"Huaa!" pekikku kemudian Aku langsung melompat dari ranjang hingga terbentur lemari.
"Aww!" ku usap kepala ku yang terasa nyeri
Untung tidak papa,
Saat aku menoleh lagi ke ranjang tempat tidur, bayangan Ibu sudah menghilang dan Aku lihat Azam sudah terlelap.
Syukurlah, ternyata semuanya hanya ilusi.
Ku berjalan mendekati Azam dan duduk di tepi ranjang. Ku usap wajah polos adikku.
Ya Allah tolong lindungi adikku,
Jarum jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, karena aku tak bisa tidur maka aku melanjutkan membaca Yasin yang sempat terputus.
Saat baru membaca beberapa ayat, tiba-tiba mataku mulai berat. Rasa kantuk memang selalu datang saat aku membaca Qur'an, ini lah salah satu godaan setan yang selalu aku rasakan.
"Sodaqollohul Adzim," segera ku tutup Alquran di tanganku dan meletakkannya di atas meja.
Ku rebahkan tubuhku di samping Azam yang sudah mendengkur pelan.
Aku terbangun saat mendengar suara lesung ibu berbunyi nyaring beraturan.
Memang suara lesung ibu selalu menjadi alarm bagi kami. Wajar saja jika aku pasti bangun setelah mendengar bunyi suaranya. Aku mengira sudah pagi, karena biasanya Ibu membunyikan lesung pukul lima pagi.
"Alhamdulillah, hari sudah pagi," aku buru-buru bangun dan menyalakan lampu kamar.
Namun aku dibuat terperanjat saat melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu dini hari.
Aku kira jam dinding ku rusak hingga aku mencari ponsel ku untuk memastikan jam berapa saat itu.
*Deg,
Ternyata jam dinding ku tidak rusak, sekarang masih tengah malam. Lalu kenapa lesung itu berbunyi, lagipula ibu juga masih koma jadi kalau bukan ibu yang membunyikannya lalu siapa yang membunyikan lesung malam-malam begini.
Seketika bulu kudukku berdiri, saat memikirkan siapa yang sudah membunyikan lesung keramat itu. Buru-buru ku ambil kapas dan ku masukkan kedalam telingaku agar tidak mendengar suara lesung mengerikan itu.
Ku tutup rapat-rapat tubuhku dengan selimut dan segera ku pejamkan mataku berharap aku segera terlelap dan pagi pun menjelang.
Malam terasa begitu panjang dan menakutkan membuatku hanya diam sambil berharap pagi cepat datang.
"Mas, bangun Mas!"
Ku rasakan seseorang mengguncang tubuhku sambil memanggil namaku.
Ku buka mataku perlahan, ku lihat Azam tampak berdiri di sampingku.
"Jam berapa sekarang?" tanyaku lirih
"Jam 7 Mas," jawab Azam
"Kok gak sekolah?"
Azam menghela nafas dan duduk di sampingku. "Sekarang hari Minggu Mas," jawabnya ketus
"Oh iya Mas lupa,"
"Semalem Azam mimpi ketemu Bapak, dia bilang minta di jenguk," ucap Azam dengan nada gusar
Memang sudah lama kami tak berziarah ke makam Bapak. Aku terlalu sibuk merawat Ibu hingga tak terpikir untuk rutin menziarahi makam Bapak.
"Yaudah sekarang kita ke makam bapak yuk," Aku segera menuju kamar mandi untuk bersih-bersih dan kembali ke kamar untuk ganti baju.
Ku lihat Azam sudah siap dengan memakai sarung hitam dan kopiah hitam.
Pagi itu aku dan Azam menziarahi makam ayah, tak lupa aku berdoa semoga ia mendapatkan terbaik di sisi Allah dan diampuni dosa-dosanya.
Ku pegang nisan Bapak, masih ku ingat bagaimana mengenaskannya beliau wafat, membuatku kembali bersedih kala mengingat kejadian itu, "Bapak yang ikhlas ya, semua ini adalah takdir. Hidup mati seseorang sudah di gariskan oleh sang pencipta, jangan ada dendam, maafkan ibu dan semoga Bapak tenang di alam sana. Insya Allah Fikri akan sering-sering menjenguk Bapak dan kirim alfatihah,"
Kurasakan air mataku tiba-tiba menetes membuatku langsung menghapusnya.
"Maaf kalau Fikri kebawa suasana Pak,"
Aku pejamkan mata sejenak kemudian membacakan surat alfatihah untuknya. Tidak lupa ku taburkan bunga yang ku petik dari halaman belakang diatas pusara Bapak.
Setelah itu aku mengajak Azam untuk pulang. Setibanya di rumah aku langsung memandikan ibu sambil menunggu Azam membeli sarapan.
