Renata sayup-sayup mendengar ibunya berbincang dengan orang lain di ruang tamu. Beberapa kali terdengar namanya dan Danu disebut oleh Bu Dewi. Renata semakin penasaran dibuatnya.
Dengan mata yang masih mengantuk karena menyelesaikan lukisan pesanan dari sebuah hotel. Renata baru bisa menghempaskan tubuh di atas ranjang menjelang subuh. Renata mengumpulkan nyawanya untuk bangun dari ranjang empuknya itu.
"Siapa, Bu?" Tanya Renata dari ambang pintu antara ruang tengah dan ruang tamu.
Bu Dewi berdiri dengan raut wajah terlihat marah dan tidak suka dengan tamu yang datang pagi itu.
"Selamat pagi, Bu Renata. Saya Heru, pengacara keluarga Rajasa. Saya mau menyampaikan surat perceraian Pak Danu dan Ibu."
Tamu itu tanpa basa basi langsung menjelaskan maksud tujuan datang, sambil menyerahkan sebuah amplop cokelat.
Renata menerima surat itu, lalu membukanya perlahan.
Sejenak dia tercenung membaca lembaran kertas isi amplop cokelat itu.
"Ibu hanya perlu tanda tangan, dan menghubungi saya kembali. Nanti saya akan mengambilnya kembali. Di bawah itu nomor kantor saya, jika Ibu sudah menandatangani surat ini." Heru meneruskan ucapannya tanpa basa basi pada Renata.
"Tidak! Saya tidak akan pernah menandatangani surat ini. Tidak! Kalian semua bersekongkol untuk memisahkan saya dan suami saya. Mas Danu pasti secara sadar tidak akan pernah membuat surat palsu ini. Saya hanya akan menandatangani surat perceraian, jika permintaan dari suami saya sendiri." Renata menolak dengan tegas sambil menatap tajam pengacara itu.
"Oya, jika Bu Renata menandatangani surat perceraian itu, Nyonya Sonya akan memberi sejumlah uang sebagai kompensasi, Ibu Renata akan memperoleh rumah yang selama ini Ibu dan Pak Danu tinggali juga sebagai hak Ibu Renata." Sambung pengacara itu dengan tenang.
"Dengar, Pak. Tolong sampaikan pada Nyonya Sonya, atasan Bapak yang kaya raya itu, saya tidak akan pernah menandatangani surat perceraian ini, tanpa ada talak langsung dari suami saya, Danu! Perceraian ini tidak sah! Saya bisa melaporkan Bapak pada Asosiasi pengacara, jika Bapak masih merongrong saya!"
Renata berteriak dengan keras sambil mengarahkan jari telunjuknya pada Heru, pengacara keluarga Danu, hingga tubuh Renata gemetar menahan marah, sambil menatap tajam pada Heru.
"Saya hanya menyampaikan surat saja, Bu. Untuk yang lainnya mungkin Ibu perlu bertanya langsung pada Nyonya Sonya atau Pak Danu."
"Ya. Itu pasti akan saya lakukan. Silahkan bawa kembali surat ini. Saya tidak akan pernah mau menandatangani surat perceraian palsu ini. Atau anda sendiri yang akan saya laporkan karena membuat surat perceraian palsu?" Renata balas mengancam Heru.
"Rena, sudahlah, Nak. Pak Heru ini hanya bekerja, jika kamu tidak mau tanda tangan, ya sudah, tidak apa-apa. Itu hak kamu." Bu Dewi menepuk bahu Renata dengan lembut sambil menenangkan putrinya.
Renata masih menatap tajam ke arah Heru. Pengacara yang hanya menjalankan tugasnya, menatap ngeri raut wajah Renata yang seolah hendak menelannya. Tak lama, pengacara itu pamit pergi dari kediaman Renata.
Renata masih tak percaya, ternyata ucapan mertuanya benar-benar dilakukan. Danu meminta perpisahan. Tapi, saat ini kondisinya tidak memungkinkan, Danu dalam keadaan amnesia, mana mungkin bisa meminta pengacara untuk membuat surat cerai.
"Ini pasti ulah Mama Sonya! Mengapa dia sangat membenci aku?" Gumam Renata sambil menundukkan kepalanya lalu menangis. Bu Dewi memeluk putrinya, mencoba menenangkan dan menguatkan hati Renata.
*
"Sar, apa kamu sedang sibuk?"
Renata menghubungi Sarah saat jam makan siang.
"Nggak. Ada apa, Ren?"
"Aku mau tanya? Kemarin kok kamu bisa satu mobil sama Mas Danu? Lalu, bukannya kamu kantornya di Surabaya? Kenapa masih di sini?"
"Renata, aku nanti mampir ke rumah saja, ya. Tar aku jelasin semua ke kamu. Kalau soal aku masih di sini. Kebetulan aku ada pekerjaan di Jakarta, sedang membantu perusahaan Danu untuk audit, karena keperluan go public, urusan saham. Jadi sementara ini aku masih di Jakarta."
Renata menghembuskan napas lega.
"Sar, maaf, aku telah berpikir yang bukan-bukan sama kamu."
"Nggak apa apa, by the way, aku makan siang dulu, ya. Habis ini mau meeting soalnya. Tar sore aku mampir ke rumah. Sekalian ketemu ibu. Kangen."
"Oke, tar aku tunggu. Bye."
Renata menutup panggilan ponselnya lalu menaruh di dadanya sambil tersenyum.
Selama ini Renata merindukan sahabatnya itu sebagai teman curhat. Sarah adalah temannya dari sekolah menengah pertama hingga atas. Meski pun kuliah berbeda jurusan dan tempat, keduanya sering menyempatkan diri untuk bertemu, berjalan- jalan, curhat berjam-jam, saling bergantian menginap saat libur. Bahkan saat Renata berpacaran dengan Danu, selalu menyempatkan diri bertemu sahabatnya itu.
Namun, satu hal yang tidak diketahui oleh Renata adalah, Sarah diam diam menaruh hati pada Danu.
Tak jarang Sarah sengaja menggoda Danu, namun, Danu tetap tak tergoda. Cintanya hanyalah untuk Renata.
Sarah juga akhirnya mengungkapkan isi hatinya pada Danu, namun, Danu malah meminta Sarah untuk membantunya memberi kejutan untuk Renata, dan kejutan itu adalah melamar Renata pada saat ulang tahun Renata.
Betapa hancur dan patah hati Sarah saat itu, dan memutuskan untuk memilih penawaran pekerjaan di Surabaya supaya tidak melihat kemesraan Danu dan Renata. Sarah tak punya harapan lagi untuk mendapatkan Danu.
Hingga berita mengejutkan yang dirinya Terima dari Bu Dewi tentang kecelakaan yang menimpa Danu dan Renata.
"Renata!"
"Sarah!"
Dua sahabat berpelukan, lalu Renata mengajak Sarah untuk masuk ke dalam rumah.
Bu Dewi tersenyum melihat Renata dapat tertawa lepas kembali, dan terdengar sesekali dua sahabat itu saling bercanda.
"Maaf, Ren, karena kondisi Danu, mengharuskan aku untuk sering bertemu dan datang ke rumahnya."
Sarah menghela napas berpura-pura tak enak pada Renata.
"Ah, tak apalah, aku percaya padamu Sar."
"Apa yang membuatmu tidak mau menandatangani surat perceraianmu?"
"Jelas jelas itu bukan kemauan Mas Danu, akal akalannya Mama Sonya saja!" Renata menghempaskan punggungnya ke sofa sambil mendengus.
"Kamu mencintai Danu?"
"Tentu saja, Sar. Dia masih suamiku apapun keadaannya."
Renata mengerutkan keningnya sambil menatap Sarah.
"Ada apa, Sar? Apa ada yang kamu ketahui tentang Mas Danu, dan aku belum tahu?"
Renata memegang lengan sahabatnya itu, dan menatap Sarah dengan penasaran.
Sarah menggelengkan kepalanya pelan.
"Hanya urusan pekerjaan saja yang aku ketahui, selebihnya aku tidak terlalu memperhatikan."
Renata mengangguk mengerti.
"Seandainya, Danu menikah dengan perempuan lain, kamu gimana?" Tanya Sarah.
"Nah, itu dia. Mama Sonya sempat bilang, Mas Danu sudah mempunyai pengganti diriku."
"Kamu tetap tidak mau melepaskan Danu?"
Renata mematap Sarah, lalu mengambil napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya.
"Saat ini Mas Danu amnesia, tentu saja keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh mamanya untuk memisahkan kami. Jika bukan Mas Danu yang menalak, aku tak akan pernah menandatangani surat cerai itu. Lagi pula, surat cerai kami itu hanya buatan saja, pasti tidak sah. Tanda tangan Mas Danu juga pasti karena di bawah pengaruh." Renata memberi jawaban dengan lugas pada Sarah.
"Ren, apa yang membuatmu masih bertahan dengan semua perlakuan mamanya Danu, lalu keadaan?"
"Cinta." Renata menepuk paha sahabatnya pelan.
"Aku mencintai Mas Danu, Sar. Aku juga percaya, dalam ingatan bawah sadar Mas Danu pun dia masih mencintaiku, meski saat ini dia melupakan aku."
"Ya, cinta yang membuatmu masih bertahan hingga saat ini. Tapi sampai kapan Ren? Kamu harus memikirkan masa depanmu juga."
"Entahlah, Sar. Aku berharap Mas Danu tidak membuatku terluka. Kamu tahu, kan, aku paling benci saat melihat kekasihku dulu selingkuh. Aku tak menerima perselingkuhan."
"Tapi, saat ini dia tak ingat dirimu. Seandainya, dia bertemu dengan seseorang, lalu mereka merencana masa depan bersama, apa yang akan kamu lakukan?"
Renata diam, lalu menatap Sarah. Ucapan Sarah ada benarnya, dan dia tak ingin hal itu terjadi, namun dalam kondisi saat ini, hal itu pasti dapat terjadi. Renata ingin sekali mengingkari itu, dan tidak ingin kehilangan Danu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments