"Tutup cerminannya dengan kain cepat!" seru Mbah Sukardi
Aku tak percaya, cermin yang setiap ku pandangi karena mengagumi kecantikan ibu saat menyisir rambutnya, ternyata sebegitu mengerikannya.
Memang ku akui cermin itu memiliki efek yang luar biasa melebihi efek tik tok. Aku masih ingat bagaimana wajah jerawatan ku bisa berubah mulus dan aku terlihat begitu tampan saat berkaca di cermin itu.
Sekarang aku paham, kenapa bisa begitu. Ternyata di dalam cermin itu ada penunggunya.
Buru-buru kuambil kain untuk menutupi cermin itu. Ku bentangkan kain hitam untuk menutupi cermin itu. Ku rasakan tubuhku seketika merinding saat berdekatan dengan cermin itu.
Tidak seperti biasanya kali ini aku merasakan benar-benar takut berada di dekat cermin itu.
Rasanya seperti ada sesuatu yang mengawasi ku di dalam cermin itu, namun aku tak berani menceritakannya kepada Mbah Sukar.
"Apa sudah di tutup?" tanya mbah Sukardi tampak khawatir
"Sudah Mbah," jawabku kemudian duduk di sampingnya lagi
Mbah menoleh kearah cermin untuk memastikan jika benda keramat itu benar-benar sudah di tutup. Tak lupa ia juga melihat kondisi ibu yang masih terbaring di atas ranjangnya.
"Sabar ya Le, berdoa saja kepada Gusti Allah semoga ibumu cepat pulih dan masalah kalian cepat selesai. Insya Allah setelah ini aku akan sering-sering menjenguk kalian," ucap Mbah kemudian pamit pulang
Aku sendiri yang mengantar Mbah sampai ke depan rumah. Mbah berjanji akan membantu mengobati sakit ibu. Tentu saja aku merasa senang karena hanya dia satu-satunya keluarga Ibu yang peduli dengan kami.
Tak ada tanda-tanda yang mencurigakan waktu itu. Namun selang beberapa jam setelah kepergiannya aku mendapat kabar jika Mbah Sukardi meninggal karena kecelakaan.
Saksi TKP mengaku melihat Mbah keluar dari mobil saat masuk di jalan tol. Beliau kemudian berjalan pelan menuju ke tangah jalan yang sedang ramai dipenuhi mobil-mobil yang melaju kencang. Tubuhnya terhempas setelah menabrakkan diri ke sebuah mobil yang melaju kencang. Tubuhnya hancur karena jasadnya tergilas beberapa mobil yang melintas.
"Tubuhnya hancur Fik, semua isi perutnya keluar dan berserakan di jalan, tangan dan kakinya pun terputus dan bertebaran di jalanan," tutur seorang saksi yang masih tetanggaku
"Astaghfirullah," ucapku dalam hati.
Aku benar-benar tak habis pikir kenapa semua orang yang membantu keluargaku harus bernasib malang.
Mbah Sukar di duga bunuh diri. Tentu saja itu membuatku shock saat mendengar kabar Mbah bunuh diri. Padahal tadi aku baru bertemu dengannya dan tidak ada yang aneh dengan dirinya.
Kematian Mbah Sukar membuatku sempat berpikir, Apa Abu Musa juga mengalami hal serupa. Karena sudah beberapa hari ia tak datang ke rumah untuk mendoakan Ibu.
Biasanya beliau datang setelah magrib khusus untuk mendoakan Ibu. Tapi sudah beberapa hari ini ia tak kelihatan batang hidungnya.
Bahkan di musholla pun tidak ada. Ada yang bilang beliau sakit keras dan dirawat di rumah sakit di kota. Ada yang bilang juga jika Abu sedang berdakwah di luar kota. Aku tidak tahu mana yang benar, tapi yang berharap semoga dia baik-baik saja.
Keluarga besar khususnya keluarga Mbah Sukardi langsung mengucilkan kami. Kami di jauhi keluarga besar karena dituding sebagai penyebab kematian Mbah Sukardi meninggal dunia.
Sejak peristiwa itu aku tak menampik jika hari-hariku dipenuhi rasa ketakutan. Sampai ucapan Mbah Sukar mengenai cermin yang berada di kamar ibu benar-benar meneror kami.
Aku kerap melihat sosok lain serupa ibu dari dalam cermin itu. Meskipun cermin itu sudah di tutup kain namun entah kenapa tetap saja aku ketakutan saat melewati cermin itu.
"Jangan salahin Mbah Kung ya, Ibumu yang serakah dia juga pasang susuk," ucap Mbah Siti istri Mbah Sukardi marah-marah saat ku telepon dia untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi kepada Mbah Sukardi.
Wanita itu tak henti-hentinya memarahiku bahkan menganggap ibu menjadikan Mbah Sukardi sebagai tumbal pesugihannya.
Tentu saja hal itu membuat aku marah, bagaimana mungkin ibuku menumbalkan keluarganya sedangkan ia sendiri sedang tak berdaya.
Aku juga menceritakan semua yang dilakukan oleh Mbah Sukar selama ia di rumahku kepada Mbah Siti, agar wanita itu tahu jika Mbah tidak dijadikan tumbal. Tiba-tiba telponnya di matikan seolah tak mau mendengar penjelasan ku. Aku hanya menahan sesak yang membuatku hampir menangis karena dituduh macam-macam.
Wajar saja Mbah Siti marah-marah, akupun tak bisa menyalahkan beliau. Mungkin jika aku dalam posisinya juga akan melakukan hal yang sama.
Malam harinya aku mendengar suara derap langkah kaki berlarian di kamar Ibuku.
Aku buru-buru keatas untuk melihat apa yang terjadi.
Ku lihat Azam tertawa riang berlarian di kamar ibu. Akupun menyuruhnya berhenti dan keluar dari kamar Ibu.
"Kamu lagi ngapain sih lari-lari di sini?" tanyaku
"Aku sedang main dengan ibu," jawabnya membuat ku ketakutan
Bagaimana tidak, azam bilang ibu sudah sembuh dan sedang berlarian dengannya. Sedangkan yang ku lihat ibu masih terbaring di ranjangnya.
Seketika ku lirik cermin yang ada di kamar itu. Seketika wajahku langsung memucat saat melihat kain penutup cermin sudah tersingkap.
"Siapa yang membuka tutup cermin itu?" tanyaku kepada Azam
"Ibu yang menyuruhku membukanya Mas," jawab Azam begitu polos
Azam mengatakan jika Ibu mendatanginya dan meminta ia membuka kain penutup cermin itu.
"Ibu bilang dia susah bergerak jika cermin itu di tutup, tubuhku seperti terikat le," jawab Azam menirukan ucapan ibu
Seketika aku langsung mengajak Azam keluar dari ruangan itu.
Aku berlari sekencang-kencangnya meninggalkan rumah kami tanpa menghiraukan ibuku yang terbaring sendirian di sana.
Karena tak ada tempat tujuan, aku mengajak Azam ke Musholla.
Aku berpikir sementara kami aman jika ada di sana.
Musholla adalah tempat suci, jadi mustahil lelembut itu akan mengejar kami kemari.
"Mas, Azam ngantuk," ucap Adikku
"Ya sudah tidur saja di sini," jawabku kemudian mempersilakan dia untuk tidur di pangkuan ku.
Saat azam tidur, aku berusaha untuk berdzikir dan berdoa meminta perlindungan kepada Gusti Allah.
Namun tiba-tiba rasa kantuk mulai menyerang ku hingga aku pun ikut tertidur sambil duduk.
Dalam tidurku aku melihat Mbah Sukardi mengalami hal serupa dengan bapak. Dia berteriak meminta tolong padaku saat puluhan burung gagak menyerangnya.
Burung-burung itu mematuk tubuh Mbah Sukardi hingga berdarah-darah. Mereka bahkan mencabik-cabik isi perutnya hingga semuanya terurai keluar.
Aku hanya bisa mematung tanpa bisa membantunya.
Aku berusaha meminta tolong namun suaraku tak keluar. Aku berusaha untuk membuka mataku namun entah kenapa rasanya susah sekali sampai suara derit pintu membuatku terjaga..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Mimik Pribadi
Disini Fikri kynya blum menjalankan nasihat Abu Musa utk lebih rajin beribadah dan berdo'a,,,,,
2024-01-29
1
Ass Yfa
perewangane minta sesajen kayakny
2024-01-29
0
💖⃟🌹Ʃеᷟʀͥᴎᷤᴀᷤ🌹💖👥
wah wah wah, udah gak bener nih si prewangan. Karena udah ada korban gara" dia
2023-12-19
0