Aku masih tak percaya dengan ucapan Bu Dhe yang mengatakan jika Ranum sudah meninggal.
Rasanya tak mungkin, baru saja kami makan siang bersama, jadi gak percaya saja kalau dia tiba-tiba mati.
"Ranum terlalu berambisi untuk menghabisi Buto Ijo itu agar bisa menyelamatkan ibumu," jawab Bu Dhe Suryati
Ia tampak begitu sedih, meskipun tak menitikkan air mata.
Aku berjalan mendekatinya, saat ku ingin memeluknya tiba-tiba Bu Dhe menghilang.
"Astaghfirullah,"
Seketika aku langsung beristighfar, aku juga tak lupa berdzikir untuk menghilangkan rasa kaget sekaligus takut yang mulai menjalar di tubuhku.
Tiba-tiba ku dengar suara ringtone ponselku berdering.
Ku dengar suara tangisan Bu Dhe Suryati yang mengabarkan kalau Ranum meninggal.
"Innalilahi wa inna Ilaihi Raji'un,"
"Saat ini Ranum di semayamkan di rumah sakit Sumber Sehat, dengan kondisi jasad kepala pecah," ucap Bu Dhe dengan suara serak
"Yang sabar ya Bu Dhe, maaf kalau semua ini terjadi karena ibuku,"
Aku benar-benar merasa bersalah terhadap Bu Dhe, andai saja aku tidak tidur siang mungkin semuanya tidak akan seperti ini.
Tapi menangis darah pun tidak akan bisa menghidupkan Ranum kembali. Sekarang aku sedang berpikir bagaimana caranya untuk menghibur Bu Dhe.
Aku kemudian meminta tolong tetangga untuk menjaga ibuku sebentar karena aku ingin pergi melayat ke rumah Bu Dhe yang ada di kampung sebelah.
Ku pacu sepeda motor ku menuju kediaman keluarga Bu Dhe Suryati.
Setelah setengah jam perjalanan akhirnya aku tiba juga di depan rumah Bu Dhe. Ku lihat rame para tetangga yang berdatangan untuk bertakziah.
Ku rapikan rambutku dulu sebelum melangkah masuk ke dalam rumah.
Saat ku tatap spion motor tiba-tiba kulihat sosok wanita bertubuh hijau kehitaman-hitaman itu tersenyum di belakangku.
"Astaghfirullah hal adzim,"
"Ada apa mas?" tanya seorang pria menepuk bahuku
"Gak ada apa-apa kok Pak Dhe," jawabku berusaha menyembunyikan ketakutan ku.
Saat ku tengok ke belakang, sosok wanita itu sudah menghilang. Aku buru-buru masuk untuk menemui Bu Dhe.
Ku lihat Bu Dhe tampak duduk termenung di depan jenazah Ranum yang masih di tutupi kain.
Aku langsung mencium punggung tangannya dan memeluknya erat.
"Yang sabar ya Bu Dhe,"
Bu Dhe hanya mengangguk tanpa menjawab ucapanku. Ku lihat matanya bengkak, mungkin karena ia terus menangisi kepergian Ranum yang mendadak.
Aku segera mengambil yasin dan duduk di samping jenazah Ranum.
Karena penasaran aku juga mencoba melihat jenazah Ranum.
Namun seketika Bu Dhe melarangnya.
"Jangan di lihat, nanti kamu malah gak bisa tidur!" seru Bu Dhe
"Baik Bu Dhe,"
Aku hanya menurut, aku benar-benar tak berani membantah Bu Dhe Suryati kali ini. Aku tahu dia pasti sangat terpukul dengan kepergian Ranum apalagi dia adalah satu-satunya yang akan mewarisi ilmu kebatinannya.
Selesai membaca Yasin akupun ikut membantu para pria untuk menyiapkan air untuk memandikan jenazah.
Dari pembicaraan para tetangga aku tahu kalau kematian Ranum itu tidak normal. Bayangkan saja kepalanya pecah padahal ia memakai helm standar. Dan yang lebih anehnya tidak ada bekas darah di tkp.
Seorang saksi melihat motor Ranum tergelincir dan menabrak pembatas jalan, Ranum tiba-tiba seperti terlempar dari motornya dan jatuh tersungkur menghantam aspal jalan.
"Seharusnya kondisinya gak separah itu, wong ia jatuh membentur jalan masih pakai helm. Kalau kepalanya pecah kan harusnya helmnya juga hancur, lah ini helmnya aja gak rusak sama sekali cuma lecet doank," tutur seorang pria dengan berapi-api
"Bener, dan anehnya lagi gak ada darah tercecer di tkp, di helm pun hanya sedikit, terus kemana sisanya??"
Semuanya tiba-tiba langsung diam saat Bu Dhe menghampiri mereka.
"Gak usah di bahas lagi, mendingan buru-buru di mandikan sebelum magrib," ucap Bu Dhe sinis
"Inggih Sur,"
Tidak lama seorang pemandi jenazah datang dan segera memandikan Ranum.
Hanya pemandi jenazah dan Bu Dhe Suryati yang memandikannya, ia tak mengizinkan siapapun melihat jenazah putrinya itu. Begitupun saat mengkafani, ia sengaja melakukannya di ruang tertutup.
Aku tidak menyalahkan Bu Dhe, ia pasti melakukan semua itu untuk menghindari gunjingan warga.
Memang ada beberapa orang yang mengatakan kalau Ranum itu mati tak wajar seperti menjadi tumbal. Dan itu membuat ku semakin tidak enak hati.
Saat aku berusaha untuk meluruskan pendapat warga yang salah itu Bu Dhe malah melarang ku.
"Biarkan saja le, jangan mengatakan apapun tentang ibumu kepada mereka," ucap Bu Dhe
Tentu saja ucapan Bu Dhe ini semakin membuat aku tak enak hati dengannya.
"Sekarang apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku Bu Dhe?"
"Jaga Ibumu, dan jangan pernah meninggalkannya sendirian, bila perlu cari seorang perawat untuk menjaganya. Jadi kau bisa tetap bekerja di bengkel,"
"Baik Bu Dhe,"
"Tapi Bu Dhe juga mau minta maaf karena setelah kejadian ini mungkin aku tidak bisa datang lagi untuk menjenguk ataupun mengobati ibumu lagi. Bukannya Bu Dhe marah atau dendam dengan ibumu, tapi aku ingin menenangkan diri dan aku juga butuh waktu untuk menyembuhkan luka hati ini. Tapi jangan khawatir untuk air kembang aku akan selalu mengirimkannya untuk mu. Kau bisa mengambilnya di bengkel setiap selasa Kliwon," ucap Bu Dhe
"Baik Bu Dhe, terimakasih banyak sudah mau menolong Ibu. Sekali lagi Fikri minta maaf kalau selama ini sudah membuat Bu Dhe kesal, atau ada perkataanku yang kurang berkenan di hati Bu Dhe," ucapku kemudian mencium punggung tangan Bu Dhe
"Iya le, sama-sama. Tolong maafkan Ranum juga jika dia ada salah atau ada janjinya yang belum di tunaikan kepadamu, aku mohon keikhlasan mu Le,"
"Tentu saja, bahkan tanpa diminta aku sudah memaafkan Ranum, Bu Dhe,"
Saat jenazah sudah siap untuk di bawa ke makam aku bahkan sengaja untuk menjadi pembawa keranda jenazah.
Beberapa orang sudah menunggu kedatangan kami. Ku lihat kakak-kakak Ranum sudah turun ke liang kubur untuk membaringkan jenazah adiknya itu di tempat peristirahatan terakhirnya.
Saat semua orang khusuk mengaminkan doa dari seorang Ustadz. Aku justru terkesiap saat melihat sosok wanita mirip ranum menatap nanar kearahku.
Aku seketika memalingkan wajah ku agar tak melihat makhluk itu lagi. Namun saat sang ustadz selesai membaca doa dan semua orang pergi meninggalkan tempat itu, ku lihat wanita itu masih berdiri tegap menatap ku.
Andai saja ada Bu Dhe, dia pasti akan segera mengusir makhluk itu,
Benar saja, saat ku tengok lagi ke belakang makhluk itu sudah tidak kelihatan.
Bu Dhe membawakan aku dua kendi air kembang saat aku pulang.
"Kalau sudah habis jangan lupa ambil saja di bengkel hari Selasa Kliwon," ucap Bu Dhe
"Inggih,"
Pukul delapan malam aku tiba di rumah. Aku segera menuju ke kamar ibu untuk melihat keadaannya.
*Deg!!
Seketika jantungku seperti hendak melompat keluar saat ku lihat cermin yang dibawa Ranum tiba-tiba kembali terpaksa di dinding kamar Ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Sarita
bakar aja tuh ibu sama cerminnya .pasti ga ada bujo lagi
2024-02-04
0
🦈υℓιє..✰͜͡w⃠
makin serem aja... susah banget ngusir nya..... ulie boleh coba gak bantuin mas fikri.... ❤❤❤
2023-09-04
0
🇦ⷦ 🇷๎ 🇴ᷡ 🇰
ohhhh jadi itu alesannya budhe ngomel2 sm fikri. gara2 fikri tidur bu tho keluar.
sekarang aku paham dengan paragraf yg membuatku bingung itu, maksdnya keluar bukan keluar hilang. tapi keluar membunuh orang. oke oke
2023-08-20
1