#13

#13

Tengah malam

Sepasang bayangan mengendap endap meninggalkan kamar, tujuan utama mereka adalah pintu depan, karena mereka memiliki misi mendadak. 

Dua orang itu adalah Daniel dan Dean, setelah beberapa jam sebelumnya Dean memutuskan tidur di kamar Daniel, tanpa sengaja Dean melihat kotak merah muda milik Naya, Dean yang penasaran pun membuka kotak tersebut, ia membaca tulisan Naya kemudian tertawa terbahak bahak, bahkan Daniel tak berbuat apa apa ketika Dean dengan puas menertawakan nya. 

Setelah puas tertawa, Dean kembali menatap Daniel, yang tengah memainkan gitar diatas tempat tidur. 

"Eh… kamu pernah penasaran gak sih?" Tanya Dean. 

"Soal?" Tanya Daniel, yang masih sibuk dengan senar gitar nya. 

Dean mendekat, ia bergabung diatas tempat tidur Daniel. "Itu rumah Naya."

Mendengar nama Nata di sebut sebut, Daniel pun menghentikan aktivitas nya, kemudian menatap adik sepupu nya, "penasaran sih, rumah itu di bangun kembali, tapi tak pernah ditempati, hanya rutin dibersihkan sebulan sekali saja."

"Samperin yuk." Ajak Dean. 

Seketika Daniel bergidik ngeri, ketika mengingat bahwa dirumah itu, kedua orang tua Naya, bahkan 2 orang ART nya meninggal, di tengah kobaran api, "pengen sih tapi takut."

"Aaahhh takut apa?" 

"Siapa tahu arwah orang tua dan ART Naya masih berada di sana."

"Hadeuh… badan doang di gedein, nyali mu bahkan lebih kecil dari daun kelor." Cibir Dean. 

Tak terima diejek demikian, maka kedua pemuda itu berjalan mengendap endap di tengah gelapnya malam, dan remang remang lampu taman. 

Tujuan mereka adalah pintu penghubung yang dahulu mereka lewati ketika hendak bermain ke rumah Naya, kelebat kelebat bayangan masa bahagia mereka di waktu kecil, membuat hati Daniel semakin teriris perih, ia rindu tawa Naya, bahkan rindu galaknya gadis itu ketika memarahi nya. 

Tapi perjuangan mereka berujung sia sia, karena pintu penghubung tersebut ternyata di gembok, "yah di gembok." Gerutu Dean. 

Karena pintu tersebut telah lama dinonaktifkan, jadi jalan menuju kesana pun ditutup dengan beberapa tanaman hias, jadi mereka pun tak tahu jika pintu tersebut sudah di gembok. 

"Udah lain kali aja, tapi siang siang aja, jangan tengah malam begini," Usul Daniel yang bulu kuduknya mulai merinding. 

Dengan berat hati Dean pun mengikuti Daniel kembali masuk ke rumah. 

Beberapa hari berlalu, Darren masih intensif dengan kelas tambahannya bersama Aya, walau kadang ribut kecil dan saling ejek mewarnai, tapi tentu saja hal itu membuat para fans girl nya Darren semakin meradang. 

Begitu pun Dean, yang kini mulai terang terangan mendekati Sabrina, hingga membuat gadis tak populer tersebut memiliki harapan, mulai merasa bahwa dirinya yang paling spesial, karena Dean tak pernah mendekati para kekasihnya, justru para gadis tersebut yang menyerahkan dirinya untuk di pacari seorang Dean. 

Sementara Evan? sejak terakhir kali berjumpa dengan Luna di tempat parkir, hingga saat ini belum ada progres lanjutan, padahal ia bersama teman teman satu circlenya tahu betapa menggebunya perasaan yang ia miliki pada gadis itu, selain ia yang tak cukup bernyali menghadapi 4 pengawal Luna, para pengagum Luna bukan hanya dia sendiri, ada Nathan yang notabene anak seorang pengusaha dari Singapura, ada Febrico yang juga anak seorang pengusaha textile dari tanah melayu, seringkali Evan merasa rendah diri, ia hanya yatim piatu yang dibesarkan oleh seorang kakak, dan apa itu perusahaan, ia sama sekali tak tahu, yang ia tahu kakak nya memang sering pulang pergi Indonesia dan US, hanya karena urusan pekerjaan, tapi mengenai detail apa pekerjaan sang kakak, Evan tak pernah tahu, karena kakak nya pun tak pernah bercerita, ia sangat beruntung karena ada sosok ibu pengganti yang selama ini tulus menyayanginya, dialah sang kakak ipar, sementara kakak lelakinya adalah sosok ayah pengganti, Evan berjanji pada dirinya sendiri, bahwa kelak ia akan menjadi sosok yang bisa di banggakan oleh kakak dan kakak iparnya.

#Ada yang ingat, Nathan anak siapa? 

“Van … wah ngelamun aja, kaya kena guna guna istri muda hahahha …” Canda Dika.

“Brisik ah … gak bisa lihat orang seneng.” gerutu Evan.

“Dari pada kamu kesambet, karena kebanyakan bengong, kan yang rugi kita kita juga.” Satya melemparkan kulit kacang tanah ke tong sampah di dekatnya.

Merek sedang santai di kursi tribun lapangan sepak bola sekolah, hari ini adalah pelajaran olah raga, tapi pak Cipto sang guru olahraga sedang tidak bisa mengisi jadwal olah raga, jadilah anak anak menganggur, sibuk dengan aktivitas penting tak penting, sebagian besar memilih ngadem di kelas, sebagian lagi nongkrong di kantin, dan Evan masih setia berada di tribun bersama teman teman satu gengnya.

“Mau ikut main gak?” tawar Dika yang mengangkat sebuah botol air mineral yang masih ada sisa air sebagai penyeimbang.

Truth or Dare, adalah sebuah permainan, pilih jujur atau berani melakukan tantangan, jika memilih kejujuran, maka ia tak boleh menyimpan rahasia, apapun itu, bahkan aib paling memalukan sekalipun, tapi jika memilih tantangan, tak ada yang boleh menolak pula, walaupun harus menggendong seseorang mengelilingi lapangan bola.

Setelah timbang menimbang, Evan memilih ikut, dari pada bengong, kemudian memikirkan Luna sambil cengar cengir sendiri, tentu ia akan dapat predikat baru, yakni orang gi*la.

“Ada lagi yang mau ikutan?” Dika kembali berteriak.

Tiga orang geng mereka mengajukan diri, kini genap enam orang yang mengikuti permainan tersebut, Dika mulai menjelaskan aturan mainnya, yang mana jika tutup botol berhenti di arah seorang peserta permainan ia harus melakukan perintah dari orang yang memutar botol.

Hompimpa sebagai awal mula permainan, dan Evan peserta pertama yang memutar botol, botol tersebut berputar sesaat sebelum kemudian berhenti tepat di depan Panji, “Truth or Dare?” tanya Evan.

Panji diam dan berpikir sesaat, “Dare.” jawabnya tanpa ragu.

Evan mengulum senyumnya, “Cium ketek pak Jojon (petugas yang bertanggung jawab membersihkan tribun).” 

Hahaha … seketika tawa menggema, mereka menertawakan Panji yang mulai manyun, panji berjalan menghampiri pak Jojon, keseharian pria berusia 40 tahun itu memang bukan hanya membersihkan tribun, tapi sesekali ia menggenapi peserta jika pemain bola kurang.

Panji kembali menoleh dengan wajah semakin muram, bukannya kasihan teman temannya justru memberinya semangat pantang mundur, “Semangat…” teriak Evan.

“Pantang pulang sebelum menang …” teriak Dika, yang menambahkan yel yel sekolah mereka ketika hendak  mulai bertanding.

hahaha sementara yang lain hanya tertawa sahut menyahut, Dika bahkan sudah memasang mode video dari kameranya, demi mengabadikan momen manis tersebut.

Dari kejauhan mereka melihat Panji sudah tiba di dekat pak Jojon, setelah berbincang sesaat, Pak Jojon mulai mengangkat lengannya dan Panji pun segera melakukan tantangan yang Evan berikan pada nya, setelah selesai dengan misi nya Panji tempak berlari memegangi perutnya, sepertinya ia mual karena tak lama kemudian ia memuntahkan isi perutnya, tentu saja hal itu membuat teman teman Panji tertawa semakin kencang sekaligus kasihan karena ketika kembali wajah Panji memerah seperti kepiting rebus.

“Eitss … harus sportif.” Dika mengingatkan kembali aturan permainan ketika Panji terlihat menatap Evan dengan sedikit marah.

“Oke … sportif.” Kata Panji manggut manggut.

“Sorry bro … ga papa kan?” Evan segera meminta maaf atas ulah isengnya.

“Gak papa apanya, baunya kaya tempoyak berusia seabad.” keluh Panji.

hahaha Evan kembali tertawa geli, kemudian Dika memberikan botol tersebut kepada Panji sebagai peserta selanjutnya yang menjadi penentu permainan.

Botol pun kembali berputar, entahlah seolah alam mengizinkan panji membalaskan dendam, ujung botol tersebut berhenti tepat di depan Evan. “Truth or Dare?” panji bertanya tanpa basa basi, tampak sekali ia ingin membalas perbuatan Evan terhadapnya.  

“Dare …” Jawab Evan tanpa ragu, bukan karena merasa bersalah, tapi entahlah … hanya ingin saja, belakangan hidupnya terlalu datar, tanpa masalah.

“Bad Choice …” Panji tersenyum miring.

Evan menarik nafas ketika melihat Panji tersenyum puas, kemudian bersiap menunggu perintah evan.

“Cium siapa saja, orang pertama yang keluar dari lorong itu.” panji menunjuk pintu masuk dan keluar tribun.

Evan mengangguk paham, kemudian mulai menajamkan pandangan ke arah pintu tribun, sepertinya Evan benar benar sedang beruntung, walau mungkin sesudahnya ia akan mengalami nasib sial, karena tanpa di sangka dan tanpa diduga seseorang yang keluar dari pintu tribun adalah Luna, sang tuan putri yang sungguh sangat jauh dari jangkauannya.

“Huuuuu …” seru taman teman Evan yang memang mengetahui bahwa diam diam Evan memang menyukai Luna, hanya saja tak pernah bernyali mendekatinya.

“Ayo Van … tunggu apa lagi !” seru Dika memberi semangat.

“Berani kan? pasti berani doong …” imbuh Panji dengan nada sindiran yang memancing.

Evan pun berjalan menghampiri Luna yang masih celingukan mencari seseorang, mungkin dia sedang mencari Daniel, karena Daniel sekelas dengan Evan.

“Maaf … Luna.” ucap Evan Tepat sebelum menjalankan misinya, karena sesaat kemudian ia tak ingat apa apa lagi, pandangan matanya tiba tiba gelap, dan ia tak bisa mendengar apapun.

Terpopuler

Comments

Tatik R

Tatik R

Ya evan kenapa pingsan, harusnya cium dulu luna nya baru pingsan🤭😁

2023-08-06

1

Ais

Ais

Duh evan kamu knp pingsan kah setelah mencium luna atau kamu diksh bogem mentah sm salah satu kaln geraldy???

2023-08-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!