Misteri Gadis Terpenggal

Misteri Gadis Terpenggal

BAB 1

Bab 1

Baru saja jam dinding berdentang dua kali. Kesepian malam bagai menjeritkan hening yang mampu menembus jiwa. Di ujung puncak itulah, tiba-tiba sebuah jeritan melengking terdengar menyentakkan jantung Pandu. Jelas itu suara jeritan Agnes.

Pandu nekat melompati pagar rumah Agnes. Ia tak menghiraukan suara adiknya, Dhamayanti yang berseru dengan suara tertahan, "Jangan ikut campur Pandu!.. Hei..! itu urusan keluarga orang lain"

Pintu rumah Agnes diketuknya dengan kasar. Pandu tak sabar, sangat cemas. Maklum belakangan ini ia sering melihat Agnes cekcok mulut dengan mamanya. Pandu Khawatir kalau mamanya khilaf dan menyakiti Agnes dengan cara keji.

Tetapi, waktu itu mamanya Agnes yang membukakan pintu pintu dengan wajah tegang. Perempuan separuh baya yang masih gesit mencari nafkah sendiri itu kelihatan panik. Ia bicara dengan tergagap ketika Pandu bertanya,

"Ada apa Tante? Ada Apa?" Tanya Pandu

"Ag... Agnes menjerit" Jawab ibunya Agnes

"Iya, ada apa dia menjerit?"

"Eh.. Entah.. Di.. dia ada didalam kamarnya.. Pin.. Pintunya terkunci" jawab ibunya Agnes yang masih kelihatan panik

Tanpa dipersilahkan, Pandu lansung saja masuk ke rumah itu dan menuju kamar Agnes. Ia menggedor pintu kamar sambil berseru, "Agnes...! Nes... ! Buka pintunya"

Terdengar suara Agnes yang menangis terisak. Pandu melirik mamanya Agnes, perempuan yang mengenakan gaun tidur tipis warna merah muda itu semakin kelihatan pucat wajahnya. Ia tampak ketakuatan dan cemas sekali. Pandu segera menyimpulkan, bahwa jeritan Agnes itu tidak ada hubungannya dengan mamanya

"Dengan siapa dia didalam tante?" Tanya Pandu

"Ssse setahu tante dia sendirian" Jawab ibunya Agnes yang masih kelihatan pucat

Tak sabar Pandu setelah mendengar Agnes menangis sambil menyebut namanya, "Panduuuu.... Tolooong"

Brakk.. Brak... Brakkk.. Pandu berusaha mendobrak pintu kamar Agnes. Pintu itu cukup kokoh. Terpaksa Pandu mengerahkan tenaganya dengan mundur beberapa langkah, kemudian berlari kearah pintu kamar sambil melompat. "Hiiiiaaaahh...!" Pintu itupun ditendangnya dengan kaki kanan, Braaaakkk !

Pintu berhasil terbuka jebol pada bagian kuncinya. Suara jebolan pintu itu semakin Membuat Agnes makin menjerit, pertanda semakin dicekam rasa takut.

Pandu dan mamanya Agnes segera masuk ke kamar itu, lalu keduanya sama-sama berhenti melangkah dan mememik. "Haaaahhh ?"

Sekujur tubuh mereka merinding. Jantung mereka bagai tidak berfungsi lagi. Berhenti, entah untuk berapa detik. Mata mereka tidak bisa berkedip. Membelalak lebar bersama mulut mereka.

Brukk... ! Mamanya Agnes jatuh pingsan. Agnes masih bisa berseru, " Mamaaa...!" Lalu, tangisannya kian menjadi. Sedangkan Pandu masih mendelik di tempat, tak mampu bergerak dan berbicara.

Apapun kengerian di dunia, mungkin tak akan ada yang mengalahkan kengerian yang ada di depan mata Pandu. Dengan jelas sekali, melihat Agnes menangis di atas ranjang. Kepalanya miring ke kiri, memandang ke arah Pintu

Ya. Hanya itulah yang ada di atas ranjang, hanya kepala Agnes. Kepala tanpa raga, tanpa bagian tubuh lainnya. Setitik darah juga tak ada di atas ranjang itu.

"Panduuu....!" Rengek Agnes di sela tangisnya yang menyayat dan mengharukan. "Panduuu.... dimana ragaku...! Oh, tolonglah aku..!"

Sebagai pemuda bertubuh tegap, kekar, berjiwa keras, tidak selayaknya Pandu menitikkan air mata. Tetapi, peristiwa yang nyaris membuat jantungnya pecah itu adalah peristiwa di luar jangkauan kendali jiwa manusia. Pandu tak dapat menahan kenyataan itu. Ia menangis tanpa suara. Hanya air matanya yang mengalir dipipi.

Rintihan Agnes seperti halnya suara ibunya saat hendak meninggal di rumah sakit akibat kecelakaan. Pandu ingat betul nada rintihan seperti itu. Dan sekarang rintihan tersebut disertai pemandangan yang amat mengerikan.

Apalahdaya Pandu sebagai manusia yang masih mempunyai emosi dan perasaan. Tak tahan ia, dipalingkan wajahnya. Tak mampu memandang Agnes yang tanpa Raga itu.

Tangis dan ratapan Agnes masih menyebut nama Pandu. Namun, Pandu tidak melakukan apa-apa, terengah-engah sambil memunggungi Agnes. Tangannya bersandar padan kusen pintu.

Matanya dipejamkan kuat-kuat. Ia mencoba mengendalikan keadaaan jiwanya yang shock dan jantungnya yang menjadi sangat lemah untuk berdetak.

Ayahnya Pandu yang sudah berusia enam puluh tahun lebih itu akhirnya datang juga bersama Om Harman dan istrinya serta Pak Musa, yang tinggal di seberang rumah Agnes.

Ketika mereka masih diruang tengah, Om Harman menegur Pandu dengan wajah tegang, "Pandu... Ada apa?"

Pandu tak bisa berbicara, Ia mencoba menelan ludahnya sendiri beberapa kali, tangannya bergerak-gerak memberi isyarat agar Om Harman melihat sendiri keadaan Agnes di dalam kamar.

"Astagfirullah....!" Pekik Om Harman dengan mata membelalak Lebar.

Agnes meratap, "Oom... Oom... Tolong Saya...!"

Gemetar suluruh tubuh Om Harman melihata keadaan Agnes. Sedangkan Pak Musa dan istrinya Om Harman terkulai dilantai dalam keadaan duduk, Pak Musa mencoba berpegang pada pundak ayahnya Pandu yang terbengong melongo dengan mata mendelik.

Tetapi keduanya sama-sama tak sanggup berdiri, lalu bergegas mencari tempat duduk. Pak Musa dan ayahnya Pandu menghempaskan tubuh mereka di sofa panjang yang ada di ruang tengah itu. Nafas mereka sama-sama terengah-engah.

Om Harman belum berani mendekat ke ranjang. Ratapan Agnes yang meminta tolong dengan menyebutkan nama Pandu lagi, membuat Pandu berpaling memandang kearah ranjang.

"Tolong Aku....!" suara Agnes mulai serak.

Dengan langkah gemetar dan jantung berdebar tak beraturan, Pandu pun akhirnya mendekati ranjang bersprai biru muda itu. Ada rasa takut dalam hati Pandu, ada rasa heran, sedih, dan curiga.

"Panduu.. dimanakah kakiku?... Mana tanganku ?... Pandu, Tak bisakah kau menolongku? Tolonglah... Tolong, Pandu.." Ratap Agnes

Siapa orangnya yang tahan melihat wujud kepala manusia tanpa raga namun bisa bicara dan meratap seiba itu? Apalagi gadis yang hanya memiliki bagian leher ke atas saja itu adalah gadis yang mejalin hubungan akrab dengan Pandu.

Sudah tentu emosi duka yang ada pada diri Pandu tak dapat ditahankan lagi. Air matanya kembali mengalir diluar kesadaran Pandu.

Pelan-pelan Pandu berlutut dilantai, tepat disamping ranjang. Kepala itu bergerak-gerak bagai hendak menggelinding mendekati tepian ranjang.

"Panduuu... apa yang terjadi pada diriku sebenarnya?"

Pandu menggeleng-geleng samar. Matanya masih tak berkedip, penuh dengan genangan air yang sejak sedewasa itu baru kali ini mengalir.

"Apakah aku sudah mati Panduuuu?" Ratap Agnes

Pandu menggeleng lagi. Mengigit bibirnya sendiri. Kemudian, dengan gemetar dan pelan-pelan tangan Pandu memegang kepala tanpa raga itu. 'Ohh hangat, kepala itu masih hangat. Masih jelas terasa bisa di pegang' Batin Pandu.

Andai saja saat itu tangan Agnes masih ada, pasti ia akan memeluk Pandu kuat-kuat dengan perasaan takut bercampur sejuta kesedihan. Sayang saat itu sepasang tangan yang berjari lentik itu tidak ada, Maka Agnes hanya bisa menangis, kepalanya bergerak-gerak pertanda ingin dipeluk oleh Pandu.

Kini kedua tangan Pandu memegan kepala Agnes. Rambut gadis itu yang dipotong pendek sedikit diremasnya. Agnes memejamkan mata sambil menangis terisak-isak.

Jari-jemari Pandu mengusap ari mata yang membasahi wajah Agnes. Pelan sekali. Tampak gemetaran. Dan. mata Pandu menyempatkan menatap apa sebenarnya yang ada di depan matanya itu.

Sungguh suatu pemandangan yang nyata. Hanya kepala Agnes yang ada. Kepala itu bisa bicara, bisa menangis, sekalipun tanpa memiliki raga. Bagian lehernya tidak ada bekas potongan sama sekali. Tak ada darah sama sekali di sekitar lehernya.

Hanya saja, bagian leher itu tampak merah semerah daging segar. Urat-uratnya yang berwarna biru keputih-putihan itu melekat pada leher bagian dalam. Menjijikkan, mengerikan, namun juga menyedihkan.

Rupanya Om Harman segera memanggil beberapa tetangga, terutama Ketua RT setempat. ada sekitar tujuh orang yang datang ke rumah Agnes. Pada umumnya mereka memekik sambil berbalik arah begitu melihat kepala Agnes yang tanpa raga.

Makin lama makin gempar peristiwa itu. Makin banyak yang datang, makin gaduh suara mereka di luar kamar. Polisi pun sempat datang setelah dihubungi oleh Pak Musa melalui telepon. Petugas dari kepolisian pun sempat buang muka begitu melihat keadaan Agnes, karena rasa tak teganya.

"Pandu... pangkulah aku...," bisik Agnes ketika ia melihat banyak orang yang berdesak-desakan ingin masuk ke kamarnya.

Dengan hati-hati, kedua tangan Pandu mengangkat kepala Agnes. Masih saja timbul desiran duka di hati Pandu saat mengangkat kepala Agnes.

"Aku ingin memelukmu, Pandu..." bisik kepala gadis itu

Perih sekali hati Pandu mendengar ucapan itu. Maka, ia pun menempelkan wajah Agnes kepipi nya, seakan sedang memeluknya. Saat itu tangis Agnes semakin menderu. "Akuu.... Aku takut Pandu"

Merinding sekujur tubuh Pandu, tapi tak pernah ia hiraukan hal itu. Cukup lama Pandu memeluk kepala Agnes tanpa bisa bicara sepatah kata pun.

Setelah beberapa saat, Agnes minta diletakkan diatas pangkuan Pandu. Permintaannya dituruti, wajah Agnes ada di pangkuan Pandu menghadap ke arah depan.

Seorang petugas polisi berkeringat dingin mengajukan pertanyaan kepada Agnes. "Anda bisa mengenali saya...?"

"Pak Polisi.." Jawab Agnes

"Ya. saya petugas dari kepolisian . Hmmm.. Anda ingat siapa orang yang memenggal kepada anda..?" Tanya polisi itu

"Tid...ti.. tidak." Jawab Agnes dalam dekapan tangis.

"Bi... Bisa menceritakan awal kejadian ini, Non Agnes?"

"Ti.. tidak. saya tidak tahu pak. Sa.. Saya tidur. Begitu saya bangun, Mmmau menggeliat, sa... saya tidak bisa bergerak.

saya merasa kaku. saya... saya kira, saya memandang kearah kaki, saya tidak melihat kaki dan tangan saya. Dan... dan waktu saya memandang kearah cermin.."

"Saya... saya tidak melihat raga saya.. Cer.. cermin itu membuat saya tahu, bahwa leher saya dalam keadaan putus" ratap Agnes dengan mata terpejam dan air mata membanjir lagi

Kasus ajaib itu akhirnya menyebar dengan cepat. Banyak orang berdatangan pada siang harinya. Mereka ingin melihat keadaan Agnes. Pada umumnya mereka tidak percaya, ada kepala tanpa raga namun masih bisa bicara.

Polisi segera mengamankan rumah tersebut selama 24 jam. Para Wartawan yang berjubel dan dengan caranya sendiri berusaha memotret Agnes, tidak bisa bergerak dengan leluasa. Namun ada satu dua Wartawan yang berhasil memotret Agnes, dan beritanya cepat termuat di koran-koran,

Polisi dan beberapa petugas dari kedokteran memeriksa kamar Agnes secara detail. Tiap jengkat tempat itu di selidiki dengan menggunakan kaca pembesar. Ternyata sampai mereka tuntas memeriksa kamar tersebut, mereka tidak menemukan secuilpun sisa daging tubuh Agnes.

Dinas kesehatan memeriksa kepala Agnes dengan berbagai peralatan canggih. Ternyata mereka semua sependapat, bahwa Agnes benar-benar tidak memiliki raga. Tidak ada unsur tipuan mata atau hal-hal yang bersifat penipuan.

Seorang dokter memberi penjelasan kepada beberapa wartawan,

"Dia tidak memiliki jantung, tidak memiliki paru-paru, tapi dia bisa bernafas dengan normal."

"Apa kesimpulan yang diperoleh para medis Dok" Tanya seorang wartawan.

Dokter itu tak bisa menjawab. Dokter yang satunya gelagapan. Dokter yang satunya lagi mengangkat bahu. Semuanya tidak ada yang tahu, apa sebenarnya yang terjadi dan menimpa diri Agnes.

"Saya ingin pulang Dok.. saya tidak mau tinggal di laboratorium, Saya bukan manusia kan? saya bukan hewan percobaan, Dokter....!" Kata Agnes ia menuntut segala.

Berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, akhirnya para dokter mengizinkan kepala Agnes di bawa pulang. selama itu, Mamanya Agnes tak permah berhenti menangis. Bahkan kadangkala ia jatuh pingsan dan sadar kembali, menangis lagi.

"Untuk mencegah gangguan kejiawaan pada mamanya Agnes, Biarla Agnes bersama saya" kata Pandu kepada hadirin yang hadir dalam rapat RW darurat itu.

"Sebaiknya biar polisi yang menyimpan kepala Agnes" kata salah satu peserta rapat.

"Tak bisa !. Agnes tidak akan mau, ia masih ingin diperlakukan seperti manusia. Ia akan semakin sedih jika dia berada dalam suata suasana yang bersifat memenjarakan dirinya" Jawab Pandu Tegas.

"Kalau begitu, biarlah Agnes sendiri yang menentukan dimana dia akan tinggal. Yang jelas jangan terlalu sering dipertemukan dengan Nyonya Mirah, mamanya itu."

Ketika beberapa Staf RW, kepolisian, dinas kesehatan, dan aparat lainnya datang kerumah Agnes, mereka mengajukan pertanyaan kepada Agnes tentang dimana ia ingin tinggal. Waktu itu mamanya Agnes masih menangis dan tak bisa ikut berkata apa-apa.

"Saya tidak mau dipakai sebagai penelitian oleh siapapun. Tolong hargai saya sebagai manusia, sekalipun kehadiran saya tidak normal." Kata Agnes dengan jiwa di kuat-kuatkan.

"Justru kami ingin bersikap seperti yang kamu inginkan itu Agnes." Kata Om Harman, mewakili mereka

Agnes meilirik, dan memang ia hanya bisa melirik kesana-sini. menatap wajah mereka satu persatu. Pak RT menjelaskan tentang efek buruk jika Agnes masih bersama mamanya.

Setelah beberapa saat mempertimbangkan, Agnes memberikan jawaban sambil meilirik Pandu yang sedang menenangkan mamanya Agnes yang masih Menangis.

"Kalau boleh.. saya ingin tinggal beberapa saat bersama Pandu." Agnes memilih Pandu

Mereka menatap Pandu. Mereka menghela napas. Pandu sendiri yang memandang sendu kepada Agnes, menyimpan rasa haru yang sudah berulang kali mengiris hatinya. Akhirnya, mereka menyetujui pilihan Agnes.

Dengan susah payah, mamanya Agnes yang dimintai pendapat segera berkata,

"Sa... saya memang tidak tahan dan tidak tega melihat keadaan Agnes yang demikian. Jika dia bersama Pandu, maka itu berarti itu tidak jauh dari saya, tapi juga tidak berada dekat dengan saya. Ohh.. Agnes maafkan mama. Mama masih belum sanggup melihat keadaanmu yang terus-terusan seperti itu. Rasanya Mama lebih baik mati ketimbang melihat kau menderita seperti ini Agnes....!"

Pandu dan ayahnya tidak keberatan. Bahkan keputusan Agnes itu sangat diharapakan oleh Pandu. Cuma Dhamayanti, adiknya Pandu yang tidak setuju dengan rencana itu.

Ia benci kepada Agnes, dan sangat tidak setuju jika Agnes tinggal di rumahnya.

"Kenapa kau selelu bermusuhan dengannya sih..?! Ada apa sebenarnya antara kau dengan Agnes ?" Tanya Pandu Curiga

Terpopuler

Comments

Clarissa0611

Clarissa0611

untuk semuanya.. makasih ya..
maaf kalo misalkan ada kata² yg salah / typo ataupun cerita yang kurang menarik.....
jgn lupa subrek ya Gaess.. makasih..semoga sehat selalu kalian🥰🙏

2023-07-17

0

Graziela Lima

Graziela Lima

Gaya bahasa penulisnya enak banget, bisa ngebuat baper atau ketawa-ketawa.

2023-07-17

1

Mehayo official

Mehayo official

Bener-bener rekomendasi banget buat penggemar genre ini.

2023-07-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!