Bab 02

Rayya mengecek isi dompet dan m-bankingnya. Beberapa bulan belakangan ini Reza memberikan uang belanja selalu saja dipangkas. Menjadikan Rayya harus mengambil uang tabungannya demi bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

Rayya menghela nafas berat setelah tau berapa nominal uang yang masih tersisa. Jika sudah begini rasanya ia ingin kembali kerja tetapi harus mengatakan apa pada kedua orang tuanya.

Rayya mengganti pakaian dan segera meraih tas untuk pergi ke supermarket. Mau tidak mau, dia memakai uangnya sendiri dari pada tidak bisa masak sama sekali.

"Mau kemana kamu? Suami pergi kok ikut keluyuran," sindir ibu Hanum.

"Aku mau belanja Bu, isi kulkas sudah hampir habis. Harus beli sabun juga, atau Ibu mau ikut aku ke supermarket?" tanya Rayya menawarkan sang Ibu mertua untuk ikut serta.

"Tidak, Ibu ada jadwal arisan hari ini. Kamu kalau belanja jangan gelap mata! Semua kamu beli kayak nyari duit sendiri saja. Ingat Reza capek bekerja untuk mencukupi kebutuhan kamu!" ucapnya dengan nada meninggi.

Rayya hanya diam menganggukkan kepala, andai Ibu mertuanya tau jika putranya begitu perhitungan. Apa masih terus dibela?

"Ya sudah Bu, Rayya berangkat dulu." Rayya meraih tangan Ibu mertuanya tetapi segera ditepis oleh beliau.

"Minum jamu itu dulu baru pergi! Lupa lagi aja nanti, kapan aku punya cucunya kalau seperti ini. Asal kamu tau ya, kaya dan memiliki suami tampan saja tidak cukup jika tidak memiliki anak. Suami pulang kerja capek, lihatnya wajah istri yang yang gitu-gitu saja, membosankan!"

Rayya tak menanggapi ucapan Ibu mertua yang semakin menjadi. Jika dia jawab akan semakin tak karuan. Seakan Rayya sudah kebal mendengar sindiran-sindiran dari beliau.

Mata Rayya dengan kuat terpejam, menahan rasa pahit di pangkal lidah. Peluh mulai muncul di keningnya dengan tangan terus memencet hidung.

Rayya bernafas lega setelah mampu meminum habis jamu yang diberikan oleh Ibu Hanum. Ada gelombang kekuatan dari dalam perut yang ingin meledak tetapi sebisa mungkin Rayya menahannya.

"Nah pintar di habiskan, nanti malam jangan lupa kamu dan Reza berusaha ya. Puaskan Reza agar benih yang tertanam bagus."

Rayya menganggukkan kepala dengan wajah merona. Selalu setiap habis minum jamu, ibu mertua berucap demikian. Padahal tanpa begitu pun, Reza hampir tiap malam meminta jatah.

Rayya segera pergi dengan mengendarai mobil kesayangannya. Dia memutuskan untuk berbelanja di supermarket terdekat. Membeli semua kebutuhan rumah dan segera pulang setelah troli hampir penuh.

Sampai di rumah, Rayya merapikan semua belanjaan dengan benar dan memisahkan barang pribadinya yang ia beli untuk di bawa masuk ke kamar.

"Kamu beli pembalut?" tanya Ibu Hanum yang sudah rapi ingin berangkat Arisan.

Rayya tersentak dengan pertanyaan itu, dia segera meraih barang seperti bantal itu yang memang sudah habis di kamar.

"Oh... I...Ini Bu, hanya untuk berjaga-jaga saja Bu tetapi Rayya harap tidak ke_"

"Alah alasan! Berarti memang kamunya saja yang tidak niat! Bulan ini kamu belum datang bulan tetapi sudah berjaga-jaga membeli begituan. Dasar menantu tidak berguna!" sewot Ibu Hanum kemudian segera pergi dari sana dengan wajah muak.

Rayya menatap pembalut yang ia pegang, bingung rasanya dengan sikap sang mertua yang terkadang memiliki jalan pikiran berbeda.

"Apa ada kaitannya membeli pembalut dengan kehamilan. Ya Tuhan... Sampai kapan ujian ini harus aku hadapi? Hati ini seakan tidak ada arti di depan mertua dan suamiku yang semakin lama semakin menjauh." Rayya memejamkan mata dengan bulir air yang jatuh membasahi pipi. Pedih, hancur, sakit, saat diri selalu dihina dan dicaci.

Sore harinya, setelah memasak untuk makan malam dan berbenah rumah. Rayya tak lagi keluar kamar hingga menjelang malam dan Reza pulang. Wanita itu bergelung di atas ranjang dengan menahan nyeri di perutnya dengan wajah pucat.

"Kamu kenapa?" tanya Reza dengan mengerutkan dahi setelah masuk ke dalam kamar. Tak ada sambutan tetapi justru rintihan yang ia dapatkan.

"Duh Mas, sakit sekali perutku," keluh Rayya dengan tubuh meringkuk.

Seakan mengerti, Reza membuang nafas kasar dan mengacak rambutnya dengan wajah frustasi. Dia mengendurkan dasi dengan tatapan penuh kekecewaan.

"Percuma setiap hari kamu aku pakai kalau ujung-ujungnya datang bulan. Aku seperti tidak ada harapan sama kamu! Mungkin memang seharusnya aku menikah lagi agar memiliki anak, karena bersama kamu itu hanya angan-angan!"

Kedua mata Rayya membola mendengar ucapan dari suaminya. Perlahan dia mencoba untuk bangkit dan turun dari ranjang. Tatapan mata Rayya pun tak kalah kecewa. Ucapan sang suami seperti menghancurkan hati yang sudah hancur dan kini menjadi serpihan debu.

"Menikah lagi? Apa jaminan dengan menikah lagi kamu akan memiliki anak dari rahim wanita lain, Mas? Kamu pikir aku mau seperti ini sedangkan semua yang dianjurkan dokter dan Ibu kamu sudah aku jalankan dengan baik. Sekarang aku tanya, di mana usaha kamu Mas? Usahamu hanya di ranjang tetapi diri kamu sendiri tidak tau apakah kamu selama ini sehat atau justru kamu yang..."

PLAK

Tamparan keras kambali Rayya rasakan hingga tubuhnya jatuh ke lantai. Tidak hanya itu, sekaan Reza begitu kecewa dan tidak terima hingga ia menarik rambut Rayya sampai kepala wanita itu terdongak ke atas.

"Berani kamu mengataiku mandul? Sudah aku katakan aku sehat dan yang bermasalah itu kamu! Jangan lempar batu sembunyi tangan Rayya. Kamu pikir aku tidak tau jika ayahmu meninggal karena terjangkit virus HIV. Aku tau scandal keluargamu! Dan mungkin ini karma dari kejahatan Ayah kandungmu pada Mamah Ceri yang kala itu sedang mengandungmu!"

"Jangan bawa-bawa orang tuaku masalah ini, Mas! Mereka tidak ada hubungannya karena murni aku yang salah. Aku yang salah memilih suami seperti kamu!" sentak Rayya yang sudah kehilangan kesabaran.

"Apa kamu bilang? Salah memilih suami? Justru aku yang harusnya mengatakan itu, aku yang salah memilih istri. Kamu hanya cantik di luar tetapi tak pandai membahagiakan suami. Dasar wanita tidak berguna!" sentak Reza dengan melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar hingga beberapa helai rambut Rayya berjatuhan di lantai.

"Kamu jahat, Mas! kamu sekarang berubah! Hiks... Hiks..."

"Aku tidak akan seperti ini, jika bukan kamu yang berulah. Jangan salahkan aku jika setelah ini aku mencari istri baru!" ancam Reza.

"Kalau begitu ceraikan aku, Mas! Aku tidak sudi di madu!" Rayya jelas tidak terima. Dia lebih memilih menjanda dari pada terus disakiti dan diduakan.

"Apa? Cerai?" Reza tersenyum miring. Dia tidak bodoh, Rayya kaya dan dirinya kini bisa hidup mewah. Maka tidak mungkin melepaskan emas berlian begitu saja. "Aku tidak akan menceraikan kamu, meski kamu menangis darah sekalipun. Sudahlah Sayang, terima saja kenyataan jika kamu itu mandul."

...****************...

Hay jangan lupa tinggalkan jejak-jejak kalian ya, agar aku semakin bersemangat. Yang mau tau kisah orang tua Rayya, bisa di baca "Jangan Salahkan Suamimu Mencintaiku" dan "Menikahi Janda."

Jangan lupa follow Ig aku weni0192

Terpopuler

Comments

Budi Paryanti

Budi Paryanti

g usah nunggu di ceraikan oleh suami yg niadab dan g tau diri serta main tangan rayya, lebih baik kamu bergerak sendiri buat ngurus surat cerai, tinggal liat apa setelah bercerai dr mu itu dia bakal hidup enak dan punya anak, dia bakal menyesali diri setelah kau pergi rayya.... sy Alhamdulillah tinggal serumah dengan menantu dagh berjalan 7 tahun sampai kini menantu q sudah punya 2 anak, tapi kami baik" ajjdan kemana" selalu bersama layak xa ibu dan anak kandung

2024-04-03

2

Yuliana Purnomo

Yuliana Purnomo

rayya kamu kaya cantik,,masa gak bisa gugat cerai suami macam reza

2024-02-21

1

Uthie

Uthie

seru 👍

2024-02-10

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!