"Ada susuk yang tertanam di tubuh ibumu. Dan susuk itu harus segera dikeluarkan. Tapi memang tidak mudah untuk mengeluarkan susuk itu, karena jika tidak kuat maka. Resikonya ibumu bisa meninggal," ucap wanita itu
"Terus gimana Bu Dhe, aku ikut baiknya aja," jawabku
Wanita itu terdiam sejenak mendengar jawabanku. Wanita yang bernama Suryati itu tampak sedang memikirkan sesuatu.
"Aku bisa saja membantumu le, tapi apa kamu siap dengan resikonya?" tanya Suryati lagi
"Sebenarnya aku gak masalah Bu Dhe, justru yang aku khawatirkan adalah Bu Dhe. Karena selama ini setiap orang yang ingin membantu kami selalu berakhir tragis dan aku tak mau Bu De mengalami hal itu," ucapku memberitahu semua nasib kelam orang-orang yang berniat membantu keluarga kami.
Wanita itu mengangguk, wanita yang merupakan sepupu ayahku itu seolah sudah paham dengan kondisi yang akan ia terima saat memilih membantu kami.
Ia bahkan tahu siapa saja orang yang sudah tewas saat ingin mengobati ibuku. Mulai dari bapak, sampai yang terakhir Mbah Sukardi ia tahu semua. Ia bahkan mengatakan jika mungkin Parewangan itu bisa saja mengincar kami, dan semua keluarga ibu.
"Sebenarnya masalahnya itu bukan hanya susuk dalam tubuh ibumu, Tapi Parewangan Mbah Kung yang sudah menguasai tubuh ibu," ucap Suryati menerawang
Aku berpikir jika sosok wanita bertubuh hijau yang ku lihat waktu itu adalah salah satu Parewangan yang dimiliki ibuku.
Bu Dhe Suryati membenarkan ucapan ku. Dia bilang itu adalah buto ijo yang membantu ibu mendapatkan kekayaan.
Mumpung Bu Dhe ada di sini akupun menceritakan tentang mimpiku yang bertemu dengan ibu dan Mbah Kung di gudang belakang rumah.
Bu Dhe kemudian menyarankan aku untuk mengecek gudang itu. Dia memintaku untuk mencari sesuatu di gudang itu.
"Mungkin saka kau akan menemukan petunjuk di sana Fik," ucap Bu De Sur
Sebenarnya hari itu dia ingin menemaniku mengecek gudang itu, tapi berkali-kali ponselnya terus berdering membuat konsentrasinya terganggu.
"Maaf ya Fik, Bu Dhe harus pulang dulu karena ada masalah lain yang harus Bu Dhe selesaikan," ucap Bu Dhe
"Iya gak papa, nanti biar Fikri aja yang ngecek Bu Dhe,"
"Ya le, hati-hati. Jangan lupa mandikan ibumu dengan air itu," jawab Bu Dhe kemudian pamit pergi
Sore itu aku menggunakan air dalam kendi untuk membasuh tubuh ibu.
Tidak lupa aku mengganti pakaiannya dengan kebaya warna Hijau seperti pesan terakhirnya.
Aku juga menyisir rambut Ibu yang tampak kusut. Selesai memandikan ibu aku melihat sebuah buku catatan usang yang tergeletak di meja samping ranjang ibu.
Dulu Bik Sumi suka membacakan isi buku itu setelah memandikan ibu, aku jadi penasaran apa isinya. Saat aku hendak membuka buku itu suara ketukan pintu membuat aku meletakan kembali buku itu.
Aku buru-buru turun ke bawah untuk melihat siapa yang datang.
Aku terkejut saat melihat Azam pulang berlumuran darah diantar teman-temannya.
Kata mereka Azam jatuh saat main sepeda. Berbeda dengan penuturan teman-temannya, Azam mengatakan jika melihat seorang wanita sengaja mendorong sepedanya hingga jatuh.
Tentu saja pengakuan Azam membuatku ketakutan.
Apa Azam akan jadi tumbal berikutnya??
Segera ku telpon Bu Dhe Suryati, aku hanya ingin memastikan jika dia baik-baik saja sepulang dari tempat ini.
"Alhamdulillah aku baik-baik saja le, kenapa kamu sampai ngos-ngosan gitu?" tanya Bu Dhe menggodaku
"Aku hanya panik aja Bu Dhe, aku takut terjadi sesuatu dengan Bu Dhe," jawabku
"Insya Allah aku baik-baik saja. Gimana dengan ibumu apa kamu sudah memandikannya?" tanya Bu Dhe
"Sudah,"
"Ya sudah kalau gitu aku persiapan sholat magrib dulu ya, kamu juga jangan lupa sholat. Ngaji juga biar para lelembut yang ada di tubuh ibumu pada pergi karena kepanasan," jawab Bu Dhe
Benar juga, selama ini aku tak pernah mengaji di rumah. Aku hanya membaca Alquran saat acara tahlil Bapak saja.
Malam ini aku sengaja mengajak azam untuk membaca Qur'an bersama-sama . Sekalian mengirim doa untuk ayah, aku juga mendoakan kesembuhan Ibu.
Aku sengaja memilih mengaji di kamar ibu, mudah-mudahan dengan sering di pakai ngaji para lelembut yang ada di kamar ini pada pergi seperti pesan Abu Musa dan Juga Bu Dhe Suryati.
Awalnya tidak ada sesuatu yang ganjil saat kami mengaji di sana. Semuanya berjalan lancar sesuai rencana. Namun saat aku membaca ayat ke tiga puluh surat Yasin tiba-tiba Azam berhenti membaca Yasin.
Matanya melotot seolah marah denganku.
"Kenapa Dek," tanyaku berusaha bersikap tenang
Dia terus melotot menatapku membuatku langsung mengusap mukanya berkali-kali karena ia masih saja melotot. Membuat ku berpikir mungkin dia marah karena ia sempat gak mau pas diajak ngaji. Azam memang tidak pernah mau masuk kamar ibu semenjak ia koma panjang.
"Ya udah kalau kamu capek, mending istirahat tidur daripada marah-marah begitu," ucapku mencoba menenangkannya.
Kali ini ia bahkan menepis lengan ku saat hendak mengusap wajahnya.
"Mau dianter apa gak?" tanyaku lagi
"Gak usah!" jawabnya ketus
Ia kemudian bangun dan berdiri. Namun Azam tak langsung pergi, ia tampak menatap kearah Ibu cukup lama. Aku kembali melanjutkan mengajiku.
Tiba-tiba saja Azam langsung menarik kopiah ku dan melemparkannya keluar.
"Apalagi sih de!" seruku mulai kesal dengan kelakuan Azam.
Kali ini saat aku hendak mengambil kopiah ku Azam mengikuti ku dari belakang. Saat aku membalikkan badan ia menyeringai membuat aku langsung istighfar.
Tentu saja, aku seperti melihat sosok lain dalam diri Azam. Ia kemudian mendekati ku dan berusaha mencekik ku. Aku berusaha menahannya tapi entah kenapa tenaganya begitu besar sampai aku kewalahan menghadapinya.
"Astaghfirullah hal adzim, nyebut dek, astagfirullah hal adzim," bisikku di telinganya
Azam terus meronta-ronta mencoba melepaskan diri dariku. Aku berusaha terus menahannya sambil membaca ayat kursi.
*Dug!!
"Awww!!" Aku merasa perutku begitu sakit saat Azam berhasil menyikut ku
Aku lihat dia berlari keluar saat aku masih memegangi perutku. Aku langsung bangun dan mengejarnya. Aku tak mau adikku kenapa-kenapa. Aku terus berlari mengejar Azam yang berlari menuju halaman belakang.
Ia kemudian berhenti di depan lesung yang suka di pakai ibu untuk menumbuk padi.
"Kamu mau ngapain Dek, sudah malam ayo tidur," ajak ku kemudian mendekatinya.
Azam menunjuk kearah lesung itu seolah memintaku untuk membuka penutupnya, namun aku menolak.
Aku perlahan menggandeng Azam dan mengajaknya kembali masuk ke dalam rumah.
Ku rasakan tubuh Azam begitu dingin, "Kamu sakit dek?" tanyaku sambil menempelkan telapak tanganku di keningnya.
Benar, tubuh Azam dingin seperti es. Buru-buru aku menggendongnya dan membawa azam ke kamar.
Aku langsung membaringkannya dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Aku takut Mas," ku dengar suara Azam begitu ketakutan
Ia menggenggam erat jemariku saat aku hendak meninggalkannya.
"Jangan tinggalin Azam Mas, aku takut!"
Karena Azam sakit dan terus merengek ketakutan, maka akupun tak melanjutkan mengaji di kamar ibu. Aku memilih untuk menemani Azam tidur. Namun saat aku berbaring di sampingnya aku terkejut saat melihat Azam berubah menjadi sosok Ibu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥
setelin aja, murrotal dari Hp. Biar setannya pergi
2024-01-02
3
Laila Arum
di suruh solat dan ngaji tp autornya g mau nuliss,,aneh
2023-11-19
1
Melia Mirzawati
ust abu musa ktnya mau bantuin kok malah jarang dtg
2023-10-27
1