Wajah ibu sedikit lebih bersinar setelah ku mandikan dengan air kembang pemberian Bu Dhe Suryati. Seolah aura hitam yang selama ini melekat di wajahnya sedikit demi sedikit menghilang.
Ini adalah kali ke dua aku pakai air kembang itu untuk memandikan ibuku. Selesai sarapan aku langsung pergi ke alun-alun untuk menengok warung sebentar, mumpung ada Azam yang lagi libur sekolah.
Setelah ibu koma memang aku jarang menengok warung, hanya sesekali saja saat ada yang menggantikan menjaga ibu.
Ku lihat warung semakin hari semakin sepi. Sempat aku berpikir ganti menu dan juga ganti nama saja, tapi para karyawan bilang gak perlu. Mereka selalu meyakinkan aku jika pasti ada rezeki halal untuk mereka.
Kadang aku merasa bersyukur karena masih memiliki karyawan yang setia menjaga warungku meskipun dengan penghasilan yang kecil.
Tiba-tiba bunyi ringtone ponselku berbunyi. Saat ku angkat ternyata tetanggaku memberi kabar jika Azam kesurupan.
Buru-buru ku pacu sepeda motor ku kembali ke rumah.
Benar saja setibanya di sana aku lihat Azam sedang mencakar-cakar tembok rumah dengan menggunakan kuku-kukunya hingga berdarah-darah.
Aku segera berlari dan menarik tangannya agar tak mencakar-cakar tembok lagi.
"Istighfar dek, astaghfirullah hal adzim," ucapku ditelinganya
Azam terkekeh menertawakan aku.
Suaranya begitu menyeramkan dan tatapan matanya, itu bukan Azam. Aku melihat ada sosok lain yang mengendalikannya.
Beruntung Abu Musa datang saat aku mulai kewalahan menghadapi Azam. Setelah dibacakan doa dan diusap wajahnya Azam pun pingsan.
Ku gendong tubuh Azam dan ku baringkan di sofa ruang tamu.
"Kenapa kok Azam bisa kerasukan?" tanya Abu Musa
"Aku tidak tahu Abu, karena tadi Azam ku suruh jagain Ibu karena aku harus menengok warung,"
"Hmm, kalau kamu pergi sebaiknya jangan biarkan Azam sendirian menjaga ibumu. Dia masih terlalu kecil jadi mudah untuk di rasuki makhluk gaib. Minta tolong kepada tetangga untuk menemani dia lain kali,"
"Baik Abu,"
Setelah kejadian itu aku tak berani meninggalkan Azam sendirian di rumah lagi. Entah kenapa setelah aku memandikan ibu dengan air kembang pemberian Bu Dhe banyak kejadian ganjil yang menimpa kami.
Salah satunya Azam yang jadi sering kesurupan, Ibu juga sepertinya tidak suka saat aku memandikannya dengan air itu. Pernah suatu ketika saat aku hendak memandikan Ibu, Aku melihat Ibu di cermin berdiri menyeringai menatapku. Spontan aku langsung memalingkan wajahku dan ku lihat ibu masih terbaring di ranjangnya.
Meskipun begitu aku tetap melanjutkan ritual itu karena aku yakin semua itu terjadi karena Parewangan itu tak mau jika ibuku sampai sembuh.
Sampai pada suatu malam, saat aku mengganti infus ibu yang sudah habis. Aku melihat sosok wanita yang seluruh tubuhnya berwarna hijau dengan perutnya yang membesar menempel di plafon kamar Ibu.
Dari mulutnya menetes cairan hitam pekat yang terjatuh ke wajah ibu hingga membuat Ibu gelagapan karena kesulitan bernafas.
Aku ketakutan, butuh keberanian untuk menoleh apalagi menolong ibu. Aku mengumpulkan keberanian untuk menyelamatkan Ibu. Aku mengambil tisu untuk membersihkan cairan hitam pekat yang menempel di wajah Ibu. Saat aku menoleh tiba-tiba ku lihat Ibu sudah duduk di tepi Ranjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Ardianti Endang
k' seperti pengabdi setan yaa,ibunya koma,trs d lht bs bgun,kasihan fikri
2024-02-10
0
Mimik Pribadi
Katanya Ustadz Anu Musa mau bantu Fikri,,,,tapi disini seolah lelet,pdhl udh 2 nyawa melayang,dan ini setiap hari Fikri dan adiknya diteror,,,,
2024-01-29
1
Paimon
untung cuma novel kalau didunia nyata tinggal jual saja rumah n semua isi"nya bakar lesungnya n hancurkan cerminnya 🤭🤭🤭🤭
2024-01-22
0