#4
Pukul 11 siang.
Disaat semua siswa sedang panas panasnya mencerna pelajaran, tiga sahabat tersebut mengendap endap keluar kelas demi merealisasikan rencana mereka.
Seantero sekolah sudah sangat hafal, jika pak Cipto selalu meninggalkan kunci motornya begitu saja, "tak ada yang mau nyuri motor yang sudah uzur, bukannya untung, malingnya sudah pasti buntung." Begitulah jawaban pak Cipto kala ditanya perihal kebiasaannya yang anti mainstream tersebut.
Dan ketiga kawan tersebut mengabaikan perkataan guru mereka, setelah memastikan tak ada security yang melihat, mereka mendorong motor hingga keluar gerbang.
Asap hitam mengepul ke udara ketika motor berhasil menyala sempurna, motor uzur berwarna merah dengan sayap berwarna putih itu pun melaju di jalan bersama tiga pemuda iseng yang memang memiliki hobi yakni kabur dari sekolah.
Yah kali ini bukan menjadi kali pertama Danesh dan kawan kawannya kabur dari sekolah, kadang kadang jika sedang apes mereka ketahuan, tapi seringnya tidak, karena mereka sudah kembali ke sekolah, tepat sebelum absensi akhir dimulai, karena eh karena, Dean kakak kembar Danesh selalu sigap membantu memberinya informasi.
“Gas yang kenceng dong …” Perintah Ardy yang duduk paling belakang.
“Ini udah paling kenceng b*go, gak lihat tuh asap di belakangmu, itemnya udah kaya asap pabrik arang.” teriak Danesh menjawab gerutuan sahabatnya.
“Lagian kamu punya usul aneh aneh, masak kabur pake Helikopter merk BMW.” Tedy
“BMW apaan?” Ardy.
“Bebek Merah Warnanya … hahaha.”
Hahahaha … ketiganya tertawa bersama, bebek Merah itu terus melaju pelan, karena dua alasan, yang pertama karena usianya yang kedua karena muatannya yang tidak manusiawi.
"BTW kita bakal begini terus nih??"
"Ya mau gimana lagi emang si BMW bisanya cuma lari kecepatan segini." Danesh pun akhirnya pasrah memberikan jawaban demikian.
Priiitt
Priiitt
Priiitt
Terdengar suara peluit dari arah belakang, Ardy yang duduk di kursi belakang pun menoleh, "polisi men, pake moge lagi." Ujarnya putus asa.
"Set dah … beneran kena tilang ini mah." Tedy berseloroh.
Dan rencana indah kabur dari sekolah, kini jadi bencana mengenaskan.
Danesh kembali berusaha menambah kecepatan motor malang tersebut, tapi semakin kencang gas di tarik bukannya kecepatan motor yang bertambah, melainkan asap hitam hasil pembakaran bahan bakar motor yang semakin mengepul keluar dari knalpot, polisi yang sedang mengejar mereka pun kembali meniup peluit nya.
Priiitt
Priiitt
Priiitt
Kali ini disertai dengan bel dan sirine.
Tak ingin lagi main kejar kejaran dengan anak sekolahan, polisi tersebut menghentikan laju si BMW dengan cara memotong jalan di depan motor uzur tersebut.
Polisi tersebut turun dari motor kemudian melepas helm nya.
"Oooo… cewek toooh."
Koor tiga sekawan tersebut.
Masih dengan kacamata hitam nya, polwan tersebut menghampiri Danesh dan teman temannya.
"Selamat siang."
"Siang, Bu…" Lagi-lagi mereka menjawab bersamaan.
"Bukannya ini masih jam sekolah? Kenapa keluyuran di jalan?"
"Lagi cari angin, Bu…" Jawab Ardy.
"Memang di sekolah kalian tidak ada angin?"
"Ya ada sih bu, tapi angin di luar lebih seger."
"Bukannya kalo di jalan malah ketemu polusi."
"Iya sih bu, tapi di jalan gak perlu lihat angka dan papan tulis."
Polwan berwajah cantik itu hanya menggelengkan kepala, mendengar jawaban nyeleneh ketiga pelajar tersebut.
"Punya SIM?" Tanya ibu polwan
"Nggak ada lah bu, kan kami belum 17 tahun." Jawaban nyeleneh itu kembali keluar.
"SIM pelajar juga gak punya? Kalian dari sekolah mana sih?" Polwan bernama Asri tersebut, memeriksa emblem di lengan kiri Danesh, kemudian memiringkan senyumannya, rupanya ia tengah berhadapan dengan anak-anak orang kaya.
"Kalo itu punya bu, tapi ketinggalan di sekolah." Jawab Danes sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Kenapa naik motor bertiga? Itu berbahaya."
"Kalau berempat gak cukup bu, lebih berbahaya kan??"
Polwan Tersebut kembali menarik nafas sepenuh d a d a, lagi lagi ia harus berurusan dengan para pelajar yang membolos.
"Kalian ini memang hobi cari masalah?" Tanya polwan Asri.
"Iya buuu… wahh ibu pinter yah ternyata, memang dari kemarin saya cari-cari, tapi gak ketemu si masalah itu,"
Tedy dan Ardy mengulum senyuman, mendengar jawaban Danesh, bahkan polwan Asri sempat shock sesaat karenanya.
Tanpa banyak berkata lagi, polwan cantik tersebut, menghubungi seseorang, beberapa menit kemudian, mobil pick up datang dan mengangkut si BMW, bersama dengan Danesh dan kedua temannya sekaligus, pick up tersebut membawa mereka ke kantor polisi.
Alamat sudah, hari ini Danesh pasti akan mendengar pidato panjang mommy Bella yang sudah sangat Indonesia, bahkan kadang memasukkan logat Betawi campur Sunda, setelah hampir 20 tahun menetap di Jakarta, Mommy Bella sudah sangat melokal, sama sekali tak nampak bahwa Mommy adalah keturunan Melayu dan Amerika,
.
.
.
Jam 2 siang di gedung serbaguna sekolah.
Segerombolan gadis sedang bersiap dengan pakaian khusus yang biasa mereka pakai ketika berlatih marching band.
Luna yang sudah berpakaian, mengencangkan tali sepatunya, serta menguncir rambut panjangnya.
"Ay… aku udah cantik belom??" Tanya Luna usai bersiap, jika sudah jam pulang sekolah, Aya akan menunggu hingga Luna selesai berlatih, sementara ia sendiri akan memanfaatkan waktu menunggu tersebut dengan belajar, itulah yang paling Aya sukai, tak heran jika ia sering menyabet gelar juara di ajang Olimpiade sains dan MIPA.
"Udah kok," Jawab Aya sembari merapihkan anak rambut Luna, "sejak kapan kamu gak cantik." Puji Aya apa adanya.
"Ish…" Wajah Luna merona.
"Wajahmu merah… baru juga aku yang melempar pujian, wajahmu sudah merah begitu,"
"Gimana lagi Ay, pujianmu selalu bikin aku melayang."
Hal yang wajar, karena semua sudah tahu sama tahu, dan tak ada yang berani mengusik si cantik cucu perempuan opa Alex dan oma Stella, karena itulah yang ada hanya pujian, tapi Luna tahu pasti pujian tersebut hanya lah pemanis bibir, bukan sungguh sungguh dari hati, lain halnya dengan Aya yang selalu berkata apa adanya, karena itulah Luna Menyukai gadis itu, tanpa melihat status Aya dan keluarganya.
Dari kejauhan tepatnya di sudut atas tribun penonton, ada segerombolan pemuda yang menjadi anggota marching band fans club, maklum lah, marching band sama halnya para cheerleader, mereka berisikan deretan gadis cantik nan sexy, maka klub tersebut pun terbentuk, anggotanya adalah para lelaki yang mencintai indahnya mahluk hawa.
Evander Gunadi, lelaki muda yang sejak lama menyimpan rasa pada bidadari keluarga Geraldy, namun tak pernah mendapat tanggapan dari gadis itu, lagi pula, Luna selalu dilindungi kedua kakak dan kedua adiknya, hingga nyaris tak ada celah yang membuat para penggemar Luna untuk mendekat, sebenarnya Evan sudah mulai putus asa, tapi setiap kali melihat senyum dan kelebatan rambut indah Luna, hatinya selalu berdebar hebat.
"Van… belom berpindah ke lain hati?" Tanya Andra.
"Belum bro, gak akan bisa kaya nya, apa aku nekat aja yah?"
"G il a kamu, udah siap babak belur sama kakak dan adek nya?"
Evan hanya tersenyum, yang jelas ia belum ingin menyerah memperjuangkan gadis pujaannya.
Sementara itu, genderang drum serta berbagai alat musik menggema di setiap sudut gedung latihan sudah dimulai, Luna sudah bergerak lincah, tangannya dengan mudah mengayun tongkat, bahkan terlihat ringan ketika Luna dengan lihai memutar bahkan melemparnya ke udara, senyum cantiknya mengembang sepanjang latihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nah loh 🤣🤣
2024-09-10
0
Hiatus
berjuang yg keras evan
2024-07-10
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨 Uranium
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-06-26
0