#17

#17

Selepas kepergian Darren, Luna dan Aya.

Kenz si bocah tanggung menjelang remaja, menggerutu kesal karena lagi lagi Darren menyebut dirinya masih bocah, ia pun berjalan ke meja makan menjumpai Kevin yang masih dengan berpiyama.

“Kenapa kesal gitu?” tanya Kevin sambil meminum juice buah miliknya.

“Kakak tuh … masa aku dibilang masih bocah?” 

“Memang kamu masih anak anak, trus mau apa?”

“Iiiiihh papa, aku sudah kelas 5, sebentar lagi SMP …” protes nya.

“Iya … iya … yang sudah mau SMP.” kevin mengusap kepala dan rambut Kenz, mengiyakan ucapan sang keponakan, terlalu malas berdebat di pagi hari.

“Eh papa gak ke rumah sakit?” 

“Ke Rumah sakit lah, tapi nanti jam 9.” jawab Kevin santai, beberapa bulan ini, ia tengah bersiap mengambil alih kepemimpinan rumah sakit, karena sebentar lagi, uncle Steven akan pensiun.

“Oh syukurlah, bilangin sama bunda yah, aku masih ingin menginap di sini.” ujar Kenz.

Kevin mengerutkan keningnya heran, “sudah tiga hari kamu menginap di sini nak, kasihan bundamu, pasti kesepian di rumah.”

“Nggak akan, pasti Ayah seneng, karena bisa puas gangguin bunda,” Jawab Kenz polos, Kevin hanya geleng geleng kepala, mendengar jawaban Kenz, ‘anak anak jaman sekarang memang sudah matang sebelum waktunya’, Kevin membatin, Kenz yang seharus nya belum mengerti aktivitas pribadi ayah dan bundanya, justru sudah sangat paham hal hal yang lazim dilakukan oleh orang orang yang sudah berpasangan.

“Memang kamu mau apa? pasti ada mau nya nih?” tebak Gadisya yang sudah rapi usai mandi , kini ia bergabung di meja makan untuk menemani sang suami sarapan.

Kenz memasang senyum terbaiknya di hadapan Gadisya, “Ada gosip baru, kakak Darren bawa pacarnya nginep semalam.” 

“Hush … jangan sembarangan, kamu bisa menyebar gosip baru buat kakak mu,” sergah Gadisya, karena teman teman sekolah Kenz sudah tahu bahwa Kenz adalah adik sepupu Darren, “lagi pula kalau kakakmu marah, kamu gak akan dapat lagi foto si cantik Maisy.”

Kenz menoleh ke arah Gadisya, “Mama tahu dari mana?” tanya Kenz dengan wajah memerah.

Gadisya hanya mengulum senyuman, sebenarnya ia tak sengaja mendengar percakapan Kenz dan Darren tentang Maisy sang artis cilik pendatang baru, kini ia berperan satu sin Film dengan Darren, jadi Kenz memanfaatkan hal itu untuk bertanya banyak hal tentang artis baru tersebut.

“Hei belajar dari mana?” Tanya kevin, ia merasa Kenz masih terlalu kecil untuk mengenal cinta. “apa kamu tertular Dean?”

“Nggak papa … sungguh, aku hanya sebatas penggemar Maisy, aku akan jadi pria setia seperti abang Daniel yang selalu setia pada kakak Naya.” Jawab Kenz.

Sementara Kevin dan Gadisya tiba tiba saling bertatapan dengan wajah muram, kembali mendengar nama Naya membuat mereka merasa bersalah pada si sulung Daniel, yang dulu kerap menanyakan keberadaan Naya.

“Good boy … gitu dong, pria sejati itu setia pada satu wanita,” Daniel mengulurkan kepalan tangannya, di sambut dengan kepalan tangan Kenz.

Daniel yang masih berwajah bantal pun bergabung untuk menikmati sarapan, “Kok sepi mah, mana yang lain?” tanya Daniel yang belum sadar kalau dirinya lah yang selalu bangun kesiangan.

“Ya udah pada pergi, lagian tumben kamu bangun pagi?” sindir Gadisya.

Daniel hanya tersenyum menanggapi sindiran mama nya, “hehehe … peace mama.” Daniel mengangkat jari tengah dan jari telunjuknya. “Hmmm enak nih mah, tumben bikin telur gulung, biasanya hanya omelette?” Tanya Daniel mengomentari sarapan paginya kali ini.

“Oh itu Aya yang buat, beneran enak? mama belum coba loh.”

“Enak mah, cocok jadi menantu mama.” Celetuk Kevin yang juga tengah mengunyah telur gulungnya.

Daniel seketika mendongak menatap sang papa, ia mengulurkan telapak tangannya tanda setuju, Kevin meladeni keinginan putra sulungnya. “Kok kita sehati sih pah?” 

