Anak Genius Kesayangan Nanny
Jam menunjukkan pukul setengah delapan, pagi itu seorang pria dengan kacamata frame yang melindungi matanya, tengah sibuk menyetrika kemeja batik yang akan dipakai dia dan anaknya. Karena kesibukannya, anaknya yang masih berusia tujuh tahun harus menyiapkan sarapan sendiri.
“Uhuk … uhuk … “ Daniel terbatuk-batuk dengan serak di tenggorokannya. Ia segera mengambil sapu tangan yang sudah tersedia di meja untuk menutup mulutnya, berjaga-jaga jika ada bercak darah saat ia batuk. Lalu Daniel menggelengkan kepalanya pada ayahnya yang terlihat begitu khawatir.
Daniel dengan tangan kurusnya mengais beberapa sendok sereal yang belum tentu akan dia habiskan. Melihatnya, Jamie menunda pekerjaannya sejenak untuk mengambilkan susu yang ada di kulkas. Sudah dua bulan sejak istrinya pulang ke rumah orang tuanya, sang suami harus merawat buah hatinya seorang diri.
Dengan penuh hati-hati, anak itu menuang susu yang untungnya sudah habis setengah, jadi dia mampu mengangkatnya.
Anak semata wayang Jamie memekik seperti mau muntah ketika tercium susu yang dia tuang berbau tak sedap. Didorong halus mangkuk itu dengan kedua tangan.
Sejak dia di vonis terkena penyakit tuberkulosis dua bulan yang lalu, Daniel memang letoi. Karena takut tertular, ibundanya memilih untuk pulang ke rumah orangtuanya.
"Kenapa?" Jamie dibelakangnya, berniat mengenakan kemeja batik yang telah digosok rapi pada tubuh mungil anaknya.
"Basi, Ayah!"
"Padahal ini baru kemarin beli." Jamie menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Ayah gak rapat nutupnya, ya basi lah ...."
Mendengar logat yang keluar dari mulut anaknya, Jamie seperti melihat kecerewetan istrinya sendiri saat mengomeli keteledorannya. Sesaat, Jamie menatap tubuh kecil anaknya yang terlambat bertumbuh disaat usianya terbilang sudah 7 tahun.
Keduanya sudah siap untuk berangkat. Ayah beranak satu itu sudah tampan dari sananya, lalu ditambah mengenakan setelan jas hitam dengan kemeja batik coklat dibaliknya.
Tetangga apartemen yang berpapasan dengannya merasa pangling melihat Jamie berpenampilan rapi seperti itu. Apalagi sambil menggendong Daniel yang tidak kalah keren dengan pita dasi di kerah bajunya.
"Ayah ... aku mau jalan aja."
Jamie menolak permintaannya. Daniel mudah sekali kelelahan, meskipun menggunakan lift jarak menuju parkiran cukup jauh.
"Kamu harus simpan energi buat di sana. Kamu gak akan bisa main di sana kalau tenaga kamu cepet abis, Dany."
Daniel memonyongkan bibirnya dan mengangguk dengan ekspresi kesalnya. Ia selalu lupa akan apa yang akan terjadi jika terlalu banyak menggunakan tenaga dan menganggap ayahnya itu terlalu memanjakannya.
***
Semua tamu dan keluarga kedua mempelai sudah duduk di posisi mereka masing-masing, begitu pula dengan mempelai pria yang sudah duduk di kursi akad. Daniel tidak bisa menahan kakinya yang terus bergoyang. Hanya duduk diam di sofa khusus keluarga mempelai bersama ayahnya membuatnya jenuh, ia turun dari sofa yang cukup tinggi dan keluar dari barisan-barisan kursi.
Mempelai wanita telah keluar dari sangkarnya. Gaunnya yang pas memperlihatkan tubuhnya yang elok, tetapi wanita itu terus menatap ke arah tanah. Ketidakpercayaan dirinya membuat para tamu itu sendiri membicarakannya di hari bahagia itu. Rupanya perutnya yang sedikit bengkak itulah yang memancing para tamu berbisik-bisik saling menebarkan gosip.
Sungguh, Jamie ingin menyaksikan pernikahan adik laki-lakinya tetapi kekhawatiran terhadap Daniel adalah perasaan yang tidak bisa diabaikan.
Sementara itu Daniel sendiri,
Bocah itu berjongkok di depan seorang wanita yang terduduk di luar. Wanita itu duduk di lantai menenggelamkan wajah di kedua lengannya yang melipat. Hanya terlihat rambut lurus panjangnya di ikat rendah dan rapi.
"Melly!" daniel memanggilnya dengan panggilannya sendiri. Nama aslinya adalah Melody.
Wanita bergaun hijau itu mengangkat wajahnya. Akibat terlalu lama menaruh wajahnya di kedua lengannya yang melipat, bulu matanya turun sebelah. Ia lepas sisanya menggunakan jari-jarinya.
"Dany ..." pipi dan hidungnya merah, tumpah air yang menggenang di matanya. Rupanya sejak tadi ia masih belum menitikkan air matanya sampai Daniel datang.
Telapak tangan imut Daniel mengusap puncak kepala Melody. Sekali lagi ia memanggil wanita itu dengan panggilannya.
Jamie menyusul keluar dari ruangan acara, ia mengusap dadanya setelah melihat anak ini ternyata belum jauh. Melody menenggak ke atas dan mereka bertemu pandang satu sama lain, keduanya sudah saling kenal.
"Melody ... Kamu datang," ucap Jamie sambil menundukkan kepalanya sedikit.
Melody mengiyakan perkataan Jamie dengan singkatnya. Dengan cepat ia menghentikan tangisan itu karena malu dilihat orang lain. Melody tak mengira ayah Daniel akan datang secepat ini.
"Ayah! Bukan Melody ... tapi Mellow!" Daniel menimpali.
Mendengar kata-kata bocah itu, Melody kembali terisak dan menundukkan kepalanya lagi.
Jamie ikut berjongkok mensejajarkan diri dengan anaknya yang sudah membuat seorang wanita menangis.
"Candaan mu tidak lucu, Dany. Sekarang dengar ayah. karena ini gara-gara Dany, Dany harus temani kak Melly main, tapi ingat di sekitar hotel ini saja."
Jamie memberikan handphone ke-dua nya kepada Daniel untuk jaga-jaga. Jamie mengangguk pada Melody, mengisyaratkan untuk menjaga anaknya baik-baik. Melody mengacungkan dua jempolnya, sudut bibirnya sedikit naik. Ia segera menyeka air matanya dengan ekstra hati-hati menggunakan tissue, khawatir makeup nya rusak.
Berkatnya, Jamie berkesempatan untuk melihat adiknya melangsungkan akad nikah. Ia segera kembali masuk dan duduk kembali di sofa yang barusan dia tinggalkan.
Untuk menghemat energi, Daniel meminta untuk di gendong. Melody menurut saja, padahal saat ini Dany bertugas untuk menghiburnya.
"Dany mau nanya Kak Melly," kata dia, "tapi kak Melly jangan marah ... cuma nanya kok!"
Daniel memutar-mutar telunjuknya di pundak Melody, terbentuk seringai di wajahnya, melihat bocah tengil yang meledeknya merasa bersalah.
"Gapapa. Tanya aja," ucapnya.
Daniel mulai menjelaskan ketidakpahaman dia terhadap situasi sekarang. Dia selalu memahami apa yang terjadi di sekitarnya, termasuk kepergian ibunya yang mendadak setelah dia di vonis sakit parah, Daniel mengerti semuanya bukan dari sudut pandang sebagai anak kecil.
"Dany ngira Kak Melly itu pacarnya om Glenn. Tapi ternyata yang jadi pengantin wanita bukan Kak Melly. Apa selama ini Dany salah paham?" ungkapnya.
Daniel melanjutkan. "Selama ini kalian semua bohong sama Dany, agar Dany salah paham dan terlihat bodoh?” Mengernyitkan dahi.
Melody ingin tertawa dan menangis di waktu yang sama. Daniel sampai dibuat bingung oleh situasi yang sebenarnya tidak rumit, Daniel mampu berpikir logis, tapi dia belum mengerti soal 'batas' hubungan dua orang dewasa yang belum menikah.
Melody tidak keberatan menjelaskan semuanya dengan gamblang, tetapi hal seperti ini ia tak berani membahasnya tanpa seijin ayahnya.
"Dany gak salah. Aku pacaran sama om nya Dany bahkan dari sebelum Dany lahir, tapi gak semua yang pacaran itu pasti menikah." Jawab Melody.
Tanpa disadari mereka sudah sampai di depan minimarket. Tidak terlalu jauh, minimarket itu tepat di samping hotel. Karena sudah menggendong anak kecil sepanjang jalan, Melody mampir ke minimarket itu, mengambil sebotol minuman soda untuknya dan susu full krim untuk Daniel.
Melody membuka kulkas eskrim untuk mengambil es krim mangkok kecil rasa stroberi untuk bocah yang menemaninya, sebagai hadiah. Daniel menolak saat eskrim itu di sodorkan padanya.
"Ayah bisa marah kalau liat aku makan es krim." Mundur menjauh.
"Ayah kan gak ada di sini, dia gak akan lihat." Melody tetap membujuknya.
***
Pelaminan sudah mulai dinaiki oleh tamu-tamu yang memberikan ucapan selamat pada pengantin. Jamie tengah dikerumuni oleh kerabat-kerabat yang suka pada kepo, menanyai perihal rumah tangganya. Berlagak khawatir dan peduli padahal mereka cuma ingin mencari bahan gosip saja.
Handphone di sakunya berdering. "Untunglah," katanya dalam hati. Jamie sudah mendapat alasan untuk pergi mengangkat telepon dan berhasil menghindar dari mereka.
"Ya, Dany?" Jamie duduk di kursi pinggiran.
“Anu … ini bukan Daniel, tapi Melody. Emm … sekarang Daniel ada di … rumah sakit.” Ucap Melody terbata-bata.
Jamie terperanjat bangun, ia berusaha agar tidak menunjukkan rasa paniknya demi menjaga kenyamanan para tamu. Pria itu naik ke pelaminan untuk meminta ijin pergi ke rumah sakit pada ibunya.
Mendengar cucunya berada di IGD sontak membuat ibu pengantin cemas, tetapi yang membuatnya terkejut adalah cucu tersayangnya berada di tangan Melody, wanita yang dari dulu tidak pernah dia sukai.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments