***
Usai merampung kan mandi nya, Lara pun segera menggunakan dress tidur yang tadi di berikan oleh Ghafin padanya.
Tidak lupa, Lara juga mengganti pakaian dalam miliknya yang sudah sangat lusuh itu dengan pakaian dalam yang juga di belikan oleh Ghafin padanya.
"Mahal sekali. Apa harus ya beli baju dalam yang semahal ini? Sayang sekali kan uang nya. Orang kaya memang berbeda ya, padahal dengan seharga ini aku bisa membeli beberapa lusin baju dalam," gumam Lara saat kembali melihat label harga untuk sepasang baju dalam yang akan dia gunakan saat ini.
Meski merasa kurang nyaman dengan baju yang di berikan oleh Ghafin karena harga baju itu benar benar membuat Lara tercengang.
Namun tidak ada pilihan lain, dari pada tidak memakai baju sama sekali. Sedangkan di luar ada dua pria dewasa yang cukup membuat nya takut.
Lara mengerutkan dahi nya saat keluar dari kamar mandi namun sudah tidak menemukan putrinya di sana. Padahal seingat nya, tadi sebelum masuk ke dalam kamar mandi, Clarisa masih tertidur di kasur.
Menghiraukan rambutnya yang masih terbalut oleh handuk yang di gulung di atas kepalanya. Lara pun langsung keluar kamar untuk mencari putrinya.
"Mama," seru gadis kecil itu saat melihat sang mama keluar dari kamar mandi dengan handuk di kepalanya.
Perhatian Lara pun kini teralihkan pada suara putri kecilnya. Lara menoleh ke arah suara, Lara dibuat tertegun dengan penampilan sang putri saat ini.
Dimana gadis kecil itu sudah terlihat cantik dengan pakaian ala princess. Lengkap dengan tiara kecil yang di selipkan di rambut yang sudah di kuncir.
Lara tersenyum bahagia saat melihat putrinya memakai pakaian yang selama dia ingin kan. Namun, seketika senyum itu kembali lenyap kala netranya bertemu dengan tatapan tajam si pemilik rumah yang saat ini tengah mendudukkan Clarisa di pangkuan nya.
"Ke Marilah, kita sudah menunggumu untuk makan," titah Ghafin masih dengan nada dingin nya.
Perlahan, Lara pun berjalan mendekati meja makan. Di sana tidak hanya ada Ghafin dan juga Clarisa. Namun ada Boy juga yang masih belum pergi.
"Ayo, makan lah. Kalian harus makan banyak agar punya banyak energi untuk menyelesaikan permasalahan kalian ini." ucap Boy yang membuat Lara kembali di buat tertegun.
Perlahan Lara pun mulai mendudukkan dirinya tepat di samping Ghafin yang duduk di meja makan utama. Sejajar dengan Boy yang duduk tepat bersebrangan dengan Lara.
Ketiga nya pun makan dalam diam, hanya terdengar suara si kecil Clarisa saja yang mengisi ruangan makan itu.
Namun, ada hal yang membuat hati Clara menghangat. Clara begitu terharu saat melihat Ghafin memperlakukan putrinya dengan sangat baik dan lembut.
Bahkan pria dengan wajah dingin dan datar itu terus menanggapi celotehan dari balita yang kini ada di pangkuan nya.
Ghafin juga tempak begitu sabar menjawab semua pertanyaan yang di berikan oleh Clarisa padanya. Clara tidak menyangka jika pria yang selalu terlihat menyeramkan itu ternyata bisa bersikap lembut juga.
Bahkan dengan sangat telaten, Ghafin menyuapi gadis kecil itu hingga isi piring yang ada didepan nya tandas tak bersisa.
"Wah, kamu udah cocok banget jadi ayah Fin."
" yang membuat Clara tersedak oleh makanan yang dia makan saat ini.
Uhuk
Uhuk
"Hey, pelan pelan makan nya. Ini minum," ucap Boy langsung dengan sigap memberikan gelas minum miliknya yang belum tersentuh pada Clara yang tengah batuk batuk karena tersedak.
"Eheeemmm,"
Ghafin berdehem cukup keras saat melihat Boy dengan sigap membantu Clara yang tersedak oleh makanan yang tengah dia makan saat ini.
"Ya elah, santai bro. Aku cuma bantu dia buat minum doang. Posesif amat," gerutu Boy saat melihat sikap Ghafin yang mulai posesif pada ibu dari anak nya itu.
Sementara Clara sendiri tetap diam dan melanjutkan makan nya yang sempat terjeda karena tersedak.
"Biar saya yang bereskan," ucap Clara saat semua nya sudah merampungkan makan malam nya.
"Setelah selesai, temui aku di ruanganku," titah Ghafin sebelum beranjak yang di angguki oleh Clara.
Clara pun mulai membereskan piring piring kotor itu lalu mencucinya. Usai menyelesaikan tugasnya, Clara pun segera beranjak dari dapur menuju ke ruangan dimana Ghafin berada saat ini.
Clara tampak menghela nafas panjang sebelum memutar handel pintu kamar Ghafin. Jujur, rasanya takut sekali. Namun Clara tetap harus masuk untuk mengetahui apa yang ingin di bicarakan oleh Ghafin padanya.
Ceklek
"Masuklah, kita bicara di dalam,"
Deg
Jantung Clara berdetak dengan begitu cepatnya saat dia mulai melangkahkan kakinya di ruangan dengan pencahayaan yang remang remang karena lampu yang menyala hanya lampu tidur saja. Sedangkan lampu utamanya di matikan.
Blaammm
Klik
Deg
Jantung Clara semakin terasa menghilang dari tempat nya saat Ghafin menutup lalu mengunci pintu kamar itu. Clara semakin di buat tersentak kaget saat tubuh nya tiba tiba ditarik lalu di hempaskan ke atas kasur king size yang ada di dalam kamar itu.
(Hayo loh, kamu mau apa Ghafin? Halalin dulu atuh. Baru sekamar 🤭)
*
*
Di Rumah sakit...
"Bagaimana keadaan putriku? Apa semua baik baik saja?" tanya Revan pada Claudia yang baru saja selesai memeriksakan keadaan Riana saat ini.
"Kondisinya sudah membaik, sudah bisa di bawa pulang. Namun tolong jangan lewat kan jadwal kontrol dan juga jadwal kemoterapi nya karena itu akan kembali mempengaruhi kondisi Riana."
"Baiklah, kami akan pastikan jika Riana tidak akan melewatkan jadwal berobatnya,"
"Bagus kalau begitu. Kalian bisa membawanya pulang setelah menyelesaikan administrasinya. Kalau begitu saya permisi dulu," lanjut Claudia kembali bersikap profesional sebagai seorang dokter.
"Baik Dokter, terima kasih."
Claudia pun meninggalkan ruangan dimana Riana di rawat. Meninggalkan Revan dan putrinya di sana.
Sementara Ana sendiri tengah mengurus administrasi yang harus diselesaikan untuk bisa membawa pulang putrinya yang sudah membaik meski masih dalam pengawasan dokter.
Saat tiba di lorong rumah sakit, bertepatan dengan Ana datang. Claudia menghadang Ana yang hampir saja masuk ke dalam ruangan sang anak.
"Tunggu, aku mau bicara," tahan Claudia mencekal tangan Ana lalu menariknya menuju ke arah halaman yang tidak jauh dari ruangan dimana Riana dan juga Revan berada.
"Ada apa? Apa yang ingin kamu bicarakan,"
"Jangan halangi dia. Stop menahan nya dalam hubungan yang tidak sehat ini Ana. Biarkan Revan bahagia dengan dia menceraikan mu. Jangan halangi dia untuk berpisah denganmu Ana,"
Deg
Ana dibuat tertegun dengan apa yang di bicarakan oleh Claudia padanya. Ana tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini.
Benarkah Revan menderita? Jika benar, haruskan mereka melanjutkan proses perceraian itu?
Ana terdiam, hingga suara bariton dari seseorang membangunkan nya dari lamunan. Ana menatap nanar pada orang yang saat ini tengah berjalan mendekatinya.
Seketika rasa bersalah dan penyesalan itu kian menghimpit dada nya, tatkala melihat senyum lembut yang diberikan oleh orang yang saat ini memeluk tubuhnya.
*
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
guntur 1609
ganti dokter saja sudah. biar clau pun tdk bisa berharap lagi sama revan
2024-02-12
2
Esther Lestari
Ana jangan terpengaruh omongan Claudia
2024-01-19
3
Nurjannah Rajja
Fin jangan kasar jadi orang...
2023-12-19
1