“Kamu suka sama Aya?” tanya Gadisya.

Jelas membuat Kenz menoleh, “Bukan aku mah tapi buat Darren,” jawab nya.

“Darren suka sama Aya? bukannya Clara Larisa, lawan mainnya di film terbaru ini?” tanya Gadisya.

Daniel melambaikan tangannya, “Bukan mah, bukan itu maksudku, Aya itu satu satunya gadis di sekolah yang menolak pesona Darren, makanya aku sering godain Aya, iseng iseng tanya, barangkali dia mau jadi pacar atau istrinya Darren.”

“Ohhh gadis yang tadi bersama kak Darren tadi pagi?” Kenz ikut menimpali, ia benar benar tak ingin dianggap bocah, “Mereka berdebat aneh, masa yang di omongin masalah ciu*man,” Lagi lagi Kenz memonyongkan bibirnya.

Daniel dengan cepat membekap mulut adik kecilnya tersebut, “heh kamu masih bocah, ngapain ngomongin ciu*man?” sembur Daniel.

Dan Kenz lagi lagi manyun, karena disebut 'bocah' oleh sang abang.

.

.

Evan menatap dari kejauhan, ketika Aya, Luna dan Darren tiba, pemuda itu merasa sangat bersalah pada Luna, karena itulah, pagi ini ia sengaja berangkat lebih pagi sengaja menunggu kedatangan Luna agar bisa minta maaf.

Ia bernafas lega ketika Aya dan Darren buru buru berjalan ke kelas mereka, meninggalkan Luna yang akan langsung menuju kantin sembari menunggu bel sekolah berbunyi. 

Evan berjalan cepat menyamai langkah Luna, “Luna tunggu …” panggil Evan.

Luna yang mendengar namanya disebut, seketika berhenti, tanpa menoleh pun ia hafal dengan suara yang memanggilnya, Wajah Luna seketika memerah, ia jadi teringat kejadian memalukan hari sebelumnya, Luna berjalan semakin cepat, tapi Evan mempercepat langkah nya, kemudian menarik lengan gadis itu, “Luna bisa bicara sebentar,” tanya Evan dengan nafas tak teratur.

“Bukannya sekarang lagi ngomong?” jawab Luna ketus.

“Oke … kita lagi ngomong sekarang,” Evan mengatur nafas sesaat, Luna memperhatikan pipi dan dagu Evan yang masih membiru karena hantamannya kemarin. “Aku mau minta maaf soal kemarin,”

Luna masih diam menanti Evan melanjutkan kalimatnya.

"Kemarin itu kami sedang iseng main." Evan memulai cerita nya. 

"Apa? Main katamu?" Mendengar kalimat pembuka yang Evan sampaikan, membuat Luna mengepalkan tangannya, jika kemarin ia kesal sekaligus malu, kali ini ia merasa benar benar ingin menghajar Evan dan teman temannya sampai babak belur. 

"Bukan begitu, aduh gimana sih cara ngomongnya?" Evan kebingungan memilih kata kata, salah bicara sedikit saja, bisa bisa ia hancur lebur seperti tahu geprek, karena dihajar gadis cantik di hadapannya ini, yang pasti iallll akan semakin kehilangan harga diri, padahal keinginan Evan adalah mendapatkan cinta dan perhatian dari Luna. 

"Kalian pikir aku apa hah? Bahan permainan, hingga kalian bersikap seenak perut kalian padaku?" Luna sudah tak bisa lagi menahan emosinya, bisa bisanya lelaki di hadapannya ini menganggap ciuman pertamanya sebagai mainan. 

"Kemarin kami lagi games, Truth or Dare." Jawab Evan langsung pada titik permasalahan. 

Kedua mata Luna tampak berkaca kaca, "aku tak akan memaafkanmu Van, pun juga dengan teman temanmu, pastikan saja hanya kalian yang tahu hal memalukan ini, atau aku sendiri yang akan menghajar kalian."

Luna pun berlalu pergi, dengan air mata yang mulai mengalir, ia urung menuju kantin, karena khawatir nyak Leha akan menanyakan kenapa ia menangis. 

Evan hanya tertunduk sendu, "maaf…" Ucapnya lirih, walau kemarin ia hanya sedang bermain dengan teman temannya, tapi Evan sungguh menyesali apa yang telah terjadi. 

Terpopuler

Comments

Eka Suryati

Eka Suryati

marah ya Lun, kesel ama Evan. Evan yang jadi bingung ngejelasinnya😀😀😀

2023-10-30

1

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸

lucu amat ini anak nya emira..btw kok mereka gk nginep di rumah opa oma nya sih?

2023-08-11

1

Tatik R

Tatik R

dimaafin Lun Evan nya kan sudah jujur .a minta maaf

2023-08-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!