Om Puas Aku Lemas
"Ariel!"
"Bobby!"
Ariel Anastasia mengulurkan tangannya pada Om Bobby, lelaki berusia 37 tahun yang masih terlihat tampan dan gagah. Tubuhnya tinggi tegap dengan tatapan tajam bak belati.
Om Bobby menyambut uluran tangan Ariel seraya meneliti dari ujung rambut sampai ujung kaki wanita yang ia sewa malam ini. Ariel berusia jauh lebih muda darinya, sekitar 25 tahun. Tubuhnya montok berisi namun terlihat seksi dan sedap dipandang.
"Masuklah!" Om Bobby membuka pintu kamar hotel bintang lima dan membiarkan Ariel masuk ke dalam.
"Aku ... boleh mandi dulu, Om?" tanya Ariel dengan suara pelan dan agak takut.
Om Bobby mengerutkan keningnya heran. Bukankah Ariel sudah pengalaman sebagai sugar baby? Kenapa sikapnya seakan baru sekali menjual diri?
"Silahkan!"
Om Bobby duduk di sofa menunggu Ariel membersihkan tubuhnya. Tak lama Ariel keluar dengan memakai bathrobe. Bibirnya yang agak tebal terlihat seksi dengan rambut yang masih basah. Harum shampoo dan sabun yang dipakainya menyeruak masuk ke indra penciuman Om Bobby. Wangi sekali.
"Om mau aku melakukan apa?" tanya Ariel dengan wajah pasrah.
"Lakukan apapun agar 'dia' bereaksi!" Om Bobby menunjuk bagian inti dirinya yang masih rata. Tak ada pergerakan apapun meski melihat Ariel memakai bathrobe.
"Ba-baik, Om."
Ariel pun mulai mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Bayangan anaknya yang sakit dan butuh biaya membuatnya nekat melakukan hal yang sudah lama tidak ia lakukan.
Ariel melangkah pelan seraya melepas tali bathrope yang ia pakai pelan-pelan. Tali tersebut sengaja ia gigit di bibirnya, memberi kesan seksi bak di film-film biru yang dulu sering ia tonton.
Bathrope yang Ariel kenakan tersibak, memperlihatkan tubuh polosnya yang masih kencang, padat dan seksi. Mata Ariel melirik bagian inti milik Om Bobby yang masih tertidur tenang tanpa bereksi. Masih kurang usahanya.
"Boleh saya melakukan yang lain, Om?" Ariel menunjuk bibir dan tangannya yang kosong sebagai pertanda service apa yang akan ia berikan.
"Tak perlu lakukan itu, yang lain saja!" tolak Bobby. "Aku mau lihat kamu menari!"
Ariel tersenyum seraya mengedipkan sebelah matanya. "Tentu, seperti yang Om minta," kata Ariel dengan nada manja.
Ariel pun mulai menari gerakan-gerakan seksi di depan Om Bobby. Setiap gerakannya selalu ditatap lekat oleh Om Bobby yang terlihat menikmati penampilan Ariel yang menghibur.
Satu menit, sepuluh menit bahkan setengah jam Ariel menari namun bagian inti Om Bobby tak juga bereaksi.
"Sial! Ternyata aku harus melayani Om-om impoten!" rutuk Ariel dalam hati. "Kalau bukan karena butuh uang, tak mau aku kembali lagi ke dunia ini!"
"Sudah cukup!" Om Bobby berdiri dan mengambil dompet miliknya. Dikeluarkannya uang lima ratus ribu rupiah lalu diberikan pada Ariel. "Segini bukan tarifmu?"
"I-iya, Om." Ariel menerima uang yang Om Bobby berikan. "Kita ... mau lanjut ke tempat tidur, Om?"
"Tak usah. Pekerjaanmu sudah selesai. Pakai bajumu kembali dan pulanglah!" kata Om Bobby dengan dingin.
Ariel menatap uang kertas merah di tangannya. Semudah ini ia mendapatkan uang, tak perlu melakukan hubungan suami istri, uang sudah di tangan. "Terima kasih, Om!"
Ariel tersenyum senang. Ia cepat-cepat memakai pakaiannya. Saat Ariel pamit, Om Bobby sedang menikmati pemandangan langit malam sambil menyesap rokok. Entah mengapa timbul rasa kasihan dalam diri Ariel.
"Sayang sekali, Om Bobby tampan namun impoten. Kalau saja tidak impoten mungkin kami sudah ...."
****
Beberapa jam sebelumnya.
"Ning, tolong bantu aku. Aku butuh uang. Anakku sakit, Ning." Ariel memohon dengan sangat pada Wening, teman sesama sugar baby yang kini sudah sukses.
Wening hidup dengan nyaman di sebuah apartemen. Sugar Daddy yang memberikan semua yang Wening mau.
"Kamu sudah meminjam padaku beberapa hari lalu, Riel. Yang kemarin saja belum kamu kembalikan eh sekarang kamu mau meminjam lagi," sindir Wening dengan pedas.
"Mau bagaimana lagi, Ning. Aku benar-benar butuh uang. Kemarin aku pinjam karena susu anakku dan beras di rumahku sudah habis. Sekarang aku pinjam karena aku sakit. Sudah dua hari dia demam, Ning. Aku mau bawa ke dokter yang lebih paten, kemarin hanya minum obat penurun panas yang beli di warung. Hanya turun sebentar eh naik lagi. Tolonglah, Ning. Hanya kamu yang bisa aku mintai tolong. Hidup kamu sudah enak sekarang. Mewah. Apa susahnya kamu membantuku, Ning?" pinta Ariel agak sedikit memaksa.
"Aku hidup begini juga karena aku kerja keras, Riel. Kamu tahu sendiri bagaimana capeknya melayani Sugar Daddy, apalagi kalau dia sudah pakai obat kuat. Sampai remuk tubuhku. Salah kamu sendiri sih pakai berhenti jadi sugar baby. Sok-sokan taubat eh sekarang kamu butuh duit juga!" cibir Wening.
Perkataan Wening yang pedas tak Ariel pedulikan. Ia hanya memikirkan anaknya yang butuh uang untuk berobat ke dokter. "Tolonglah aku, Ning. Sekali ini saja!" pinta Ariel dengan sangat.
"Tak mau aku. Orang kalau sekali dipinjami uang, akan minjam lagi dan lagi. Kamu pikir nyari uang itu gampang? Meras keringat aku untuk mendapatkannya."
Ariel menunduk sedih. Entah bagaimana lagi ia mendapatkan uang untuk berobat Galang, putranya yang berusia dua tahun.
Wening melirik Ariel yang terlihat sedih. Ada rasa tak tega dalam dirinya, namun memberi pinjaman terus pada Ariel pun dia tak mau.
"Begini saja, aku tak bisa bantu kamu kalau masalah uang, kalau masalah pekerjaan aku bisa bantu," kata Wening membuat Ariel terlihat sedikit tertarik.
"Pekerjaan apa? Aku bisa membersihkan apartemenmu dan juga mencuci serta setrika pakaianmu," jawab Ariel dengan semangat.
"Tak perlu. Apartemenku kecil dan pakaianku cukup di laundry saja. Pekerjaan lain maksudku, kamu mau?" tawar Wening.
Ariel mengerutkan keningnya. Perasaannya tak enak saat Wening mengatakan pekerjaan lain. "Pekerjaan apa?"
"Ya ... apalagi? Jadi sugar baby macam aku, atau bahasa kasarnya ... melonte? PSK? Pelacuur? Mau?" tawar Wening.
Susah payah Ariel menelan salivanya. Pekerjaan di masa lalunya yang kelam, yang dengan susah payah ia tinggalkan kini malah kembali ia ditawarkan. "Aku ... jadi PSK lagi? Aku sudah menikah, Ning!"
"Ya sudah, minta saja uang sama suamimu itu! Apa dia bisa memberikanmu uang?" tanya Wening dengan nada merendahkan.
Ariel terdiam, bayangan Galang yang tadi pagi lemas karena demam terus melintas di pikirannya. Keselamatan Galang yang utama. Jika tidak dengan usaha sendiri, darimana Ariel bisa mendapatkan uang untuk berobat Galang?
"Apa ... yang harus aku lakukan, Ning?" tanya Ariel setelah membuat keputusan.
Wening tersenyum. "Gampang. Sore ini, datanglah ke Hotel XX kamar 801. Ada Om Bobby yang akan menunggumu. Pakai saja bajuku, ingat, jangan lupa kembalikan. Kalau tak ingat kamu adalah temanku, sudah aku makan sendiri pekerjaan ini!"
"Makasih, Ning. Mana baju yang harus aku pakai?"
****
Hi Semua! Ketemu lagi dengan karya baruku. Yuk add favorit, like, komen dan vote tentunya 🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Aas Khasbiyah Khalik
ariel temen nya luna kan ini
2023-12-08
3
mamae zaedan
mampir,,,, dri judulnya aja sudah geregert🤭😏
2023-11-06
1
Nori Hapsah
ceritanya tobat tapi salahnya menikah dgn pria pemabuk wah tobatnya bisa gagal.
2023-11-04
1