telah terbuka.
Renata tersenyum menurut pada sahabatnya itu.
Mereka menuju lantai 20 gedung perusahaan milik Danu.
"Pertama kali aku diajak oleh salah satu staff untuk keliling kantor, tempat inilah yang membuat aku menyukai kantor ini."
Sarah tersenyum sambil melayangkan pandangan ke sekeliling ruang santai khusus untuk karyawan kantor, dan tamu pun bisa menikmati semua fasilitas yang ada di sana.
Di sana ada banyak tempat entertainment untuk memanjakan para karyawan saat merasa jenuh dengan pekerjaan mereka.
"Aku sangat suka menikmati secangkir kopi dengan membaca beberapa buku cerita yang ada di sudut itu. Lalu aku juga suka suka menatap ke arah luar, melihat Jakarta di kala jam pulang kerja."
"Sar, kamu ingat nggak, dulu kita sering meminjam cd film atau serial di dekat sekolah, lalu menonton di tempatmu. Pernah kita berdua tak sengaja dipinjami film plus plus, abis itu kamu demam, besoknya ijin tidak masuk sekolah."
Renata duduk sambil menghadap ke arah luar melalui kaca. Sarah duduk di sisi Renata.
"Iya, mamaku memergoki kita menonton, dan akhirnya kita dihukum untuk membersihkan wc sekolah yang super bau." Sarah memgenang kenakalannya bersama Renata.
"Padahal, kita kan nonton di rumah, tapi di hukumnya di sekolah."
"Aku pun sempat protes."
"Itu karena mamamu kepala sekolah kita, Sar. Lagi pula, yang bekerja di persewaan cd itu kan, teman kita juga."
"Iya. Gara gara itu, aku kelelahan, malamnya demam."
"Iya, mamamu juga akhirnya menghukum Heri, pegawai persewaan yang adik kelas kita itu."
Sarah terbahak mendengar cerita Renata.
"Kamu punya tempat favorit di sini?"
Sarah bertanya sambil menoleh ke arah Renata.
Renata berdiri, lalu menuju ke arah balkon, menaiki tangga besi.
"Aku suka si sini."
Renata langsung menuju sudut rooftop.
"Mas Danu sering menghabiskan waktunya di tempat ini hingga berjam-jam di sini. Kamu tahu kenapa?"
Sarah menggelengkan kepalanya.
"Kamu lihat pohon itu!" Renata menunjuk sebuah pohon yang ada di atas gedung.
"Itu ideku. Supaya ada penghijauan di tempat ini. Mulanya gersang di sini. Lalu aku mengisi tempat kosong ini dengan berbagai tanaman. Biasanya Mas Danu juga sering menghabiskan waktu sambil bekerja di tempat ini, sambil menemani aku merapikan tanaman."
Sarah menggut-manggut mendengarkan semua ucapan Renata. Tanpa sadar, Renata telah menceritakan hal hal tentang kesukaan Danu.
Renata bercerita sambil sesekali menghampiri beberapa bunga yang sedang mekar.
"Aku tak percaya, Mas Danu benar-benar yang menginginkan perceraian ini. Aku datang ingin meminta mengatakan dan menanyakan padanya secara langsung."
Sarah menatap Renata penuh simpati.
"Dia sungguh melupakan dirimu Rena."
Renata diam menatap sahabatnya itu, lalu duduk sambil menundukkan kepalanya.
"Aku mencintainya Sar, dia suamiku. Apapun kondisinya aku akan menerimanya. Aku sedih, bukan karena ingatannya padaku tak ada. Tapi, aku sedih mengapa seolah kondisi Mas Danu yang seperti ini, aku tak bisa merawatnya, lalu Mama Sonya tak sejak dulu tak menyukaiku, melarangku dan berusaha memisahkan kami."
Sarah hanya diam mendengar keluh kesah Renata.
"Kamu telah berpengalaman mengenai hubungan. Sepertinya aku harus banyak belajar darimu, Rena."
Sontak Renata terbelalak, membulatkan matanya menatap Sarah.
"Sar, apakah kamu telah mempunyai seseorang yang spesial?"
Renata perlahan mendekati Sarah dan memegang bahunya.
Renata menatap Sarah dengan mata berbinar, membuat Sarah merasa tak enak.
Sarah mengangguk pelan dan memalingkan wajahnya.
"Kenapa kamu malu? Kita sudah lama saling kenal. Atau aku mengenalnya?"
Sarah dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Dia laki-laki, kan?"
Sarah langsung memukul lengan Renata.
"Balas dia laki-laki, Rena. Aku masih normal." Protes Sarah.
Renata terbahak.
"Dia tinggal di mana? Namanya siapa? Seperti apa dia? Kamu ada fotonya?"
Renata memberondong dengan pertanyaan, Sarah mendengus kesal, dan mengambil napas dalam-dalam.
"Rena!"
Renata terbahak sambil membimbing sahabatnya untuk duduk di bangku yang ada di taman rooftop.
"Jadi seperti apa dia? Aku yakin pilihanmu pasti tampan dan terpelajar."
Sarah tersenyum melihat wajah Renata yang penasaran.
Sarah sudah paham kebiasaan Renata saat sedang penasaran. Renata akan kekeh mengorek informasi sebanyak-banyaknya dan tak kan berhenti sebelum puas.
"Dia kerja di perusahaan besar, tampan, tinggi, dan seksi." Sarah mengedipkan sebelah matanya.
"Hu... Lala...!" Sorak Renata berbinar dengan hidung kembang kempis.
"Aku penasaran."
"Aku tahu."
"Kenapa nggak cerita cerita padaku? Sudah berapa lama kalian berhubungan?"
"Belum lama. Aku tak enak menceritakan padamu dengan kondisimu yang seperti ini. Aku tak tega, Rena."
"Dia di Surabaya atau di Jakarta, atau di mana? Impor atau lokal?"
Sarah tertawa mendengar pertanyaan Renata.
"Lokal, aku masih cinta produk dalam negeri, Ren. Lagi pula, kamu tahu sendiri, orang tuaku nggak bakal setuju jika aku sama bule."
"Selamat ya Sar."
Renata memeluk Sarah dengan erat.
"Semoga kalian berjodoh, dan langgeng."
Sarah hanya diam membisu. Dalam lubuk hati yang paling dalam dia merasa bersalah pada Renata, namun di sisi lain hatinya sangat mencintai Danu. Kali ini Sarah benar-benar sangat menginginkan Danu.
"Terima kasih, Ren."
Sarah mengurai pelukan dan menatap Renata sambil tersenyum.
"Aku senang dan bahagia untukmu, Sar. Jadi jangan sungkan untuk cerita padaku, ya. Dia sekarang di mana?"
"Kebetulan dia di Jakarta, jadi aku harus membagi waktuku di sini."
"Oh, pantas betah di Jakarta. Aku tahu sekarang. Jangan lupa mengenalkan padaku!" Renata tersenyum menggoda Sarah, yang hanya bisa membalas dengan senyuman saja.
"Akan ku kenalkan padamu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments