Usai mendapat uang dari Om Bobby, Ariel pergi ke Bank. Ia menabung uang pemberian Om Bobby untuk berbagai rencana yang sudah ia susun. Ariel hanya memegang uang seratus ribu untuk pegangan hidup dan membelikan mertuanya semangkuk bakso sebagai tanda jasa sudah menjaga Galang.
Hati Ariel gembira bukan main. Hanya dengan memakai daster dan memasak nasi kuning, ia sudah mendapat uang lima ratus ribu. Sungguh pekerjaan yang mudah sekali. Semakin sering ia bekerja untuk Om Bobby, semakin banyak uang tabungannya, semakin cepat ia pergi dari sisi Wawan.
"Makasih ya, Bu, sudah menjaga Galang. Ini buat Ibu." Ariel memberikan bakso yang dibelinya untuk mertua yang menjaga anaknya.
"Iya, Riel. Kamu tak perlu repot. Galang tidak rewel kok, dia tahu Mamanya sedang mencari uang."
"Aku pamit pulang ya, Bu. Besok aku titip Galang lagi ya, Bu."
"Iya, Riel. Kamu tenang saja, Galang itu cucu Ibu, pasti akan Ibu jaga." Ariel pulang dari rumah mertuanya dengan hati riang. Memang benar kata orang, punya uang bisa membuat beban hidup sedikit berkurang. Ia siap menerima semua request aneh dari Om Bobby kalau bayarannya seperti ini. Toh mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Ternyata penyakit impoten Om Bobby merupakan ladang rejeki buat Ariel.
Galang baru saja Ariel suapi dan tertidur pulas dengan perut kenyang. Sebagai seorang Ibu, Ariel ingin terus memberikan yang terbaik untuk anaknya. "Semoga Mama bisa terus memberikan kamu makanan yang bergizi ya, Nak," kata Ariel sambil tersenyum.
Senyum di wajah Ariel menghilang ketika pintu rumahnya terbuka. Wawan pulang dengan wajah kusut dan bau minuman keras. Ariel memutar bola matanya dengan malas. Sekarang mau siang atau malam, Wawan selalu mabuk.
"Riel! Ambilkan minum!" kata Wawan.
Ariel berdiri dan menuangkan segelas air putih untuk suaminya. Tanpa kata, Ariel menaruh gelas di dekat Wawan.
"Duduklah. Ada yang mau aku bicarakan!"
Ariel duduk dengan malas. Ia tahu pasti apa yang akan dikatakan Wawan bukanlah hal yang baik.
"Riel, tadi siang Mas tak sengaja menjatuhkan laptop milik kantor. Layarnya rusak. Mas harus ganti."
Ariel tetap diam tak mau berkomentar apa-apa. Ia tak akan memberikan uang yang susah payah dirinya hasilkan. Biarkan saja Wawan yang bertanggung jawab atas kesalahannya.
"Riel, Mas pinjam gelang kamu ya!" Wawan menatap gelang emas yang dulu ia berikan sebagai salah satu mahar pernikahan mereka. Gelang itu melingkar di pergelangan tangan kiri Ariel.
Merasa gelang miliknya diincar oleh sang suami, cepat-cepat Ariel memegangnya. "Tidak, Mas. Kalungku saja sudah Mas pinjam untuk membayar hutang, nyatanya sampai sekarang belum Mas ganti!"
"Nanti Mas ganti, Riel. Ini darurat. Kalau Mas tidak membetulkannya, Mas bisa kena surat peringatan!" Wawan mendekat pada Ariel.
"Tidak, Mas. Gelang ini sengaja aku simpan untuk dipakai di saat darurat!" tolak Ariel.
"Bukankah sekarang saat darurat? Kenapa sih kamu pelit sekali dengan Mas? Kalau Mas sampai kehilangan pekerjaan, siapa yang akan menghidupi kalian berdua?" Wawan kini sudah di samping Ariel. Matanya menatap gelang yang dipegang erat oleh tangan Ariel yang lain.
"Aku tak mau, Mas. Mas pinjam saja dengan teman Mas yang lain!" tolak Ariel lagi. Gelang tersebut rencananya akan Ariel gunakan untuk membayar uang pendaftaran saat Galang masuk sekolah nanti. Tentu Ariel harus mempertahankan perhiasan miliknya tersebut.
Wawan yang emosi mencoba mengambil gelang milik Ariel dengan paksa. "Jangan, Mas! Itu milikku!" Ariel tak memberikan gelang tersebut pada suaminya.
Terjadi pertikaian di antara keduanya. Sampai akhirnya Wawan menarik Ariel dengan kasar sampai kepala Ariel terbentur lemari dan membuat keningnya memar.
Bukannya minta maaf, Wawan malah mengambil gelang yang Ariel pakai di saat Ariel lengah. "Aku pinjam! Aku akan ganti nanti!"
"Mas, jangan, Mas. Itu buat sekolah Galang nanti," pinta Ariel dengan memelas. Keningnya masih berdenyut dan ia harus mempertahankan hartanya bagaimanapun caranya.
"Apa sih susahnya menurut sama suami? Aku tuh sudah minta baik-baik ya sama kamu. Dasar istri pelit! Istri tuh harus ada di saat suami susah. Jangan mau senangnya saja!" maki Wawan. Bau alkohol menyeruak dari mulutnya.
"Kapan Mas memberikanku kebahagiaan? Mas saja lupa denganku dan Galang. Mas menghabiskan uang gaji Mas untuk judi dan minuman keras. Mas seharusnya sadar bukan malah semakin menjadi-jadi!" balas Ariel. Ia masih berusaha menggapai tangan Wawan agar mengembalikan gelang miliknya.
"Berisik ya kamu! Kamu mau apa? Kebahagiaan? Sini, Mas kasih. Kamu mau disayang macam wanita lain? Sini, kebetulan Mas lagi kepengen nih!" Wawan tersenyum penuh maksud.
Wawan membuka kemejanya dan menatap Ariel dengan tatapan berbeda. "Sudah lama Mas tidak mencicipi kamu. Goyangan kamu memang mantap. Tak sia-sia dulu kamu menjual diri!"
Sambil memegang keningnya yang memar, Ariel menolak ajakan Wawan. Ariel berdiri dan hendak pergi namun Wawan menarik tangannya. "Mau kemana kamu?"
"Aku tak mau, Mas. Kembalikan gelangku!" tolak Ariel. Hilang sudah rasa yang ia miliki untuk Wawan. Hatinya sakit selalu dikatai oleh Wawan.
"Tidak mau? Hey, kamu lupa kalau kamu tuh istriku? Tugasmu melayani suami dan menuruti perintah suamimu! Cepat, buka bajumu!" paksa Wawan.
"Aku tak mau!"
"Oh ... kamu sukanya dipaksa ya?" Wawan lalu memaksa Ariel memuaskan hasratnya.
"Mas, jangan, Mas!" Ariel berusaha menolak namun ia kalah dengan kekuatan yang Wawan miliki. Dengan kasar Wawan menyetubuuhi Ariel.
Ariel masih berusaha melawan, semakin melawan Wawan semakin senang melihatnya. Sampai akhirnya Ariel menyerah. Ia memilih menahan isak tangisnya agar Galang yang sedang tertidur pulas tidak terbangun dan melihat kebiadaban Papanya.
Setelah puas melepaskan hasratnya, Wawan tersenyum seakan tak berbuat salah sama sekali. "Begitu saja menangis. Seperti sedang aku perkoosa saja. Aku tuh suamimu. Aku berhak meminta jatahku. Gelang ini aku pinjam, nanti aku ganti!"
Wawan lalu pergi meninggalkan Ariel yang menangis menahan rasa sakit di bagian intinya. Ariel sangat marah diperlakukan seperti ini. "Kalau saja aku punya uang, sudah kubawa pergi Galang dari kamu, Mas! Sayang, aku tak mau kedua orang tuaku tahu kalau anaknya hidup menderita. Sudah cukup aku membuat mereka malu dengan masa laluku, sekarang tidak lagi. Aku tak mau menjadi beban mereka lagi."
Ariel masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya berkali-kali. Ia merasa jijik dengan bekas sentuhan Wawan di tubuhnya. Hilang sudah rasa cinta dalam diri Ariel pada suaminya tersebut. Suami yang dulu amat ia cintai dan sangat baik sampai membuat Ariel luluh dan mau menerima pinangannya.
"Om Bobby ... andai suamiku selembut dirimu, Om ...."
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
iin
Mindset kayak gini nih hasil dari didikan jaman kompeni dimana yg namanya anak kudu bisa buat bangga, haram buat malu org tua 😒
2024-03-14
2
Rustina Idong
aku suka ceritanya
2024-02-03
2
Nurhayati Nur
aku suka ceritanya thor,,,,,
2023-11-24
2