Bab 3 Pelanggan Favorit

“Daniel … aku minta maaf. Kamu tidak mau memaafkan aku?” ujar wanita berusia dua puluh enam tahun.

“Gak!” teriak Daniel dari balik pintu.

Dari tadi hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, kemana perginya bocah lancang dan cerewet kemarin? Melody harusnya jangan senang dulu. Ia terlalu percaya diri sampai lupa dengan kejadian kemarin, walau bukan salahnya.

Lama-lama bocah itu bosan juga, ia menurunkan kaki kurusnya ke lantai mendekati pintu. Perasaan takut dan prasangka buruk terhadap Melody begitu kuatnya, membuatnya tak berani bertemu dengan wanita itu. Tetapi dia tak ingin memperlihatkan rasa takut itu.

“What you ….”

(Apa kamu ….)

Melody tidak mendengarnya dengan jelas. Lalu Daniel mengulangnya dengan nada tinggi.

“What-you-plead!”

(Apa permohonan kamu)

Yang ia dengar,

“How … do you plead?”

(Bagaimana permohonan mu)

Melody terkejut dengan kepintaran bocah kecil di depannya. Ia hendak mengeluarkan kata-kata yang tidak akan dipahami seorang bocah. Namun, Melody berpikir dua kali.

Melody menyusun kata yang lebih baik agar tidak menyinggung perasaan. Anak kecil yang pintar sensitif sekali terhadap perkataan orang lain.

Melody bersimpuh menghadap pintu. “Aku memaksa Daniel makan eskrim kemarin sekitar pukul sebelas siang. Aku tidak tahu Daniel belum makan sebelumnya, kalau Daniel belum makan itu bukan sa … itu salahku harusnya aku bertanya dulu.”

Nyaris terpleset, Daniel menyadarinya. Walau faktanya Melody melakukannya dengan sengaja.

“Lalu?” ucap Daniel.

Melody mengaku. “Aku minta maaf sudah memanfaatkan situasi. Melody memang jahat.”

Hanya dengan itu saja Daniel masih belum puas. Dan dia mengatakannya sekali lagi, “lalu?”

“Aku janji akan mencari tahu dulu ke internet sebelum memberimu makanan atau minuman.”

Gagang pintunya turun, Daniel membukanya tetapi ia masih memegang pintu alumunium itu.

“Pfft … kamu mengandalkan informasi dari internet?”

Mengembang bibir Melody melihat tawa Daniel begitu keluar dari kamarnya. Tampaknya ia berhasil, hampir. Saat Melody mencoba mendekat, anak itu mundur selangkah menjauh.

“Oke, aku tak akan mendekat. Jangan masuk lagi!” Pintanya.

“Uhuk … uhuk …” Batuk Daniel kali ini mengeluarkan bercak darah, terlihat di tangan yang dia pakai untuk menutupi batuknya.

Refleks rasa cemas Melody membuatnya maju selangkah untuk mendekatinya. Tetapi terhenti karena anak itu melarangnya sekali lagi.

“Jangan mendekat!” Daniel menunjuk orang dewasa di depannya.

Senyuman di wajah Melody turun. Ia mengambil tisu basah yang kebetulan ada di dekatnya. Meskipun Daniel mundur kebelakang, Melody tetap berjalan ke arahnya sampai punggung anak itu menyentuh ranjangnya sendiri, jari berdarah yang menunjuk Melody sampai di genggamannya. Kemudian ia mengelap tangan kecil itu dengan tisu basah.

“Baiklah sebagai hukuman untukku, Dany boleh memanggilku dengan sebutan apapun. Tapi jari ini jangan sekali-kali lagi dipakai untuk menunjuk orang lagi.”

Hormat-menghormati adalah dasar hidup bersosial, tidak memandang bodoh atau pintarnya seseorang. Merasa ditaklukkan, bocah itu merengut menganggukkan kepalanya.

“Sial. Apa yang sudah kulakukan? Saking kesalnya aku pada bocah sok jual mahal ini, bisa-bisa dia jadi makin takut padaku,” bisik sesalnya dalam hati.

Setelah mengamati sekeliling kamar, hiasan kartunnya minim ada dua-tiga poster kartun di ruangan seluas itu. Dekorasinya hanya satu pot bonsai di jendelanya, peta besar terpampang di dinding, bola dunia yang lebih besar dari bola basket, satu rak bacaan kutu buku dan beberapa tumpuk buku di meja belajar. Melody yang menaruh rasa ingin tahu, menghampiri buku-buku yang menumpuk di sana.

“BANK SOAL SMP/MTs”

Judul buku pertama saja sudah membuat Melody membelalakkan matanya. Lanjut dia melihat buku lain, ternyata hanya ada satu buku soal SMP/MTs, yang lain hanyalah soal try out SD/MI. Tetapi buku-buku tingkatan SD di sana sudah terisi semua. Melody kembali pada buku pertama, beberapa soal berhasil dijawabnya, tampaknya belum dikoreksi juga karena ada beberapa yang salah.

“Little Boy, kamu anak genius. Guru les privat yang mengoreksi ini semua?”

“Jangan panggil aku begitu,” sahut anak itu.

“Kalau begitu, little guy?”

“Aku suka panggilan itu. Tapi bukan, maksudnya … jangan panggil aku genius.”

“Baiklah Little Guy.”

Melody tak mengira ada alasan dibaliknya, dia lanjut melihat-lihat kamar khas anak genius itu. Ada beberapa novel remaja di rak. Sesuai dugaan bukan novel eksplisit, apa yang dia harapkan dari anak kesayangan papa yang belum tersentuh era digital itu.

“Kamu tak jawab pertanyaan ku, kamu punya guru les?”

Daniel mengangguk. Perutnya bergemuruh, cukup banyak waktu yang mereka habiskan untuk berbaikan—walau keduanya masih kepala kepala. Melody membuka pintu kulkas, ada banyak bahan vegetarian dan daging di dalamnya.

“Pesan antar saja, tidak perlu masak. Kamu kan tidak bisa masak.”

Tubuhnya tunduk menciut, ia menahan dirinya dengan berpegang pada sudut kulkas. Lemas Melody Mendengar kata-kata yang menusuk harga dirinya sebagai wanita. Kalau soal keburukan, dia memang terkenal di keluarga itu. Mengingat Melody dan Glenn berpacaran cukup lama membuat ibunya risih.

***

Di hari yang sama.

Seorang wanita berbalut dress bermotif bunga elegan di atas lutut. Memasuki lift di gedung perusahaan, pinggulnya yang hanya diam saja menggoda para lelaki di dalam lift apalagi saat ia sampai di lantai tujuannya dan berjalan keluar, mereka tidak mengedipkan mata.

Wanita itu memasuki ruangan yang masih kosong, tidak ada karyawan yang mengisinya. Di dalam sana sudah ada laki-laki yang menunggunya sejak tadi, diam memandangi kota dari gedung kaca. Dari sana terlihat betapa kotornya kota yang ia tinggali.

Melingkar dua tangan di perut laki-laki itu dari belakang, ia berbalik dan membelai lembut wajah cantik itu.

“Emily. Kamu membuatku menunggu, jam istirahat hampir selesai.”

Ujar laki-laki bernama Tristan pada Emily, wanita usia dua puluh sembilan tahun yang sudah memiliki suami dan satu anak genius.

“Sudah kubilang jangan pikirkan hal itu. Aku tinggal bicara pada ayahku dan kita bebas melakukan apapun yang kita mau, Sayang.” Emily bersandar pada dada bidang laki-laki manis itu.

Tristan melingkarkan tangannya di pinggang wanita yang usianya lebih tua darinya. Saat ini ia adalah karyawan magang di perusahaan yang dipimpin oleh ayah Emily. Sebentar lagi dia akan berhenti dan mulai memasuki perusahaan ayahnya sendiri, Emily merasa sedih karena hal itu.

“Kita masih bisa bertemu, kan? Berjanjilah kamu tidak akan pernah meninggalkan aku Tristan!” Rayu Emily dengan wajah polosnya.

Tristan mendekatkan wajahnya pada bibir seksi wanita itu. “Tidak akan pernah,” ujarnya. Menautkan kedua bibir mereka, mulut dan tutur kata laki-laki itu sama manisnya.

Hari sudah gelap, menjelang tengah malam. Tristan yang masih memakai baju kerjanya memarkirkan mobilnya di depan warung, ia mampir di warung tersebut dan memesan kopi seduh sachet-an.

Dari gang perumahan, Melody berjalan hanya mengenakan setelan baju tidur dan dilapisi jaket tebal, rambutnya ia cepol bulat di atas, tangannya menggenggam paper bag. Mendapati Tristan sudah ada warung itu duluan saat ia keluar dari gang.

“Hai!” sapa nya.

Melody mengisi bangku di sebelah laki-laki itu. Ia menaruh paper bag berisi makalah yang sudah siap diserahkan kepada dosen. Tristan memakai jasa joki tugas dari Melody.

“Anak magang kok lembur, haha,” ujar Melody berbasa-basi.

Tristan hanya tersenyum. Sebenarnya bukan lembur yang membuatnya pulang larut malam, tapi Emily. Ia kadang curhat soal kekasihnya itu, tentunya tanpa menyebutkan nama atau status menikahnya.

“Oh, bentar lagi aku akan berhenti di perusahaan dia. Aku harus mulai masuk ke perusahaan ayahku setelah lulus. Aku bisa masukin Melody nanti, biar gak nganggur lagi,” Seru Tristan bersemangat.

Ayah Tristan yang saat ini memegang perusahaan sangat tegas dan ketat dalam memilih karyawannya, Tristan ingin membantu Melody dari dulu tetapi tak bisa.

“Woah, beneran? Keren!” ujar Melody, “Makasih tawarannya, aku akan menghubungi kamu kalau aku benar-benar nganggur.”

“Eh? Kamu sudah punya pekerjaan?!”

Matanya langsung bergeser menatap Melody.

Obrolan yang cukup panjang untuk segelas kopi, Melody sudah puas bercerita soal kejadian-kejadian mengejutkan yang terjadi di hidupnya kepada Tristan. Di seruputan terakhirnya Melody pamit pulang karena sudah larut malam.

Tristan adalah pelanggan favoritnya, uangnya besar dan dia cukup sering memakai jasa joki Melody untuk tugas kuliahnya. Melody pulang dalam keadaan muram, karena pelanggan yang menghidupi nya sebentar lagi akan lulus.

***

Episodes
1 Bab 1 Ditinggalkan
2 Bab 2 Tanggung Jawab
3 Bab 3 Pelanggan Favorit
4 Bab 4 Surat Kontrak
5 Bab 5 Daniel Malas Belajar
6 Bab 6 Guru Les Privat
7 Bab 7 Anak Tetangga
8 Bab 8 Internet Kawan Atau Lawan?
9 Bab 9 Sesak Nafas
10 Bab 10 Supermarket
11 Bab 11 Pelukan Rindu
12 Bab 12 Di Laut Terdalam
13 Bab 13 Terasa Sakit
14 Bab 14 Semakin sakit
15 Bab 15 Lelucon Jelek
16 Bab 16 Tong Sampah
17 Bab 17 Sudah Berakhir
18 Bab 18 Guyuran Air
19 Bab 19 Selamat Datang Natasya
20 Bab 20 Keinginan Setiap Anak
21 Bab 21 Berlawanan Arah
22 Bab 22 Berkumpulnya Keluarga
23 Bab 23 Fase Anak Muda
24 Bab 24 Wajah Tanpa Dosa
25 Bab 25 Teman Lama
26 Bab 26 Pemberian Seorang Jamie
27 Bab 27 Makan Malam Sederhana
28 Bab 28 Pulangnya Nyonya Rumah
29 Bab 29 Mediasi
30 Bab 30 Belum Waktunya
31 Bab 31 Dua Sahabat Karib
32 Bab 32 Aura Positif Natasya
33 Bab 33 Sebuah Kesialan
34 Bab 34 Semakin Ketat
35 Bab 35 Keinginan Emily
36 Bab 36 Tamu Tak Diundang
37 Bab 37 Bom Waktu
38 Bab 38 Siapa Sangka
39 Bab 39 Sebutan Baru Lagi
40 Bab 40 Manisnya Karamel
41 Bab 41 Mungkin Besok
42 Bab 42 Dua Pilihan
43 Bab 43 Anak-anak Yang Tertidur
44 Bab 44 Saling Melukai
45 Bab 45 Pandangan Buruk
46 Bab 46 Ternyata Bukan Teman
47 Bab 47 Minuman Beralkohol
48 Bab 48 Kamu Siapa?
49 Bab 49 Awal Dari Semuanya
50 Bab 50 Hati Perlu Dijaga
51 Bab 51 Kepergian Yang Mendadak
52 Bab 52 I Don't Give a Shit
53 Bab 53 Semua Akan Membaik
54 Bab 54 Tetangga Baik Hati
55 Bab 55 Suami Dan Pebinor Bertemu
56 Bab 56. Pengumuman
57 Bab 57 Malam Yang Panas
58 Bab 58 Minggu, 7 Juli
59 Bab 59 Hanya Kita Berdua Yang Tau
60 Bab 60 Persahabatan Yang Renggang
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Bab 1 Ditinggalkan
2
Bab 2 Tanggung Jawab
3
Bab 3 Pelanggan Favorit
4
Bab 4 Surat Kontrak
5
Bab 5 Daniel Malas Belajar
6
Bab 6 Guru Les Privat
7
Bab 7 Anak Tetangga
8
Bab 8 Internet Kawan Atau Lawan?
9
Bab 9 Sesak Nafas
10
Bab 10 Supermarket
11
Bab 11 Pelukan Rindu
12
Bab 12 Di Laut Terdalam
13
Bab 13 Terasa Sakit
14
Bab 14 Semakin sakit
15
Bab 15 Lelucon Jelek
16
Bab 16 Tong Sampah
17
Bab 17 Sudah Berakhir
18
Bab 18 Guyuran Air
19
Bab 19 Selamat Datang Natasya
20
Bab 20 Keinginan Setiap Anak
21
Bab 21 Berlawanan Arah
22
Bab 22 Berkumpulnya Keluarga
23
Bab 23 Fase Anak Muda
24
Bab 24 Wajah Tanpa Dosa
25
Bab 25 Teman Lama
26
Bab 26 Pemberian Seorang Jamie
27
Bab 27 Makan Malam Sederhana
28
Bab 28 Pulangnya Nyonya Rumah
29
Bab 29 Mediasi
30
Bab 30 Belum Waktunya
31
Bab 31 Dua Sahabat Karib
32
Bab 32 Aura Positif Natasya
33
Bab 33 Sebuah Kesialan
34
Bab 34 Semakin Ketat
35
Bab 35 Keinginan Emily
36
Bab 36 Tamu Tak Diundang
37
Bab 37 Bom Waktu
38
Bab 38 Siapa Sangka
39
Bab 39 Sebutan Baru Lagi
40
Bab 40 Manisnya Karamel
41
Bab 41 Mungkin Besok
42
Bab 42 Dua Pilihan
43
Bab 43 Anak-anak Yang Tertidur
44
Bab 44 Saling Melukai
45
Bab 45 Pandangan Buruk
46
Bab 46 Ternyata Bukan Teman
47
Bab 47 Minuman Beralkohol
48
Bab 48 Kamu Siapa?
49
Bab 49 Awal Dari Semuanya
50
Bab 50 Hati Perlu Dijaga
51
Bab 51 Kepergian Yang Mendadak
52
Bab 52 I Don't Give a Shit
53
Bab 53 Semua Akan Membaik
54
Bab 54 Tetangga Baik Hati
55
Bab 55 Suami Dan Pebinor Bertemu
56
Bab 56. Pengumuman
57
Bab 57 Malam Yang Panas
58
Bab 58 Minggu, 7 Juli
59
Bab 59 Hanya Kita Berdua Yang Tau
60
Bab 60 Persahabatan Yang Renggang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!