Bab 13 Terasa Sakit

Setelah sampai di rumah, Glenn masih menangis. Ibu pergi mengurusi perihal warisan bersama kerabat-kerabatnya. Kepergian nenek yang mendadak, membuat hati adikku begitu terluka.

Ayah sudah penat mondar-mandir mengurusi pemakaman, beliau menyerahkan Glenn padaku. Aku menggendongnya, dia masih terus menangis. Kubawa adikku ke dalam kamarku di lantai dua, akhirnya terbebas dari kebisingan. Kecuali bising tangisan Glenn, sungguh aku pun ingin tenang sebentar.

Dada kami menempel saat Glenn ku gendong, terdengar kencang degup jantungnya. Sama kencangnya denganku, karena lelah berjalan kaki. Aku mendengarkannya, apa dia mendengarnya juga? Mungkin tidak, karena isak tangisnya.

"Ssh ... dengarkan baik-baik," seru ku, aku membuat bunyi ketukan dari mulutku, "tok, tok, tok, tok."

DEG, DEG, DEG, DEG

Drrrtt ... drrtt ... drrrtt ...

Mata Jamie terbuka, tangannya meraba-raba kasur. Suara nada dering alarm yang membangunkannya dari mimpi masa lalu itu, dia mendapatkannya, dimatikan alarm dari ponselnya itu.

Sampai di perjalanannya menuju tempat pekerjaan, Jamie terus menggelengkan kepala, masih memikirkan hari kemarin. Cukup masuk akal, ia bisa memahami darimana ide itu berasal. Mau itu idenya sendiri atau didapat dari mantan kekasihnya, tidak ada masalah dengan itu. Dia hanya tak mampu mengalihkan pikirannya.

...****************...

Alat termometer digital yang Melody cabut dari mulut Daniel menyebutkan angka tiga puluh delapan derajat Celcius. Suhunya naik begitu ayahnya pergi bekerja.

Sang pengasuh paham merawat anak yang demam, tetapi Jamie tetap mengkhawatirkan. Terdengar dari suaranya saat bertelepon, Melody menenangkannya sedikit dengan kata-kata pasaran.

"Anak kecil itu kalau sakit artinya dia akan bertumbuh tinggi, atau tumbuh gigi, jadi ini adalah hal yang wajar. Gak akan lebih dari 3 hari, percaya padaku, Kak!" Benar atau tidaknya, Melody hanya mengatakan apa yang dikatakan orang-orang tua dahulu.

"Haha, baiklah. Tolong rawat dia dengan baik, saya akan usahakan pulang cepat," ujar Jamie di seberang telepon.

Melody menghela napas panjang. "Kak Jamie pura-pura tertawa segala."

Siang hari terlewatkan, sukses, suasana hatinya tidak seburuk pagi. Melody menurunkan sedikit suhu pendingin ruangan, lalu duduk menyender di sisi ranjang, kepala di tepi kasur. Ia menceritakan dirinya sendiri, demi mengalihkan kesedihan Daniel.

"Teganya Glenn mengundangku ke pernikahannya bersama orang lain, seharusnya aku yang duduk di sebelahnya." Melody berkaca-kaca.

"Memakai gaun cantik, cincin yang sederhana pun tak apa asal dia yang memasangkannya, di jari manis ku," sambungnya, Melody menurunkan kepalanya.

Daniel mengamati, walau dari belakang, tangan wanita itu terlihat jelas mengusap wajahnya. Apalagi jika bukan air mata, Daniel menggeser tubuhnya ke tepi. Masih menjaga jarak, tapi jari-jarinya sudah bisa menggapai wajah pengasuhnya.

Melody tidak menangis separah yang Daniel kira saat menoleh, hidung dan matanya hanya merah. Anak itu mengusap-usap pipi merah itu, simpatinya besar hingga melupakan perasaan sakit miliknya sendiri.

Memang itulah tujuannya, namun tanpa Melody sendiri sangka, dia akan benar-benar curhat soal patah hatinya. Melody menempatkan dagu di tepi kasur tuan kecilnya.

"Maafkan aku Dany. Aku tidak punya tempat curhat, Sasha dan pamanmu adalah satu-satunya teman yang ku punya. Saat mereka berdua sudah saling memiliki, aku tak memiliki siapapun," ungkap Melody apa adanya.

Daniel tak mengejeknya, sebaliknya wajah imut itu terlihat sedih. Dia tak menangis, tapi ikut merasakan patah hati atas kemalangan Melody.

"Dany sedih?" tanya Melody berlagak bingung.

"Maaf ..." lirih Daniel.

"Apaa ...? Suaramu terlalu kecil, tidak kedengaran." Melody mengangkat kepalanya.

"Kalau nanti bunda kembali, jangan pergi. Dany akan dengarkan semua curhat-curhat Melody asalkan Melody tetap disini." Pinta Daniel.

Melody menjawabnya dalam hati, "tidak mungkin. Aku akan jatuh hati pada ayahmu kalau se-lama itu."

Ia hanya mengusap puncak kepala Daniel yang hangat karena demam itu. Daniel menepisnya, bukan itu yang dia inginkan. Melody menjawabnya dengan anggukan. Mata anak itu terpejam, sang pengasuh menarik selimut Daniel sampai pinggang saja.

Menjelang sore, suhu Daniel tak menurun juga. Padahal sudah diberi penurun panas, dan telah di kompres saat tidur. Daniel membuka mulutnya lebar-lebar.

"Oekk ...!"

Terlalu lama jika mencari kresek hitam, Melody segera berlari ke dapur untuk mengambil baskom kecil. Baru masuk kamar, Daniel tak kuasa menahan, dia muntah kan di atas selimut. Wajahnya semakin merah Daniel pun menangis, entah karena malu atau merasa bersalah.

"Se-selimutnya ... hik ..." gelisah Daniel.

"Ssh ... tak apa, jangan menangis, aku akan membersihkannya. Tidur di kamar ayah dulu, ya," ujar Melody.

Daniel mengangguk, dibuka kancing baju tidurnya untuk segera dimandikan dengan lap yang dibasahi. Melody mengangkat tubuh anak itu, terasa panas begitu menempel pada tubuhnya. Dengan terpaksa pula dia masuk ke kamar majikannya untuk tempat Daniel mengungsi, sementara dia membersihkan kasurnya.

Langit masih cerah, Jamie sudah menyelesaikan pekerjaannya. Ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, menuju putra tercinta di rumah.

Tak butuh waktu lama Jamie sampai di rumahnya, dengan terburu-buru ia membuka pintu kamar Daniel. Tak ada siapapun, sprei dan selimut di kasurnya tidak ada. Risau, Jamie mencari ke dapur. Terlihat Melody di sana berdiri di dekat mesin cuci.

"Daniel mana?" tanya Jamie langsung.

"Di kamar Kakak, kasurnya kena muntahan tadi." Tangan Melody menunjuk ke dalam mesin cuci. "Nih, lagi ku cuci."

Jamie tampak kaget. "Kamu, mencucinya?"

Melody mengangguk paham. Maksud dari wajah heran Jamie, ini bukan bagian dari tugasnya, harusnya pekerjaan tukang cuci atau laundry. Kalau Daniel tidak terlihat ketakutan seperti tadi, Melody akan membiarkannya di tumpukan pakaian kotor.

"Terima kasih." Dua kata, dan pria itu langsung pergi.

Selesai mengeringkan sprei dan selimut, Melody mencuci tangannya yang sudah merekah. Membersihkan bercak darah di selimut berwarna cerah, bukan perkara mudah. Dia butuh tenaga dan waktu yang lama untuk mengembalikan warnanya seperti semula.

Untungnya Daniel tidak rewel atau merengek-rengek saat dia mencuci sprei dan selimut sebelum ayahnya tiba, karena dia sendiri yang membuat pengasuhnya harus mencuci selimut itu segera. Melody sendiri kurang mengerti, tapi dia berusaha agar Daniel tidak gelisah dan memikirkannya. Sepele, tapi bagi anak kecil, dimarahi oleh orang tua adalah hal yang menyakitkan.

Segera Melody menyusul Daniel di kamar majikannya, Jamie sedang mengusap-usap jidat lebar Daniel.

"Tidak apa-apa, kan bunda tidak melihatnya. Saat bunda kesini, Sprei dan selimut di kamar Dany baru lagi jadi bunda tidak akan tahu," rayu Jamie.

Melody menyambung, "benar, aku jemur sekarang kalau mau. Besok juga kering!"

Bohong. Tapi anak-anak percaya.

Malam tiba. Kasur Daniel sudah diganti dengan sprei dan selimut baru dan karena anak ini tidak mau ditinggal, Melody menemaninya hanya sampai tidur. Tetapi matanya terus terbuka setelah terpejam sebentar, pusing di kepalanya membuatnya kesakitan. Batuknya kering dan membuat tenggorokan sakit juga. Tubuhnya panas, tapi jari-jari tangan dan kakinya sedingin es.

Jamie bingung, apa Daniel sudah sebegitu sayang dengan Melody sampai dia tak membutuhkan Jamie disisinya. Untuk memuaskan rasa penasaran ia pun bertanya.

"Dany kenapa tidak mau tidur dengan ayah?" Jamie duduk di bangku mini yang ada di kamar Daniel.

"Nanti ayah tertular kalau tidur sama Dany ..." lugas Daniel.

Melody seketika menoleh pada Jamie, alisnya naik sebelah. Ia kembali menatap Daniel yang polos dan lugu itu.

"Kalau Melody? Gapapa tertular?" protes Melody.

Daniel menaikturunkan kepalanya sambil tersenyum lemah, bibirnya pun kering nyaris mengelupas. Jamie tertawa dengan candaan jahat anaknya, ia tak protes karena Melody sudah bilang dia akan menemani hanya sampai Daniel memejamkan matanya.

Jamie membungkukkan badannya, ia harus menyebrangi badan Melody yang terbaring di sisi Daniel untuk mencapai kening lebar itu. Sang ayah selesai mengecup putranya, Melody memalingkan wajah. Jamie keluar dari kamar itu, membiarkan Daniel tidur bersama pengasuhnya.

Karena Daniel tidak bisa mengeluarkan semua penyakitnya, sebagai gantinya dia mengutarakan perasaannya.

"Bunda jijik sama Dany. Bunda gak mau peluk Dany, bunda gak suka lihat Dany batuk keluar darah, bunda pergi karena tidak ingin tertular oleh penyakit Dany," racau anak itu.

Melody sudah berpikiran ke arah sana, sejak lama. Hanya ia tak punya bukti, tak ingin berprasangka buruk karena Emily adalah seorang ibu kandung.

Yang Melody pikir, "tidak ada ibu kandung jahat, semua ibu kandung baik, termasuk ibuku."

"Dany, kamu tahu imunitas tubuh setiap manusia berbeda? Imunitas tubuh bunda mungkin lemah, penyakit bisa dengan mudah masuk ke tubuh orang yang imunitas tubuhnya lemah. Dany mau melihat bunda sakit?"

Daniel menggeleng-gelengkan kepalanya, ia melamun setelahnya. Perlahan matanya mulai redup, Melody menunggu sampai setengah jam. Baru dia bisa bangun dan keluar dari kamar itu.

Episodes
1 Bab 1 Ditinggalkan
2 Bab 2 Tanggung Jawab
3 Bab 3 Pelanggan Favorit
4 Bab 4 Surat Kontrak
5 Bab 5 Daniel Malas Belajar
6 Bab 6 Guru Les Privat
7 Bab 7 Anak Tetangga
8 Bab 8 Internet Kawan Atau Lawan?
9 Bab 9 Sesak Nafas
10 Bab 10 Supermarket
11 Bab 11 Pelukan Rindu
12 Bab 12 Di Laut Terdalam
13 Bab 13 Terasa Sakit
14 Bab 14 Semakin sakit
15 Bab 15 Lelucon Jelek
16 Bab 16 Tong Sampah
17 Bab 17 Sudah Berakhir
18 Bab 18 Guyuran Air
19 Bab 19 Selamat Datang Natasya
20 Bab 20 Keinginan Setiap Anak
21 Bab 21 Berlawanan Arah
22 Bab 22 Berkumpulnya Keluarga
23 Bab 23 Fase Anak Muda
24 Bab 24 Wajah Tanpa Dosa
25 Bab 25 Teman Lama
26 Bab 26 Pemberian Seorang Jamie
27 Bab 27 Makan Malam Sederhana
28 Bab 28 Pulangnya Nyonya Rumah
29 Bab 29 Mediasi
30 Bab 30 Belum Waktunya
31 Bab 31 Dua Sahabat Karib
32 Bab 32 Aura Positif Natasya
33 Bab 33 Sebuah Kesialan
34 Bab 34 Semakin Ketat
35 Bab 35 Keinginan Emily
36 Bab 36 Tamu Tak Diundang
37 Bab 37 Bom Waktu
38 Bab 38 Siapa Sangka
39 Bab 39 Sebutan Baru Lagi
40 Bab 40 Manisnya Karamel
41 Bab 41 Mungkin Besok
42 Bab 42 Dua Pilihan
43 Bab 43 Anak-anak Yang Tertidur
44 Bab 44 Saling Melukai
45 Bab 45 Pandangan Buruk
46 Bab 46 Ternyata Bukan Teman
47 Bab 47 Minuman Beralkohol
48 Bab 48 Kamu Siapa?
49 Bab 49 Awal Dari Semuanya
50 Bab 50 Hati Perlu Dijaga
51 Bab 51 Kepergian Yang Mendadak
52 Bab 52 I Don't Give a Shit
53 Bab 53 Semua Akan Membaik
54 Bab 54 Tetangga Baik Hati
55 Bab 55 Suami Dan Pebinor Bertemu
56 Bab 56. Pengumuman
57 Bab 57 Malam Yang Panas
58 Bab 58 Minggu, 7 Juli
59 Bab 59 Hanya Kita Berdua Yang Tau
60 Bab 60 Persahabatan Yang Renggang
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Bab 1 Ditinggalkan
2
Bab 2 Tanggung Jawab
3
Bab 3 Pelanggan Favorit
4
Bab 4 Surat Kontrak
5
Bab 5 Daniel Malas Belajar
6
Bab 6 Guru Les Privat
7
Bab 7 Anak Tetangga
8
Bab 8 Internet Kawan Atau Lawan?
9
Bab 9 Sesak Nafas
10
Bab 10 Supermarket
11
Bab 11 Pelukan Rindu
12
Bab 12 Di Laut Terdalam
13
Bab 13 Terasa Sakit
14
Bab 14 Semakin sakit
15
Bab 15 Lelucon Jelek
16
Bab 16 Tong Sampah
17
Bab 17 Sudah Berakhir
18
Bab 18 Guyuran Air
19
Bab 19 Selamat Datang Natasya
20
Bab 20 Keinginan Setiap Anak
21
Bab 21 Berlawanan Arah
22
Bab 22 Berkumpulnya Keluarga
23
Bab 23 Fase Anak Muda
24
Bab 24 Wajah Tanpa Dosa
25
Bab 25 Teman Lama
26
Bab 26 Pemberian Seorang Jamie
27
Bab 27 Makan Malam Sederhana
28
Bab 28 Pulangnya Nyonya Rumah
29
Bab 29 Mediasi
30
Bab 30 Belum Waktunya
31
Bab 31 Dua Sahabat Karib
32
Bab 32 Aura Positif Natasya
33
Bab 33 Sebuah Kesialan
34
Bab 34 Semakin Ketat
35
Bab 35 Keinginan Emily
36
Bab 36 Tamu Tak Diundang
37
Bab 37 Bom Waktu
38
Bab 38 Siapa Sangka
39
Bab 39 Sebutan Baru Lagi
40
Bab 40 Manisnya Karamel
41
Bab 41 Mungkin Besok
42
Bab 42 Dua Pilihan
43
Bab 43 Anak-anak Yang Tertidur
44
Bab 44 Saling Melukai
45
Bab 45 Pandangan Buruk
46
Bab 46 Ternyata Bukan Teman
47
Bab 47 Minuman Beralkohol
48
Bab 48 Kamu Siapa?
49
Bab 49 Awal Dari Semuanya
50
Bab 50 Hati Perlu Dijaga
51
Bab 51 Kepergian Yang Mendadak
52
Bab 52 I Don't Give a Shit
53
Bab 53 Semua Akan Membaik
54
Bab 54 Tetangga Baik Hati
55
Bab 55 Suami Dan Pebinor Bertemu
56
Bab 56. Pengumuman
57
Bab 57 Malam Yang Panas
58
Bab 58 Minggu, 7 Juli
59
Bab 59 Hanya Kita Berdua Yang Tau
60
Bab 60 Persahabatan Yang Renggang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!