Di hari Minggu, Daniel memikirkan banyak cara agar bisa membolos di hari les nya. Nyaris ia hendak membahayakan kesehatannya agar sakit betulan, ayahnya melarang dan menyarankan untuk pura-pura saja. padahal dia sudah bilang kalau les bisa diliburkan olehnya, tapi Daniel bersikeras ingin mengerjai pengasuhnya.
"Dany ... kamu pernah sesak napas?"
Daniel mengangguk.
"Sesak napasnya jarang sekali kambuh, jadi wajar kalau kamu belum pernah melihat Daniel begitu," ucap sang Ayah.
Karena terbiasa, Jamie sudah hapal prosedur penanganan sesak napas, dia tak akan dengan panik membawa putranya ke rumah sakit. Bukan bawaan, asma ini muncul sejak Daniel terserang penyakit.
Melody cukup kaget sang ayah mendukung ide bolos les, padahal dia bisa meliburkan nya hanya dengan sekali telpon.
Mereka sampai di supermarket, Jamie meletakkan mobilnya di posisi paling dekat dengan pintu masuk. Melody keluar dari pintu sebelah kiri dan membuka pintu tempat Daniel duduk, lalu mengangkatnya keluar dari mobil.
Daniel berjalan menggunakan kakinya, memegangi jari pengasuhnya dari sebelah kiri, ayahnya berjalan di sisi kanan Melody akan mengatakan sesuatu.
"Melody," panggil Jamie tiba-tiba.
Yang dipanggil menyahut, "iya?"
"Maaf saya sudah keterlaluan karena mengijinkan Daniel seperti itu. Saya gak ngira kamu akan sangat panik seperti tadi." ungkap Jamie.
Diluar perkiraan Melody ternyata bisa panik karena lelucon yang mereka buat. Membuat Jamie merasa bersalah karena ikut mendukung ulah Daniel.
"Kalian memang kelewatan sih. Tapi aku tidak bisa marah, karena waktu melihat Daniel sulit bernapas, aku berdoa semoga dia cuma bercanda. Ternyata dikabulkan, aku tidak akan berhenti bersyukur Daniel baik-baik saja." Tulus Melody mengatakannya tanpa dibuat-buat.
Jamie termenung sejenak, bingung bagaimana menanggapinya. Daniel yang diam-diam mendengarkan pun sama. Tanpa disadarinya, semakin erat jari-jari Melody di genggaman Daniel.
Mereka bertiga memasuki supermarket, Jamie mengambil satu troli. Daniel melompat-lompat minta dinaikkan ke troli itu, Melody menaikkannya.
"Ayah, kok supermarket kenapa gak ke mall aja," protes Daniel.
Jamie menjawab, "kita belanja kebutuhan."
"Sudah ada list-nya?" Melody menimpali.
"Tidak perlu, saya ingat semuanya."
Minder Melody mendengarnya. Semua kebutuhan di rumahnya, hanya sang adik perempuan Melody yang tahu, anak paling besar malah tidak tahu apa-apa. Ia hanya membelanjakan apa yang ditulis adiknya.
Jamie yang seorang laki-laki memahami kebutuhan pokok rumahnya, kepribadian yang langka itu ada di depan mata Melody. Wajar saja jika dibandingkan dengan sesama perempuan, tapi ini laki-laki.
Kagum walau harga diri terluka.
Sang pengasuh mendorong troli yang dinaiki Daniel mondar-mandir, masih di sekitar ayahnya. Sementara sang ayah belanja. Tak butuh berpikir lama atau membandingkan harga ia akan mengambil apa yang menurutnya berkualitas.
Begitu jari-jarinya menyentuh tomat, terlihat jam tangan yang dikenakannya karena lengan kemejanya yang terlipat, tangannya besar dan berurat. Tangan gagah seorang pria. Hanya mengamati punggungnya saja, Melody merasakan aura maskulinnya yang menyeruak. Kepala Daniel terlihat di bahu lebarnya, sesekali dia melihat si pengasuh dan menjulurkan lidahnya.
"Apa karena jam tangannya, ya." Melody menyebarkan pandangannya. "Tidak, bukan hanya aku yang merasa seperti itu."
"Lihat pria gagah itu."
"Pantas anaknya lucu, ayahnya seganteng itu."
"Aduh, duda ya? Sini aku temani."
Bisik-bisik para pengunjung wanita di sekitar Jamie, tak henti-hentinya memuji. Ketimbang risih, Daniel menikmatinya. Lalu sengaja memanggil pengasuhnya.
"Nanny, nanti ke Timezone, yah." Daniel membuka senyumnya lebar-lebar.
Tidak pernah sekalipun dia memanggil pengasuhnya "nanny" bulu kuduknya merinding karena panggilan itu. Geli telinga Melody, tapi ia harus membantunya agar tidak membuat Daniel malu.
"Tentu, Little Boy!"
Pengunjung yang berbisik-bisik tadi semakin meleleh dengan tingkah imut Daniel. Wanita-wanita itu menatap tajam Melody, iri karena memiliki majikan tampan dan mengasuh anak seimut dia.
Daniel memulai perang batin.
"Kok Little Boy?"
Dijawab oleh Melody.
"Bukannya kau ingin terlihat lugu?!"
Yang dilihat Jamie, Melody dan Daniel hanya saling bertatapan dingin satu sama lain. Setelah diperhatikan baik-baik, Ternyata Melody hanya berdiri melihat-lihat dan mengikutinya sejak tiba, Jamie merasa tak enak.
"Belilah sesuatu untuk dirimu, masukan ke troli itu," ujar Jamie.
Melody mengangguk dan mengucap terimakasih atas kebaikannya, tapi ia tetap berada di sana dan tak mengambil apapun. Mungkin dia akan mengambil sesuatu jika melewati sesuatu yang dia inginkan, Jamie kembali fokus pada belanjaannya.
Masih di dalam supermarket, dari kejauhan Tristan yang sedang menjaga troli belanja menyipitkan matanya agar bisa melihat jauh. Dirinya mendapati Melody memilah-milah di rak buah bersama seorang pria yang menggendong anak. Melody dengan pria itu mendekat ke arahnya, terbelalak matanya begitu tahu pria itu adalah suami kekasihnya.
Tak lama kemudian Melody merasa ada yang melemparinya dengan sesuatu, ia menunduk ke bawah untuk melihat apa yang menyerangnya. Uang recehan, diambil uang itu. Barulah dia sadar dari kejauhan, Tristan menatapnya.
Bibir laki-laki itu bergerak. "Kau-nga-pa-in," ujarnya.
Melody mengangkat tangannya untuk menyapa, mulutnya hendak mengeluarkan sapaan pada Tristan. Tapi kemudian mengurungkan niatnya. Emily menghampiri laki-laki itu, tanpa ragu menggenggam tangannya di hadapan umum.
Emily memanggilnya berulang kali tak direspon, ditarik-tarik baju kekasihnya. Akhirnya Tristan berhenti memandangi Melody.
"Hm, siapa yang menelpon mu?" Laki-laki itu baru menyahut, ia taruh lengannya di pinggang Emily.
"Rosa. Dia tidak mengajar hari ini karena Daniel sesak napas, " gerutu Emily.
"Sesak napas? Apa orang sesak napas bisa jalan-jalan di supermarket?" ucap laki-laki itu polos.
Alis Melody turun. Diyakinkan dengan interaksi berlebihan mereka, seorang ibu dari anak berpenyakit yang dia asuh menghabiskan waktunya bersama pemuda kaya, anak dari seorang pemilik perusahaan.
Sorot tajam mata Melody menyita perhatian Tristan, pun dia kembali memasang mata padanya. Tangan laki-laki itu terangkat, telunjuknya mengarah lurus ke arah Melody. Refleks Melody membalikkan punggungnya, jantungnya berdegup kencang.
"Ada apa?" Jamie heran tiba-tiba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments