"Tuan harus sabar, ingat kesehatan!" Sahut kepala pelayan menenangkan tuan Wijaya yang masih memandangi Arlan dan Kris berjalan di halaman menuju gerbang.
"Bagaimana saya bisa sabar dan tenang? Sementara mereka menyembunyikan perceraiannya!" Balasnya menunjuk ke arah gerbang.
"Itu karena mereka takut akan kondisi tuan!" Ucap kepala pelayan menuntun tuan Wijaya kembali masuk ke dalam.
"Apa kamu juga sudah tahu masalah ini?" Tanyanya menghentikan langkahnya melirik kepala pelayan.
Kepala pelayan itu terdiam beberapa saat lalu mengangguk membuat tuan Wijaya mengerutkan dahi.
"Antar saya ke kamar sekarang!" Serunya saat merasa kepalanya tiba - tiba berdenyut, pantas saja menantunya tidak pernah terlihat selama ini, batinnya.
'
'
'
"Pak, sampai kapan kita tinggal disini?" Tanya Kris kepada Arlan yang terlihat sedang mengintip di balik gerbang, memastikan kondisi aman sebelum kembali masuk mengambil mobil sport hitam miliknya yang terparkir di depan tangga pintu utama.
"Sampai keadaan sudah aman!" Balasnya serak masih mengintip.
"Tapi kita sudah hampir sejam berdiri di sini pak, kaki saya sudah kram ditambah lagi tadi kena pukul sama tuan!" Balas Kris sedikit merengek memegangi betisnya.
"Kamu mau saat kita masuk Boy tiba - tiba muncul dan mengejar kita? Diakan punya ikatan batin dengan papa. Tanya Arlan melirik Kris yang juga sedang mengintip.
"Iya juga ya, sudah cukup dulu celana baru saya robek kena cakaran!" Balas Kris berdelik.
Boy adalah nama anjing peliharaan penjaga rumah kediaman keluarga Wijaya. Setiap kali Arlan dan Kris melakukan kesalahan, maka tuan Wijaya akan mengejar mereka dengan tongkat. Tapi anehnya, Boy selalu saja ikut mengejar mereka hingga mencakar celana mereka jika sedang membuat tuan Wijaya kesal. Hanya saja hari itu mereka lebih beruntung karena Boy sedang tertidur pulas di kandangnya.
'
'
'
Tepat satu minggu setelah Arlan menggelar konferensi pers, pandangan publik tentang pernikahannya semakin positif, mereka tidak lagi mengeluarkan kritikan - kritikan bersifat menjatuhkan.
Kembali para dewan direksi menggelar rapat bersama dengan CEO. Di dalam ruang rapat yang full AC berdinding kaca menjulang tinggi, Arlan kembali duduk di kursi kebesarannya dalam stelan jas berwarna hitam dipadukan kemeja pick juga dasi senada.
Wajah tampan namun terlihat datar dan tenang, saking tegangnya tidak ada yang bisa menebak setiap isi pemikirannya, namun terlihat menawan dan berwibawa.
Ia duduk dengan tenang menautkan jemarinya diatas meja melihat tayangan video di layar laptop di depannya yang terhubung ke layar di belakangnya. Sementara para dewan, Rama juga sekretarisnya melihat melalui tayangan di layar.
"Kami merasa hubungan yang berakhir itu sudah menjadi hal yang wajar jika sudah tidak cocok!"
"Saya salut dengan CEO PT. PERKASA WIJAYA, karena telah berani mengklarifikasi secara terbuka terkait masalah yang beredar sehingga sekarang sudah tidak menjadi desas desus yang membingungkan."
"Selama ini beliau telah bekerja dengan baik, jadi saya rasa tidak ada masalah!"
"Pak Arlan itu CEO yang cukup bijaksana, berpikiran luas dan selalu mementingkan kepentingan bersama!"
Kurang lebih seperti itulah tanggapan masyarakat di luar. Mereka sudah tidak mempermasalahkan lagi rumor yang selama ini beredar dan bisa dibilang rumor itu perlahan mulai menghilang.
"Saya mewakili para dewan berterima kasih kepada bapak karena rumor yang sempat meresahkan perusahaan kini sudah mereda!"
"Benar, tidak salah kami mempercayakan posisi CEO kepada bapak, dengan begini saya kira proyek kita bisa tetap berjalan tanpa ada kendala!"
"Terima kasih atas kepercayaan para dewan!" Balas Arlan serak dan wajahnya masi saja terlihat datar.
Para dewan mengangguk legah sementara Rama terlihat memandanginya dengan dingin seperti ada rasa kesal mendalam.
Tentu saja karena kepercayaan orang - orang di perusahaan kembali membaik kepadanya, akan sulit baginya untuk melengserkan Arlan dari posisi CEO.
'
'
'
Siang itu, Aluna di temani Helen kembali menemui kliennya di sebuah restoran yang cukup mewah.
"Wah cantik sekali, bahkan lebih cantik dari gambar yang saya lihat!" Sahut klien wanita yang berpenampilan glamor itu sambil mengangkat tangannya melihat cincin indah melingkar di jemarinya.
"Syukurlah kalau ibu senang!" Balas Aluna mengulas senyum.
"Dengan begini saya bisa memakainya ke acara arisan besok!" Balasnya memamerkan cincin ke pada Aluna dan Helen.
"Hehehe!" Kompak terkekeh.
"Oh yah untuk pelunasannya ibu bisa transfer seperti biasa!" Seru Aluna.
"Tentu, terima kasih Bu!" Balas klien itu, kebetulan dia salah satu klien tetap Aluna sehingga mereka bisa saling mempercayai.
Setelah kien itu pergi, Aluna tiba - tiba merasa ingin ke toilet dan Helen pun menemaninya.
Aluna membasuh wajahnya yang terasa sedikit panas, lalu menatap cermin sebelum kembali memperbaiki riasannya. Sementara Helen lebih memilih menunggu di luar.
"Selamat ya Nindia, akhirnya sekarang kamu udah jadi nyonya CEO PT. PERKASA WIJAYA!"
Aluna sontak menghentikan riasannya, hatinya sedikit bergetar mendengarkan perkataan wanita yang tidak ia kenal.
"Terima kasih!"
"DUG!"
Aluna membulatkan mata saat mendengar suara yang tidak asing itu, siapa lagi kalau bukan Nindia. Tubuhnya terasa lemas dan bergetar saat itu juga.
"Kamu pasti sekarang bahagiakan?"
"Tentu saja, aku tidak perlu lagi selalu berpura - pura baik kepada saudara tiriku, dan semua orang sudah tahu kalau akulah sekarang menantu satu - satunya keluarga tuan Wijaya!" Balas Nindia dingin.
"Tapi bagaimana jika dia kembali mengejar pak Arlan? Lawan bicaranya kembali bertanya.
"Tidak akan! Dia tidak bisa melahirkan keturunan, sementara aku sekarang sudah mengandung pewaris pertama keluarga Wijaya!" Lanjut Nindia penuh penekanan yang berada di toilet sebelah sambil menyunggingkan senyum licik khasnya.
Sementara Aluna berpegangan pada pinggir wastafel, Hatinya kembali tersayat mendengarkan kata - kata Nindia.
Rupanya selama ini kebaikannya semata hanya tiupan saja, dia tidak pernah benar - benar menganggapnya sebagai saudara.
Aluna mencengkram kuat pada wastafel sampai kukunya memutih. Rasa sakit bersama dengan kemarahan menyelimuti hingga mampu mendominasi ruangan.
Tenggorokannya tercekat, kedua kelopak mata bergetar menahan sakit agar buliran jernih tidak kembali menetes. Aluna mengatupkan gigi sampai rahangnya mengeras lalu menegakkan kepala menatap pantulan wajahnya di cermin.
"Tidak, aku tidak boleh menangis hanya untuk penghianat itu!" Batinnya menguatkan diri.
"Hhhfftt..." Aluna menghela napas lalu mengibaskan kedua tangannya meredakan rasa perih di matanya.
"Ceklek!"
Suara pintu terbuka, baik Aluna maupun Nindia bersama temannya keluar dari toilet dalam waktu yang bersamaan.
Aluna berdiri menatap Nindia dengan wajah datar sedangkan Nindia sendiri sedikit terkejut saling melirik dengan teman.
"Ka Aluna,, apa kabar? Nindia kangen sama kakak!" Lirihnya memasang wajah sok polos memeluk Aluna, sedangkan Aluna sendiri hanya berdiri tidak merespon.
"Kak, kakak baik - baik ajakan?" Lanjutnya melepaskan pelukan lalu menggenggam kedua tangan Aluna berpura - pura peduli bahkan rautnya sedikit sendu.
"Tidak perlu berpura - pura baik lagi! Kakak sudah mendengar semuanya!" Balas Aluna serak melepaskan tangannya dari genggaman Nidia.
Nindia melongo mendengar ucapan dari Aluna yang sepertinya sudah tahu tentang sikapnya yang hanya berpura - pura baik.
"Baguslah kalau kakak sudah tahu, jadi aku nggak perlu lagi sok baik di depan kakak!" Balas Nindia menyilangkan kedua tangannya menyunggingkan senyum licik menatap Aluna yang terlihat sedikit pucat.
Helen sedikit mengerutkan dahi, rautnya terlihat masam mendengarkan perbincangan mereka terutama perkataan Nindia yang membuatnya tiba - tiba merasa emosi.
"Aku tidak menyangka memiliki adik se licik kamu Nindia!" Ucap Aluna bergetar mengepal kedua tangannya sampai ototnya mengeras, namun enggan melihat wajah adiknya.
Nindia selangkah majuh mendekati Aluna yang berdiri memalingkan wajah darinya. Nindia meneliti wajah yang terlihat sedikit pucat di depannya, membuatnya berpikir kalau saat ini Aluna pasti sedang di selimuti rasa takut juga emosi semakin membuatnya senang.
"Itu karena kakak saja yang terlalu bodoh!" Balas Nindia sambil menggerakkan telunjuknya membelai lembut wajah Aluna lalu kembali menyunggingkan senyum licik khasnya.
"Berengsek kamu Nindia!" Sahut Helen tiba - tiba menarik tangan Nindia dari wajah Aluna merasa geram akan sikap lancangnya.
"Ini bukan urusanmu!" Balas Nindia menatap tajam Helen berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Helen.
Helen semakin mengeratkan genggamannya hingga kukunya memutih, "Jika menyangkut Aluna tentu saja akan menjadi urusanku!" Gertaknya menatap tajam Nindia.
"Akh!" Nindia sedikit meringis merasakan pergelangan tangannya yang mulai terasa nyeri karena Helen terus mengeratkan genggamannya.
Aluna mengerutkan dahi melihat wajah kesakitan dari Nindia.
"Lepaskan dia Helen, dia sedang hamil!" Seru Aluna datar tapi tatapannya tajam!
"Tapi,,,?"
"disini ada cctv, orang seperti dia pandai memanfaatkan situasi!" Lanjut Aluna melirik cctv yang terpasang di atas mereka.
"Dasar ******!" Ucap Helen melepaskan genggamannya dengan kasar, dan giliran Aluna yang menyunggingkan senyum mengejek kepadanya.
Aluna dan Helen pun berlenggak meninggalkan mereka. Sementara Nindia, dia berdiri mengepalkan kan tangan menatap punggung Aluna yang berjalan dengan santainya.
Nindia mengatupkan gigi, wajahnya masam akan sikap Aluna yang terlihat tidak seperti biasanya. Dia sedikit lebih berani dari yang ia ketahui selama ini.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
***** itu artinya dj4l4n9 ya kak othor .... 😅😅😅
2023-08-21
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
jangan2 Nindia bukan mengandung anak Arlan ..
sukurin aja buat si mama 🤪
2023-08-21
0
Mimi Maryati
cerita nya bagus tolong jgn lama" sambungan nya. ...
.
2023-07-27
1