#16

#16

Pukul 04.30 pagi.

Aya sudah selesai mandi, tapi masih memakai piyama, ia mengintip dari balik pintu kamar Luna, yah semesta benar benar mendukung, setibanya di rumah keluarga Kevin dan Gadisya, hujan turun dengan derasnya, bahkan angin dan kilat menyambar di mana mana, tentu saja Luna tak mengizinkan sahabatnya pulang, dalam kondisi cuaca ekstrim tersebut, karena hujan berlangsung hingga jam 9 malam, akhirnya Aya pun bersedia menginap di rumah Luna.

Dan karena ia terbiasa bangun jam 3 subuh, maka sedari tadi pun ia tak bisa memejamkan mata, Aya memutuskan keluar kamar dan berinisiatif membantu mama Gadisya menyiapkan sarapan. “Selamat pagi tante …” sapa Aya, ketika bergabung dengan Gadisya dan seorang ART nya yang sedang menyiapkan sarapan.

“Eh … kok sudah bangun?” tanya Gadisya.

“Kebiasaan tante, bangun jam 3 trus antar ibu ke pasar,” Jawab Aya tanpa sungkan, “aku bantu ya tante?”

“Oh boleh … boleh banget malah … bisa tolong potong potong bumbu dan sayuran ini.” Gadisya menyodorkan sayuran dan beraneka bumbu untuk sup daging favorit suami dan anak anak nya.

“Iya tant …” Jawab Aya patuh, dengan cekatan Aya mengerjakan semuanya, bahkan ia membuat telur gulung, serta memanggang roti, dan salmon dengan sempurna, hingga pekerjaan Gadisya bisa selesai lebih cepat.

“Hah … selesai dengan cepat, terima kasih yah sudah bantu tante, sana cepat ganti baju, nanti kalian terlambat ke sekolah.” 

“Sama sama tante, aku ganti baju dulu yah tant.”

Gadisya mengangguk, ia menatap Aya hingga menghilang di ujung tangga.

Di ujung tangga Aya berbelok ke kiri hendak, tapi Aya di buat terkejut ketika menabrak seseorang yang sejak tadi berdiri di sebelah kiri tangga hendak kembali ke kamarnya. “Hah …” Pekik Aya terkejut, seseorang yang di tabrak Aya pun ikut heran sekaligus terkejut melihat Aya berdiri di hadapannya. 

“Kamu disini?” tanya Darren heran, “Sejak kapan?”

“Sejak kemarin sore.” Jawab Aya santai.

Rupanya Darren baru selesai ngegym di ruang olah raga, wajah tampannya terlihat sexy, rambut berantakan dan basah dengan keringat membanjir, merupakan daya tarik tersendiri, sungguh … mungkin kedua mata Aya memang terhalang batu besar hingga melihat pria setampan Darren pun ia biasa saja.

“Oh …” Darren pun hanya ber Oh saja.

Keduanya pun berjalan ke arah berlawanan karena letak kamar Luna yang berada di seberang kamar Darren.

“Loh … baru mau aku susulin ke bawah,” Luna sudah rapih dengan seragamnya.

“Udah siap sarapannya,” jawab Aya.

“Aaaahhh mama pasti seneng banget, kalo aku yang bantu memang jadi lebih lama, sepertinya di bantu calon menantu memang beda yah?” Luna kembali berucap jahil.

Aya melotot, “Jangan ngomong yang nggak nggak Lun, gak lucu ah … gimana kalau kakakmu dengar, dan salah paham, dia bisa mengira aku benar benar menyukainya.” jawab Luna resah.

“Oh memang selama ini belum suka yah, baiklah … aku dan Daniel, akan membuat kalian berjodoh.” 

“LUNA ALEXANDRA …” pekik Aya gemas.

“Hahaha … marah berarti beneran suka.” jawab Luna semakin menjadi.

.

.

Pukul 05.45 Aya dan Luna sudah siap pergi ke sekolah, Darren pun demikian, lalu dimana Daniel, seperti biasa ia masih kebluk memeluk bantal gulingnya.

“Bentar yah … aku ke sebelah ambil helm.” pamit Luna yang hendak ke rumah adik sepupunya. 

Aya hanya mengangguk.

Darren keluar dari dalam rumah, sudah memakai atribut sekolah, ia bersiul riang sembari memutar kunci motor menggunakan jari tangannya. 

“Kok masih di sini, telat nanti kelas kita, aku bayar mahal loh.”

Aya mendongak, menatap kesal pada Darren, “Isshhh … iya iya tahu, tenang aja Miyabi gak akan terlambat sampai sekolah.” jawab Aya malas.

“Miyabi siapa?” tanya Darren heran.

“Tuuuhhh …” Aya menunjuk matic butut kesayangannya.

“Aaaahhh … motor butut yang nyosor mobil ku?”

“Iya … gak usah di perjelas kali.”

“Eh siapa yang memperjelas, emang kenyataannya begitu, Miyabi kamu cium cium mobil mahal ku.” tiba tiba Darren berbicara dengan nada tinggi, tak menyadari bahwa di belakang mereka ada seorang bocah tanggung yang tengah mendengar obrolan mereka.

“Mana ada cium cium, orang cuma sekali doang nabrak nya, kenapa di di ulang ulang, kesannya kaya berkali kali nabrak.”

Bocah yang masih memeluk guling kesayangannya tersebut, semakin mendekat karena penasaran, di usianya saat ini ia mulai penasaran dengan hal hal berbau dewasa, mendengar dua orang membicarakan ciu*man membuatnya semakin penasaran.

“Pacar baru kakak yah?” bocah itu pun bertanya karena dorongan rasa penasarannya, semalam Kenzo menginap di rumah Kevin, sedangkan Leon di rumah Andre, penyebabnya tentu saja karena kedua orang tua mereka sedang jaga malam di rumah sakit,

Aya dan Darren kompak menoleh kebelakang, Kenz sedang menatap ke arah mereka.

“Berisik …” jawab Darren asal bunyi.

“Oh jadi nggak pacaran yah? tapi kenapa ngomongin ciu*man?” tanya Kenz lagi, kali ini ia sudah memperagakan dengan bibirnya yang dimonyongkan, persis seperti ikan megap megap kekurangan oksigen.

Darren menutup bibir adik sepupunya tersebut, “Hei bocah … jangan ngomong sembarangan yah?”

Kenz melepas tangan Darren, “iiihhh sembarangan apanya, jelas jelas aku mendengar kalian membicarakan ciu*man, teman temanku bilang kalo orang pacaran, udah pasti ciu*man, lagian aku sudah besar, jangan coba coba panggil aku bocah yah?” 

“Tuh kan, jawabanmu salah, berarti benar kamu masih bocah, udah sana lanjut lagi tidurnya, kalo masih bocah memang harus banyak tidur, itu bagus untuk pertumbuhan.” Darren mendorong tubuh Kenz agar tak lagi menguping pembicaraan orang orang dewasa di sekitar nya.

Aya hanya menggelengkan kepalanya, lucu juga mendengar perdebatan dua orang beda usia tersebut.

Tanpa permisi lagi, Darren pun bergegas memacu motornya di jalanan ibu kota.

.

.

Jika Darren dan Aya menolak saling bersikap baik, maka lain halnya dengan Sabrina yang hari ini masuk sekolah dengan wajah bahagia, ia sembuh lebih cepat karena kemarin mendapat kunjungan spesial dari Dean, sang pria idola di sekolah, maka semakin hari perasaan yang semula tak ada kini semakin dipupuk dengan harapan indah, jika di kelas 3 ada Darren sang aktor tampan, maka di kelas 2 ada Dean yang tak kalah tampan dan menarik perhatian, kedua nya memang punya pesona dan kharisma berbeda di mata para gadis yang mengidolakannya.

Hari ini siswa kelas 2 ada jadwal kunjungan ke museum kota sebagai tambahan materi sejarah dan ilmu sosial, Dean bahkan sengaja duduk di kursi yang bersebelahan dengan kursi Sabrina, agar bisa mengajak gadis itu berbicara, sementara Vero yang duduk di kursi yang sama dengan Dean, harus cemberut menahan kesal karena diabaikan oleh sahabatnya tersebut.

Sesampainya di museum, rupanya tak hanya satu sekolah saja yang ada jadwal kunjungan, rupanya para siswi Dewi Sartika pun sedang berada di museum, jelas saja membuat wajah Danesh berbinar, kedua matanya sibuk mencari cari, barangkali Renata berada di sana, hingga membuatnya mengabaikan keberadaan Ardy dan Tedy sahabatnya.

“Woi … nyari apa serius amat?” tanya Tedy penasaran.

“Ada lah … ntar juga kalian tahu.” 

Ardy dan Tedy pun diam tak bertanya lagi, mereka lebih memilih ikut mencari, walau tak tahu apa yang tengah Danesh cari. 

Bola mata Danesh melebar kala menemukan gadis yang ia cari, karena museum belum sepenuhnya buka, maka ia pun mendekati Rena, gadis itu tengah menatap Dean dengan pandangan tak nyaman, jelas saja karena saudara kembar Danesh itu tengah memeluk pundak Vero sembari bercanda dengan beberapa gadis.

“Nyariin aku yah?” Tebak Danesh yang langsung berdiri di sebelah Rena. 

Rena terkejut ketika ada seseorang yang tiba tiba membuyarkan lamunannya, lebih terkejut lagi karena ternyata orang yang diperhatikan kini ada dua, “K … ka … kamu … kok?” Rena kehilangan kata kata, berkali kali ia mengucek mata nya memastikan bahwa ada dua orang berwajah sama. 

“Oh itu … dia Dean kakak kembarku,” jawab Danesh santai, “Lihat mataku berwarna hijau, dan mata dia berwarna biru, disitulah letak perbedaan kami.”  

Wajah Rena mendadak memanas, karena sesaat lalu pemandangan Dean bersama para gadis, membuatnya tak nyaman, “Kenalan dulu dong, kamu gak penasaran dengan namaku?” 

“Gak penting sih, tapi boleh juga,” Rena mengulurkan tangannya, “Renata …”

“Danesh …” 

Tak lama para guru kembali mengumpulkan murid murid mereka masing masing, hingga perkenalan singkat tersebut terhenti begitu saja, karena Rena buru buru bergabung dengan teman temannya.

“Rena … kapan kapan kita ketemuan lagi yah?” teriak Danesh sebelum Rena benar benar menjauh.

Rena berbalik, menatap Danesh sambil berjalan mundur, ia mengangguk malu malu dengan senyum tipis di wajahnya, sebelum kemudian berbalik pergi.

Danesh pun tak kalah girang, “apa mungkin aku jatuh cinta yah?” gumamnya.

“Iya … sepertinya begitu, ayooo udah di tunggu pak Robi tuh.” Tedy menyeret lengan Danesh, kemudian bergabung dengan kelompok mereka.

Terpopuler

Comments

Eka Suryati

Eka Suryati

ahai..
ha ha ha...
ada- ada aja tingkah polah cucu2 Opa Alex dan Oma Stella

2023-10-30

0

Tatik R

Tatik R

ntar vero seperti bella

2023-08-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!