Terpajang di dalam sebuah kamar, foto pernikahan dua insan di hari paling bahagia mereka. Keduanya melemparkan senyum satu sama lain dalam foto itu. Berbalutkan gaun putih sakral, sang wanita pernah menjadi sorotan utama pada masanya.
Kaki seorang anak kecil berjinjit menaikkan tangan mungilnya setinggi mungkin, menarik selimut dari dalam lemari kamar sang ayah dan bundanya, tak pernah barang sekalipun kamar ini ditiduri olehnya.
Selimut berhasil didapatkan, pintu lemari dia biarkan terbuka. Daniel berjalan ke arah sofa, menggunakan selimut dia tutup seluruh tubuh pengasuhnya terkecuali kepala.
Baru saja Daniel terhanyut dalam mimpinya, pintu utama terbuka. Terbilang masih siang, Jamie sudah kembali. Pakaiannya pun kasual, rapi hanya tak formal. Rambut acak-acakan dan wajah kusut, Jamie menggeser kanan kiri bola matanya.
Pria itu bergumam, "sunyi sekali, apa aku langsung tidur saja ya ...."
Jakunnya naik turun melihat teko air minum transparan di meja bulat rendah, berhadapan dengan televisi. Tetes-tetes air yang mengembun di dinding teko kaca itu menggiurkan. Jamie ke dapur membawa sebuah gelas tinggi nan ramping.
Jamie menuang cairan bening di gelasnya hingga penuh, ia meneguk air sambil melirik ke sofa. Airnya tidak sedingin yang dia kira. Namun, sekujur tubuh bahkan batinnya merasakan sejuk memandangi putra kecilnya tertidur bertumpukan dengan Melody di atas sofa. Pengasuhnya dilindungi anak itu dari udara dingin menggunakan selimut, tapi tubuhnya sendiri terbuka bebas di atas selimut itu.
"Tidak, sebaiknya aku masak," lanjutnya.
Jamie membereskan buku gambar entah milik siapa di atas meja itu, tertulis tanda air "Daniel" di bagian depan buku gambar itu, Jamie tak ingat pernah membelikan benda itu. Digendong Daniel oleh sang ayah menuju kamarnya, dia tersadar sejenak lalu tidur kembali begitu mendarat di kasur.
Melody membuka paksa matanya yang rapat dan mendapati matahari sudah terbenam, ia terperanjat bangun. Pantas tidurnya nyaman sekali di cuaca dingin karena hujan, berkat selimut hangat dan lembut ini.
"Obat, obat Daniel terlewat!" pekik pelan Melody seraya menghampiri Jamie dan Daniel yang sedang duduk di kursi makan.
Mereka berdua menoleh, saat ini Daniel nyaris menelan bulat semua pil obat itu, hanya seorang diri. Ayahnya hanya menjaga dan menemani.
"Tidak, aku sudah makan obatnya, Natasya yang ambilkan obat itu ke atas rak, pakai kursi," terang Daniel.
Sang pengasuh bernapas lega, kelalaiannya ditutupi oleh kemandirian Daniel. Ia ikut duduk di sisi Daniel dan memandanginya dengan tatapan heran.
"Apa?" timpal Daniel, seusai menelan semua obat.
"Tumben, biasanya Dany akan mengerjai ku." Kepalan tangan Melody menopang dagu.
"Dany sudah pernah melakukannya, Melody kecewa karna itu. Dany tidak akan membuat Melody kecewa lagi, agar Melody tidak pergi seperti bunda."
Sama terkejutnya dengan Melody, Jamie mematung sejenak di depan rak penyimpanan obat-obatan. Melody ingin membahasnya saat itu juga, momen-momen kejujuran ini yang selalu dia tunggu. Tapi ayahnya berada tepat di sana, rasa penasaran Melody akan terdengar seperti mengorek dapur rumah tangga mereka.
"Aku mungkin sering marah atau kecewa, tapi aku selalu kembali kok?" Melody menarik napas satu kali. "Selama gaji dari ayahmu tetap mengalir, hehe," sambungnya.
Sebisa mungkin aku tidak boleh membandingkan atau bersikap seolah aku lebih baik dari ibunya.
Senyuman membentuk lengkungan di garis bibir Daniel, walau harapannya sedikit dijatuhkan. Melody membalas sama hangatnya senyuman itu, sedang di seberang sana Jamie memijat batang hidungnya.
"Melody menginap lagi ya," ujar Daniel tiba-tiba, bola matanya turun ke bawah.
Kata-kata itu lagi, Melody berpikir sejenak. Dia tak bisa menolak, tapi tidak pantas baginya menginap di rumah laki-laki beristri yang istrinya tak ada di rumah. Mau bagaimanapun Melody adalah wanita dewasa yang usianya siap menikah.
"Baiklah," ucap Melody, hatinya masih berbohong.
Menjadi tantangan tersendiri, benarkah Melody akan pulang setelah Daniel tertidur atau dia akan terjebak lagi dan pulang pagi lagi?
Sayangnya Daniel harus tertipu, baterai ponsel Melody tidak bertahan lama setelah dua puluh menit dia bermain. Daniel menurunkan kakinya dari kasur yang lumayan tinggi itu, akan tetapi Melody menjegal tangannya.
"Jangan, kita tidur saja. Untuk apa aku di sini kalau Dany main hape terus?" sanggah Melody.
Daniel merasa perkataannya benar. Sambil mengerucutkan bibirnya, ia mengurungkan niatnya untuk mengambil ponsel Jamie dan naik kembali ke kasur.
"Melody, aku mau personal komersial," ujar Daniel, matanya sudah berat.
"Komputer? Komersial dari mana," koreksi Melody.
"Hu-um," gumam anak itu, kemudian ia terhanyut sendiri dalam tidurnya.
Makin hari wawasannya semakin luas berkat teknologi informasi yang dia pelajari dari waktu ke waktu, rasa penasarannya semakin tak terbendung. Beruntung, keterbukaan Daniel memberi ruang bagi Melody untuk tetap mengawasinya berada di jarak aman.
Sedikit merasa bersalah karena melanggar peraturan yang cukup besar itu, tapi ia yakin ini akan berguna baginya di masa mendatang. Daniel pun merasakan ketegangan yang sama, ketakutan terbesarnya adalah Melody akan dipecat jika ayahnya tahu.
Belum terlalu larut, Melody keluar dari kamar Daniel. Jamie menunggunya di ruang tengah, dengan bantal dan selimut sepaket bertumpuk di atas sofa. Mungkin ia khawatir akan ketiduran lagi.
Melody sudah rapi dengan tas menyangkut di punggungnya, Jamie berjanji akan mengantarnya jadi Melody menghampiri.
"Kak, ayo," ajak Melody, dua tangannya menarik tali tas di pinggangnya.
Jamie mengangguk, pria itu bangun dan bersiap. Tak butuh waktu lama, hanya memasang celana kasual yang cukup panjang. Bajunya tetap seperti ia hendak tidur. Mereka pergi menuju parkiran, Jamie membukakan pintu depan untuk Melody.
"Terima kasih," ucap Melody.
Pria itu pergi ke tempat duduknya dan segera melajukan mobilnya ke tempat Melody tinggal. Percakapan ringan mengalir mengisi kekosongan di perjalanan mereka, Jamie terkejut Daniel mau bermain bersama anak tetangga yang bernama Natasya itu. Tanpa sadar gerbang masuk perumahan Melody sudah di depan mata.
Rem sudah diinjaknya, Melody mengucapkan terima kasih pada pria itu. Melody menarik handel pintu, kaki kirinya baru menapak tanah. Genggaman halus Jamie menahan tangannya, Melody menoleh canggung.
"Tunggu sebentar." Genggaman Jamie terlepas.
Wanita itu menaikkan kakinya dan menutup kembali pintu yang terbuka, ia memasang lebar telinganya bersiap mendengarkan.
"Kamu tahu, kan, seperti apa keadaan di rumah saya," ucapnya menatap jalanan kosong dan gelap di depannya, "menurut kamu, Daniel sudah siap menghadapi perceraian orangtuanya?"
Melody sontak tertegun mendengar ucapan cerai keluar dari mulut Jamie, hal yang tak ingin dia dengar. Keputusan itu memang pantas untuk menyikapi perbuatan Emily yang keterlaluan, tapi jelas dia tak ingin menjadi provokator di dalam rumah tangga yang rapuh ini.
Kakak dan adik sama saja. Kalau mau cerai ya cerai saja, jangan tanya-tanya aku! Memang aku ini siapanya kalian?
Melody tergagap gagap, "Me-melody tidak tahu, Kak, tapi bukankah seorang anak selalu menginginkan keluarga yang utuh, belum lagi nanti perebutan hak asuh. Apa Kakak tidak apa-apa kalau Daniel bersama kak Emily?"
Jamie memasang wajah bingung, "dia kan ibunya."
Tentu aku tahu. Rasa jijiknya yang berlebihan itu apakah tidak mengganggumu?
Tidak tahu harus berkata seperti apa lagi, hubungan rumit ini melelahkan untuknya. Jika bisa, Melody tak ingin terlibat jauh dengan percekcokan mereka.
"Saya berniat mempertahankan hak asuh, ketidakhadiran Emily di masa-masa Daniel mengidap penyakit akan menjadi salah satu alasan saya menceraikan dia," terang Jamie.
"Daniel tanpa seorang ibu?" timpal Melody, menunjukkan ketidaksetujuannya.
Sembari memandang sepasang mata Melody, Jamie mengungkapkan inti dari pembicaraan, "Saya pikir, dengan adanya kamu di sisinya, Daniel akan mampu menghadapinya."
Ia berhenti sejenak lalu menutup obrolan saat itu juga, "itu saja, terima kasih sudah mendengarkan keluhan saya, Melody, selamat malam."
Senyum di wajah Jamie tak menunjukkan rasa lega sedikitpun, Melody memberi salam lalu keluar segera dari mobilnya. Siang ini, baru saja dia mengurus gugat cerai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
ouelei
keep going~!
2023-08-07
1