Satria berjalan santai menuju ke ruangannya dan menyempatkan diri untuk berhenti sejenak di depan meja kerja Winda.
"Win.... siang ini saya ada tamu, nanti langsung suruh masuk saja ke ruangan saya ya."
"Laki-laki atau wanita pak tamunya?" tanya Winda memastikan, karena takut salah orang.
"Cewek!" jawab Satria cepat yang langsung dianggukin oleh Winda.
"Ngapain kamu senyum-senyum gitu!" tegur Satria judes.
"Siapa yang senyum sih pak?" tanya Winda membela diri, dia kan ikut bahagia kalau boss nya ini sudah bisa membuka hati kembali untuk wanita, karena jujur saja mengabdi kepada cowok jomblo itu butuh tenaga yang kuat.
Satria mendengus kasar dan berlalu menuju ke ruangannya karena tahu apa yang dipikirkan oleh Winda.
Setelah kemarin sempat bertemu dengan Gelsey, sedikit banyak pria itu bisa tenang, karena Gelsey juga sama seperti dirinya menetang perjodohan ini hingga mereka bisa mengatur perjanjian pranikah yang hanya diketahui oleh dirinya dan wanita itu.
Entah kenapa meski Satria sudah tahu bahwa Gelsey menolak dirinya dan perjodohan ini justru semakin membuat Satria ingin membalaskan sakit hatinya kepada Bramenda dengan memperlakukan Gelsey dengan kejam.
Satria lalu membuka laptop dan mulai mengetik klausul-klausul surat perjanjian pranikah nya dengan Gelsey.
Dirinya tak mungkin meminta bantuan kepada Winda, karena hal ini merupakan sesuatu yang perlu ia rahasiakan dari siapapun.
Tok... tok....
Ketukan di pintu ruangannya terdengar tepat ketika Satria selesai mengetik perjanjian tersebut.
"Masuk!" Seperti biasa suara tegas dan dingin keluar dari bibir Satria.
"Pak, tamunya udah dateng," ucap Winda sambil mengantarkan Gelsey memasuki ruangan.
"Duduk Gel." Satria berdiri sambil membawa beberapa lembar kertas yang baru saja dia print.
Gelsey menurut, ia duduk di sofa single yang ada di sana, menghindari sofa panjang karena akan terlihat terlalu dekat dengan Satria.
"Maaf mbak, mau minum apa?" tanya Winda sopan.
"Air putih aja mbak," jawab Gelsey lembut tak lupa mengulas senyum tipis yang membuat dada Satria berdesir pelan.
"Ditunggu ya mbak." Winda berlalu dari sana dan tak lama kemudian membawa nampan berisi kopi untuk Satria dan air putih untuk Gelsey.
Setelah Winda keluar, Satria menyerahkan kertas tersebut kepada Gelsey.
"Baca dulu kalo ada yang ingin kamu ubah, kamu bisa bilang ke saya."
Gelsey mengangguk dan membaca tulisan di atas kertas itu dengan seksama, beberapa kali kening gadis itu berkerut tanda dia tak setuju dengan isi surat perjanjian tersebut.
"Mas.... ada beberapa yang aku nggak setuju deh," ucap Gelsey sembari meletakkan kertas itu di atas meja.
"Yang mana?" tanya Satria.
"Yang point tujuh, aku nggak setuju kalo aku nggak boleh minta uang sama orang tuaku, aku menyetujui perjodohan ini kan biar bisa dapet jatah lagi dari papa," jawab Gelsey sewot.
"Ya jangan gitu dong Gel, muka saya mau ditaruh dimana kalo kamu masih minta uang bulanan sama papa kamu, tahan dulu sampai nanti kita berpisah baru kamu bisa minta lagi ke papamu," tegur Satria lembut.
"Tapi mas Satria tahu nggak aku jajannya berapa sebulan?" tanya Gelsey dengan nada panik.
"Ya harus mulai direm Gel, masak sudah jadi istri masih mau main aja."
Gelsey mengerucutkan bibir tanda tak setuju dengan poin tujuh itu.
"Selain itu apalagi?" tanya Satria mengabaikan protesan Gelsey.
"Berlaku mesra di hadapan orang lain!"
"Kita kan suami istri, masak di depan orang lain kita cuek-cuekan sih?!" tanya Satria bingung.
"Aku punya pacar mas, kalo pacarku tahu gimana?" celetuk Gelsey lirih.
"Ya putusin aja kalo nggak mau nerima pernikahan bohong-bohongan kita," sahut Satria cuek.
"Mas!" rengek Gelsey membuat jantung Satria kembali berulah.
'Ini beneran mau diterusin nggak sih? Kenapa jantung gue mendadak deg-degan kayak gini melihat senyuman dan rengekan gadis kecil ini?' tanya Satria dalam hati.
"Ya udah deh aku terima, asal mas nggak larang-larang aku buat main sama sahabat aku dan ketemu pacar aku." Ucap Gelsey pasrah.
"Yang penting kamu bisa jaga nama baik saya saja nggak masalah, dan kamu juga nggak boleh ikut campur urusan saya ya."
"Oke."
Lalu setelah penandatanganan perjanjian diatas materai itu selesai, Gelsey pamit pulang kepada Satria.
Winda yang melihat pintu di depannya terbuka langsung berdiri dan menganggukan kepala sopan.
"Mari mbak," pamit Gelsey sopan lalu pergi darisana.
"Siapa tuh pak?" tanya Winda kepo sambil mengekori Satria ke dalam ruangan bosnya itu untuk mengangkut gelas kotor bekas Gelsey dan Satria.
"Kepo!" jawab Satria ketus.
"Cantik pak, pacar ya?" lanjut Winda tanpa takut dijutekin Satria lagi.
Satria mencibir sinis kepada Winda atas pernyataan Winda barusan.
"Ya emang sih dilihat dari mata telanj*** cakepan yang ono, tapi percaya deh kalo mbaknya tadi mau berdandan sedikit pasti cetaran yang ini, soalnya hidupnya nggak banyak drama kayak yang ono," ucap Winda santai.
"Maksud kamu apa?" tanya Satria judes.
"Biar bapak cepetan move on dari yang ono, biar bapak nggak marah-marah melulu sama saya," jawab Winda cuek sambil ngeloyor dari ruangan bosnya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments