Hari masih terang, Jamie berhasil menyelesaikan pekerjaannya lebih awal agar bisa cepat pulang dan mengakhiri musim dingin dadakan di rumahnya.
Jamie memarkirkan mobilnya di tempat seperti biasa. Dengan rasa percaya diri, ia yakin telah menemukan letak kesalahannya.
Pria itu membayangkan kembali reaksi Melody saat ia menjelaskan masalahnya pagi tadi, Jamie sempat merasa bersalah karena menyebutkan akan memecat Melody. Namun, terkubur karena Melody mengabaikan perkataan itu. Pagi itu Jamie menganggap Melody paham jika itu hanyalah ancaman kecil untuk menggertak Daniel.
Setelah dipikir-pikir kembali, Jamie merasa Daniel jadi seperti itu karena ia belum meminta maaf pada Melody. Jamie berniat melakukannya agar Daniel tidak dingin lagi padanya.
Melody masih belum bisa menerima kenyataan bahwa Daniel membenci orang pintar. Jika Melody menggantikan Rosa, Daniel benci padanya juga, jika Daniel membencinya Jamie akan menggantikan dia dengan pengasuh baru, mimpi terburuknya.
"Kak Jamie akan ikut membenciku lalu tidak jadi memasukkan aku ke perusahaan besar!" batinnya.
Melody membereskan piring dan gelas bekas-nya makan siang di sore hari, Pintu terbanting keras begitu Jamie masuk, saking bersemangatnya. Melody yang sedang melamun sontak mengeluarkan suara pekikan karena kaget, ia menggenggam erat piring ditangannya. Jamie pun sama kagetnya.
"Ma-maaf saya bukannya mau membuat kamu tersinggung ..." panik Jamie.
Melody menghembuskan nafasnya lega, ia melirik sebentar untuk menyambut kedatangan Jamie.
"Selamat datang Kak Jamie, pulang cepet."
Jamie menyusulnya ke dapur. "Ah, Melody saya mau bicara sesuatu," ucapnya serius.
Mendengar ucapan itu, Melody mematikan keran air dan berbalik. Bersandar pada bak cuci, tingginya cukup untuk menapakkan dua telapak tangannya pada pinggiran bak cuci dapur. Hatinya sedikit tak tenang, ia berharap itu bukan pembicaraan soal mengganti pengasuh.
"Saya ingin meminta maaf," ucapan Jamie berhenti sejenak.
Tidak mungkin, bahasanya seperti ...
Yang ada di otaknya hanyalah pikiran buruk. Khawatir akan dipecat, takut semua kemungkinan buruk yang barusan dia pikirkan terjadi.
"Saya minta maaf karena berkata akan ..." Belum selesai perkataan Jamie terpotong.
"Kak Jamie mau memecat Melody?" Refleks kata-kata itu keluar dari mulut Melody.
"Iya ... karena itu saya minta maaf Melody." Jamie memulai kesalahpahaman.
"Kakak sudah mendapatkan pengasuh baru untuk menggantikan saya?" Melody semakin panik.
"Apa? Bukan, bukan begitu maksudnya ..."
Berhasil ditenangkan, Melody dengan segelas air mineral di genggamannya duduk bersama Jamie di ruang televisi.
"Harusnya saya minta maaf tadi pagi, sejujurnya saya sedikit serius waktu bilang begitu pada Daniel. Saya terkejut kamu tidak marah saat saya bilang mau mencari pengasuh baru," ujar Jamie pelan-pelan.
"Kirain mau bilang apa. Melody juga kebetulan lagi mikirin hal yang sama, siapa sangka yang kita khawatirkan ternyata beda arah," balas Melody sambil menutup wajahnya karena malu.
Jamie justru tak bisa menahan gelak tawanya.
Dari balik kamar, Daniel haha-hihi menertawakan dua orang yang dibuat pusing oleh anak kecil ini. Pembicaraan mereka telah selesai, Daniel keluar dari kamarnya dengan menggosok mata dan menguap sekali dua kali seolah dia baru bangun tidur.
Tiba-tiba saja ada yang menempel di kaki Jamie, ia menurunkan pandangannya. Terlihat putranya yang lugu dengan wajahnya yang tak berdosa memeluk kakinya seperti koala menempel di dahan pohon.
Jamie bahagia, walau perjuangannya terasa sia-sia karena Daniel ternyata tidak se-marah itu. Bukan berarti dia menyesali permintaan maafnya pada Melody.
......................
Hari berganti, kesehariannya damai kembali dalam mengasuh seorang anak berusia 7 tahun. Meskipun ia harus berpura-pura bodoh di depan anak itu agar tidak dibenci.
Daniel merebahkan tubuhnya di karpet bulu ruang televisi, jari-jari tangan kanannya memegang pensil yang diraut tajam. Datang Melody membawa sepiring biskuit berlapis cokelat yang dia beli di toko, ia membuka smartphone-nya.
"Tepung gandum utuh empat puluh satu koma lima puluh tujuh persen, minyak nabati yang mengandung antioksidan B-H-A, gula, tepung tapioka, kakao Massa empat koma tujuh belas persen, susu skim bubuk dua koma delapan enam persen, telur satu koma sembilan puluh, Whey bubuk cokelat bubuk nol koma tujuh puluh delapan persen, kelapa, garam, pengembang, ekstrak malt, pengemulsi lesitin kedelai, perisa sintetik cokelat, premiks vitamin B-1, B-6, dan B-12. Sumber, internet. Aman?" lugas Melody.
Daniel bangkit dan berkata, "aman." Ia mengambil satu buah biskuit berlapis cokelat itu.
Dengan lahap Daniel memakannya tanpa mempedulikan apa yang dikatakan Melody barusan. Ia tak meragukan Melody lagi, sebenarnya.
Melody pun ikut mengemil. "Mau ku bantu?" tawarnya, Daniel sedari tadi terlihat pusing.
"Memangnya paham?" Daniel memperlihatkan soal-nya
Sangat dikuasai Melody. Karena materi itu yang paling sering muncul di tingkat sekolah menengah pertama, kalangan yang paling banyak membeli jasa Melody.
"Tidak." Kata itu yang keluar dari mulut Melody.
Daniel menyesal telah berharap pada Melody. Bukan terlalu sulit, tapi terlalu banyak. Semakin banyak otaknya dibuat berpikir, lama-lama akan terasa pusing kepalanya.
Melody mencari cara lain yang lebih baik, ia menatap layar smartphone-nya. Yang terbesit di otaknya justru cara terlarang, untuk saat ini Melody memilih mengabaikan peraturan.
"Dany ... Dany tidak penasaran dengan smartphone?" ujar Melody.
"Apa?" Daniel terkejut mendengarnya.
"Smartphone itu punya apapun. Kamu bisa menjangkau semuanya," ucap manis Melody.
Namun masih belum menggoda. "Tidak. Dany tidak mau hape, nanti Dany terjerumus."
"Tidak akan. Kalau Dany paham cara menggunakannya." Ucapan Melody yang masuk diakal nya, menggoyahkan.
Melody ingin melakukan ini dari awal, dia ingin menghargai keputusan yang dibuat ayahnya. Pikirannya berubah, karena ia percaya pada kecerdasan Daniel dalam menggunakan alat digital. Mengecewakan atau tidak hasilnya, Daniel yang menentukan.
"Smartphone bisa membantu kamu, Dany. Dia memang bisa menjerumuskan jika Dany berhasil jadi budak-nya. Jangan biarkan smartphone memperbudak Dany, buatlah jadi sebaliknya."
Daniel memikirkannya dengan serius. Berulang kali ayah dan ibunya mengingatkan Daniel agar tidak menyentuh kecanggihan smartphone. Beranikah dia melanggarnya?
"Bagaimana kalau ayah tahu?" Daniel memberi sedikit tanda akan setuju.
"Dia tidak akan tahu, Daniel hanya boleh bermain hape jika sedang bersama denganku." Sekali lagi Melody meyakinkannya.
Melody mencopot sandi pin angka sebagai keamanan smartphone-nya. Layar langsung terbuka hanya sekali geser saja. Ia menyodorkan benda canggih itu pada Daniel.
Dan diterima, Melody menganggapnya sebagai persetujuan dari Daniel. Ia mulai mengajari langkah demi langkah menggunakan smartphone canggih, dari nol. Sesuai dugaan, Daniel cepat memahaminya.
Daniel hanyalah anak-anak seperti pada umumnya, mengalami kecanduan dan tak hentinya menjelajah elemen-elemen baru di dalam jaringan internet.
Penelusurannya harus terhenti karena sehabis makan siang ia tertidur karena efek dari obat. Bangun tidur ayahnya sudah pulang.
Demi memuaskan hausnya akan pengetahuan baru, Daniel menyelinap ke kamar ayahnya untuk mengambil handphone ke-dua milik sang ayah. Daniel menemukan semua handphone, tepat di sebelah kacamata yang selalu dipakai Jamie. Dibawa handphone ke-dua itu ke dalam kamarnya, lalu mengembalikannya dua jam kemudian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments