Kediaman keluarga Lena Grey.
Sederhana namun tinggi dan besar, bercat abu gelap tak menyilaukan seperti rumah kuning di tetangga sebelah. Jarak pagar ke rumahnya cukup untuk di isi dengan tanaman-tanaman dan satu pohon mangga kecil di pekarangan.
Masuk mobil Avanza putih ke dalam pagar rumah sederhana itu, diparkir mobil itu dalam garasi yang cukup di isi dua mobil. Berbondong-bondong sekeluarga besar dari adik Lena satu-satunya, Dimas.
Dua anak dari Dimas membawakan koper-koper, demi meringankan beban untuk ibu tiri mereka yang sedang mengandung calon adik. Kopernya hanya dua, mereka tak akan lama menginap di sana.
Senang dikunjungi oleh Dimas, Lena menyambut Rafa dan Ferry cucu-cucunya yang sudah remaja itu. Fara wanita cantik dan elegan, disambut oleh istri dari keponakan Dimas, yang sama-sama perut besar sepertinya.
"Halo, Sasha. Masih ingat sama saya gak? hehe ..." sapa Fara, ibu sambung kedua anak Dimas. Ia menempelkan pipinya dengan pipi Sasha.
"Ingat dong. Tante masih ingat sama saya?" balas sapa Sasha.
"Kita beberapa kali ketemu, kamu kan juga sering main ke sini."
Sasha menurunkan pandangannya, ia merasa malu. Terdengar seperti sindiran untuknya, yang ikut memerhatikan percakapan mereka pun ikut canggung. Lena menepuk tangannya sekali, mempersilahkan keluarga yang baru datang dari perjalanan lintas kota itu agar segera masuk.
Di suguhi makanan-makanan ringan beragam dari yang kering sampai basah, cukup membuat anak-anak di sana anteng bermain gadget sambil mengemil di pinggir kolam renang, halaman bekalang. Sementara orang-orang dewasa berbincang di ruang keluarga, yang tua-tua duduk di atas sofa sedangkan yang muda-muda duduk di lantai berkarpet bulu.
"Selamat atas pernikahan nya, kamu tidak usah pikirkan omongan orang lain ya, Sasha. Ini adalah pernikahan mu, mereka hanya ingin terlihat lebih baik dengan menindas orang lain," ujar Fara, menggenggam tangan Sasha.
Sementara Sasha melepas genggaman Fara, ia bangun dari duduk lesehannya dan pamit masuk kamar.
Tujuan datangnya keluarga Dimas semata-mata karena mereka tak bisa hadir di pernikahan keponakannya, Glenn. Walau tahu tentang ketidaksukaannya pada kekasih Glenn yang sudah lama dipacarinya, Dimas tetap mengira Lena bercanda mengenai undangan itu. Sampai dia mendapat foto pasca pernikahan, dan kabar mengenai mantan kekasih Glenn yang dituduh meracuni Daniel saat menghadiri pernikahan sebagai tamu undangan. Iya tidak salah, meracuni.
...****************...
Kembali di supermarket.
Emily mendapati suami dan anaknya berdiri di seberang sana, tatap tajamnya pada Melody membuat punggung Melody panas.
"Bawa ini. sana pergi ke kasir, aku akan menghampiri mereka sebentar," suruh nya.
Tak memberi jawaban apapun, laki-laki itu pergi begitu saja. Emily berjalan ke tempat keluarganya berada, lalu menurunkan roknya sedikit ke bawah karena nyaris seluruh pahanya terekspos. Insting Daniel mendeteksi keberadaan ibunya, saat dia menoleh, sang ibu yang melahirkannya ada di depan mata.
"Bunda!!!" Teriak Daniel kegirangan.
Ia berlari sekencang kencangnya menuju sang bunda yang telah lama dia rindukan. Lalu sang bunda menunduk, tapi ternyata bukan untuk menjawab kerinduan putranya.
"Eits ... Dany mau peluk bunda, kan??" ujar Emily.
Alih-alih memeluknya, Emily menahan pundak Daniel dengan dua tangannya dan melangkah mundur untuk memberinya jarak satu meter.
Daniel mengangguk dengan senyuman lebar.
"Tunggu, ya ... bunda mau ngomong dulu sama Ayah. Habis itu Dany boleh peluk bunda, oke?" seru Emily.
Meskipun sedikit kecewa, Daniel tak keberatan menunggu asal ia tetap bisa memeluk bundanya. Lalu memohon agar segera pulang dengan menggunakan tatapan imut jika sudah berada dalam pelukannya, hanya rencana sederhana seorang anak kecil dengan penuh harap.
"Saya ke sebelah sana, ya," lapor Melody mengundurkan dirinya dari reuni dadakan keluarga karena merasa dirinya orang asing.
Melody melambai-lambai tangannya pada Daniel, anak itu bukannya membalas ia malah memonyongkan bibirnya. Ingin ikut karena penasaran apa yang akan Melody beli, tapi takut bundanya menghilang sewaktu kembali.
Emily melipat tangannya di bawah dada, mengulas senyum palsu.
"Kalian menipu Rosa?" ucapnya serius.
Daniel mengangkat tangannya ke atas di depan ayahnya. Jamie pun menggendongnya, dibelainya rambut halus Daniel. Anak ini merasa takut kala ibunya menjadi serius, dia sudah membolos dan menipu gurunya. Daniel harap ia tetap mendapat pelukan yang dijanjikan Emily.
"Aku minta maaf. Seharusnya dia diliburkan dengan cara yang lebih baik." Jamie mengakui kesalahan itu.
"Apa?! Dany tidak sakit, kau mau liburkan les hanya karena dia malas?" Emily menjaga nada bicaranya walau sedikit marah.
"Ya," balas singkat dan datar Jamie.
"Jangan-jangan sebentar lagi kau akan menghentikan les," tebak Emily.
Seratus persen benar. Mendatangkan guru les ke rumah mereka adalah murni keputusan bersama, sang ibu memimpikan seorang pemimpin perusahaan yang kompeten, sang ayah mendukung akan tetapi tidak memaksa. Begitu dia menyadari ketertarikan putranya pada bidang kedokteran, mereka mulai berdebat satu sama lain.
"Pengasuh baru itu banyak ikut campur, ya. Tidak tahu malu, tidak berpendidikan juga, tampangnya tidak sebanding denganku, apa sih yang kau lihat darinya sampai sudi memperkerjakan bekas pacar adikmu?"
Melody orang baik, Melody orang baik, Daniel terus mengulang kata-kata itu di dalam hatinya. Wajahnya dia sembunyikan ke bekalang punggung Jamie. Harus menahan diri, tidak boleh membuat bundanya marah atau dia akan gagal mendapat pelukan yang didambakan.
Melody tidak mengambil apapun, ia malah mengintip dari balik rak yang bagiannya tidak terisi. "Jangan berdebat disini dong, harusnya kalian ke cafe atau restoran saja," gumamnya.
seseorang menepuk pundak Melody dari belakang, menoleh kepalanya. Sesuai insting dia memang Tristan, Melody menurunkan tangan itu dari pundaknya.
"Kau sedang apa dengan istri orang?!" tanya Melody spontan, berkacak pinggang.
"Kau ngapain sama suami orang?" Tristan membalikkan pertanyaan, melipat kedua lengannya, kepalanya menunduk menatap serius Melody yang sedikit lebih pendek darinya.
"Aku bekerja," lugas Melody.
"Aku juga." Jam ini memang jam kerjanya.
"Kau gigolo? Pacar sewaan?" Melody tidak memfilter ucapannya sedikitpun.
Alis Tristan seperti mau menyatu, keningnya mengerut.
"Enak saja bicaramu. Aku tidak bisa menjelaskan semuanya disini," bantahnya.
Melody melirik sesekali, khawatir dengan keadaan Daniel.
"Kita harus bicara nanti," Tegasnya.
Kilat menoleh, tangisan Daniel terdengar sampai ke telinga Melody. Melody menghentak-hentakan kakinya, apakah sudah saatnya dia menyusul mereka, khawatir pembicaraan mereka belum selesai.
"Jamie, bawa dia, Jamie!" titah Emily.
"Dany kangen, huaaa ..." Daniel merapatkan bibirnya melengkung ke atas.
Serasa dibohongi, anak malang itu menangis kencang. Pelukan yang dia tunggu-tunggu adalah kebohongan, kakinya terasa berat untuk melangkah. Sedangkan ibunya menjauh ke belakang Jamie.
Jamie menekuk lututnya, ia balikkan badan Daniel menghadap padanya. Di usap lembut pipi kenyal yang dibanjiri air mata itu, hati Jamie tergores melihat senyum anaknya berganti menjadi tangis.
Melody tak tega menyaksikannya.
"Apa kau jijik dengan anakmu sendiri?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments