Bab 06

Rayya mempersilahkan pria yang ditugaskan menjadi asistennya untuk masuk dan duduk di kursi depan meja kerjanya. Rayya kembali menatap pria itu, dan mulai fokus dengan tujuannya saat ini.

"Jadi kamu yang ditugaskan oleh Mamah saya sebagai asisten pribadi saya?"

"Iya Bu Rayya," jawab Raditya kalem dengan sedikit menundukkan kepala.

"Berarti kamu sudah menandatangani kontraknya?" tanya Rayya lagi untuk memastikan hal terpenting itu, karena dengan Raditya menandatangani kontrak yang diberikan oleh Mamah Ceri. Sudah dapat dipastikan Raditya tidak akan bisa mundur dari pekerjaannya.

"Sudah Bu, saya siap bekerja mulai hari ini."

"Bagus! Tugas kamu disini bukan hanya sebagai asisten pribadi saya tetapi ada tugas yang lebih penting dari tugas itu," ucap Rayya dengan tersenyum tipis.

"Tetapi Bu Ceri hanya menugaskan saya sebagai asisten putrinya Bu, lalu apa tugas terpenting itu?" tanya Raditya dengan. Mengerutkan keningnya.

"Hamili saya!" tegas Rayya dengan tatapan mata yang berubah serius. Tak ada senyuman dan tak ada gurat canda. Dia yakin akan keputusannya. Dendam telah menutupi mata hati Rayya, dan semua itu karena perlakuan suaminya yang sudah di luar batas.

Raditya jelas terkejut dengan apa yang diucapkan oleh bosnya. Baru haru pertama bertugas sudah harus mendapatkan tugas tambahan yang tidak main-main resikonya.

"Bagaimana?" tanya Rayya lagi.

"Bukannya Ibu sudah menikah?" tanya Raditya ragu.

"Ya, tetapi saya belum punya anak. Maka dari itu saya ingin kamu menghamili saya secepatnya, karena ini demi nama baik saya dan keluarga."

Raditya mendadak pusing kepala, dia akui Rayya sangatlah cantik. Tidak heran jika banyak karyawan yang mengagumi sosok Rayya, selain cantik dia pun pintar dan baik hati. Semua info itu Raditya dapatkan saat tadi sempat ke ruang HRD dan bertemu dengan beberapa karyawan yang lainnya.

"Sebenernya saya tidak perlu persetujuan dari kamu. Kamu cukup lakukan dan tidak bisa mundur, karena surat kontrak telah kamu tanda tangani."

"Tapi di sana tidak menyebutkan jika saya juga bertugas untuk menghamili Ibu," tegas Raditya yang jelas-jelas masih mengingat akan isi kontrak kerja yang pagi tadi ia tanda tangani.

"Ya, memang betul itu. Bunuh diri namanya jika aku menuliskan point itu di depan kedua orang tuaku, tetapi kamu melupakan poin kedua. Di sana tertuliskan, bahwa pihak kedua harus melaksanakan tugas dari pihak pertama, dalam situasi dan kondisi apapun."

Raditya menghela nafas berat, dia tidak menyangka akan terperangkap ke dalam permainan Rayya. Bahkan baru saja bertemu sudah dibuat bingung.

"Bagaimana dengan pernikahan anda? Tidak ada seorang wanita memiliki dua suami sekaligus. Anda terlalu serakah, Bu Rayya! Terlebih dalam agama saya, tidak dihalalkan hubungan suami istri sebelum adanya pernikahan. Jika Ibu memang mau saya lakukan tugas itu, berarti Ibu harus menjadi istri saya," jelas Raditya dengan sopan dan kalem tetapi begitu menyentuh hati Rayya. Namun, mengingat akan perlakuan suami dan mertuanya membuat Rayya harus tetap membuktikan jika dia tidaklah mandul bagaimanapun caranya.

"Bagaimana jika saya tetap menginginkan itu?"

"Semua keputusan ada di tangan Ibu, jika Ibu tetap mempertahankan rumah tangga Ibu yang saya belum tau ada masalah apa sebenarnya, lalu meminta saya untuk tetap menghamili Ibu, saya memilih mundur. Saya siap membayar pinalti yang tertera di kontrak kerja itu. Atau memilih bercerai dan menikah dengan saya. Saya akan pastikan Ibu hamil anak saya," tegas Raditya.

Kedua mata Rayya melebar mendengar Raditya siap membayar pinalti kontrak kerjanya. Padahal disana tertera uang yang harus dibayarkan hampir satu milyar. Rayya memicingkan mata menatap wajah Raditya, dia harus cari tau kepada sang Mamah siapa pria yang dikirim beliau untuk menjadi asisten pribadinya.

"Akan saya pikirkan, sekarang silahkan kamu keluar dari sini dan sudah bisa menempati ruangan di sebelah!" titah Rayya dengan wajah datar.

"Baik Bu, permisi." Raditya tersenyum tipis dan segera melangkah keluar ruangan.

"Radit tunggu!"

Langkah Raditya terhenti kemudian segera menoleh ke arah Rayya.

"Apa jaminan kamu jika saya mau menikah dengan kamu? Oh tapi maaf, apa kamu masih sendiri?" tanya Rayya dengan menaikkan kedua alisnya.

Raditya tersenyum kalem, dia menarik nafas dalam sebelum menatap wajah cantik Rayya dan menjawab pertanyaan Bosnya.

"Saya pria single yang gagal menikah karena wanita yang akan diajak ta'aruf telah memilih takdirnya sendiri. Mungkin karena belum ada jodoh, tetapi jika Ibu Rayya berkeinginan menjadi istri saya, InsyaAllah akan saya titipkan jiwa dan raga saya pada anda setelah sah menjadi istri saya."

Raditya kembali menundukkan kepala dan segera membalikkan tubuhnya, dia malangkah keluar ruangan dengan menyunggingkan senyuman tipis.

"Cinta? Apa iya setelah aku mendapatkan pengkhianatan seperti ini aku masih percaya akan itu. Mustahil! Dulu mas Reza pun menjanjikan banyak padaku, tapi nyatanya dia justru menyia-nyiakan aku seperti ini." Rayya tersenyum getir dengan mata berkaca-kaca. Kepercayaannya terhadap pria hampir hilang, yang tersisa hanyalah dendam dan usaha untuk membuktikan jika dia tidaklah mandul.

Meski begitu ucapan dari Raditya membuat Rayya kepikiran, hingga sampai sore Rayya tidak bekerja. Dia hanya diam melamun memikirkan bagaimana caranya agar tetap hamil meski tidak menikah dengan Raditya. Sedangkan hatinya sudah sangat sakit mendengar hujatan dari suami dan mertuanya.

"Bagaimana Pak?" tanya Rayya setelah dering panggilan dari ponselnya membuyarkan lamunannya.

"Lebih dari yang kita tau Bu," jawab Pak Prio. Rayya menghela nafas berat dengan memijit pelipisnya. Dia menyesal dulu tidak menuruti apa kata sang Papah dan kini ia harus bisa mengembalikan semua sebelum sang Papah tau.

"Bantu saya, Pak!"

Rayya menutup ponselnya dan segera melangkah keluar ruangan untuk menemui Raditya. Dia masuk tanpa mengetuk pintu tetapi baru saja hendak melangkah ke dalam, Rayya terdiam di tempat. Dia menutup kembali pintu ruangan Radit dan kembali masuk ke ruangannya sendiri.

Apa yang dia lihat tadi menambah pikirannya. Rayya menjadi tambah galau hingga ia mencoba untuk membuang pikiran negatif pada Radit meski dalam hati masih sulit untuk percaya lagi pada seorang pria.

Ketukan pintu kembali dia dengar, Raditya datang dengan membawa nampan yang berisi sepiring makanan dan secangkir teh hangat.

"Berpikir keras harus dalam keadaan perut kenyang. Silahkan makan dulu sebelum pulang!" Raditya meletakkan makanan dan minuman itu di atas meja kerja Rayya.

Sejak tadi Rayya masih diam dengan terus memperhatikan pergerakan dari asisten barunya. Dia tidak menyangka Raditya begitu perhatian dan membuat hatinya yang membeku hampir saja melunak. Namun, dengan cepat Rayya menggelengkan kepala dan menatap datar wajah Raditya.

"Terimakasih," ucap Rayya tulus.

"Sama-sama, oh ya tadi Ibu ke ruangan saya ada perlu apa? Maaf, sejak tadi saya diam di ruangan mempelajari tentang perusahaan ini, agar besok sudah bisa mendampingi Ibu Rayya meeting dan membantu Ibu bekerja."

"Hhmm," jawab Rayya singkat dengan menikmati teh buatan Raditya.

"Jika tidak ada lagi yang bisa saya bantu, saya pamit permisi dulu Bu." Pria itu segera membalikkan tubuhnya tetapi suara Rayya lagi-lagi membuat langkahnya terhenti.

"Saya bersedia menjadi istri kamu!"

Terpopuler

Comments

SLina

SLina

tdk u di contoh!!!

2024-07-16

0

Siti Surayya

Siti Surayya

paling cewek yg mo di ajak ta'aruf si rayya.. hnya klah cepet dia

2024-04-04

0

Budi Paryanti

Budi Paryanti

semoga kali ini radit g ngecewain.....dan semoga radit emang pria baik", kalau di tilik dr prinsip xa radit pria yg agamis

2024-04-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!