"Non sudah pulang?" Sahut Bi Inem menyambutnya di depan pintu.
Aluna mengulas senyum "Iya bi!" Balasnya sambil berjalan menuju kamarnya yang terletak di lantai 2.
Aluna Melepaskan pakaian juga heels. Kedua kakinya terasa kram membuatnya duduk di sofa dalam keadaan hanya mengenakan tank top serta celana yang selutut.
Perlahan bersandar di sofa menatap langit - langit kamarnya. Rasanya sangat aneh selama sebulan lebih setiap hari pulang kerja tidak ada seseorang yang menyambutnya.
Setiap hari hanya menghabiskan waktu seorang diri di dalam kamar, tidak ada pelukan hangat di setiap malamnya.
Kesepian? Sudah pasti. Hari - harinya yang penuh warna dalam sekejap berubah menjadi gelap tak berbintang.
'
'
'
_APARTEMEN_
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Arlan dengan serak sontak mengejutkan Nindia yang tengah berdiri di balkon.
Nindia berbalik menatap Arlan yang sudah berdiri di dekatnya. Tangannya dilipat ke belakang seakan menyembunyikan ponselnya.
Arlan sedikit mengerutkan dahi melirik tangan Nindia. Terlihat aneh sampai mengundang rasa penasarannya.
"Aku sedang mencari angin!" Balasnya mengulas senyum sambil menggandeng tangan suaminya.
Arlan tidak memikirkan terlalu jauh akan sikap Nindia dan membuang rasa curiganya.
"Angin malam tidak baik untuk ibu dan bayi. Ayo masuk! ibu sudah menyiapkan makan malam! Seru Arlan.
'
'
'
"Wah makanannya banyak sekali Bu?" Tanya Nindi sambil menarik kursi lalu duduk begitu juga dengan Arlan yang duduk di sampingnya.
"Ibu sengaja masak makanan yang bergizi untuk memenuhi kebutuhan bayimu!" Sahut ibunya mengulas senyum.
Beberapa olahan makanan dari sayur dan ikan segar telah disiapkan khusus untuknya.
"Mas, aku mau sayur dan ikannya!" Sahut Nindia bermanja kepada suaminya.
Tanpa berpikir panjang Arlan pun memenuhi permintaannya. Dia mulai menyajikan nasi sayur dan lauk pauk sesuai permintaan istrinya.
Arlan selalu siap menjaga dan memenuhi permintaan Nindia demi keselamatan calon penerus Perkasa Wijaya sesuai dengan amanah mamanya.
"Mas suapi yah!" Lanjutnya saat Arlan menyodorkan piring kepadanya.
"Nindia, Arlan juga mau makan nak!" Sahut Ibunya yang juga duduk bersama mereka di depan meja makan.
Nindia memasang wajah cemberut sedikit menunduk mengelus perutnya.
"Nggak papa Bu!" Sahut Arlan serak sontak membuat Nindia menegakkan kepala menata suaminya dengan binar.
Arlan dengan sabar mulai menyuapi Nindia. Tapi, baru 2 sendok perut mulai terasa tidak enak. Tiba - tiba rasa mual menyelimuti membuat nafsu makannya menurun.
"Hoek!" Nindia menutup mulutnya sedikit menjauh dari piring yang dipegang oleh Arlan.
"Kamu kenapa?" Tanya Arlan sedikit bingung dan Nindia hanya menggeleng masih menutup mulutnya.
"Mungkin Nindia merasa mual mencium bau makanan!" Sahut ibunya menatap mereka.
Arlan mengerutkan dahi menatap balik ibu mertuanya. Lalu, meletakkan piring di atas meja.
"Ngidam. Mungkin Nindia ngidam dan itu wajar untuk usia kehamilan muda." Jelas ibu Nindia.
Arlan menatap Nindia dengan wajah sedikit khawatir. "Apa ini akan berbahaya?" Kembali menatap ibu mertuanya.
"Tidak. Kamu hanya perlu menjaganya dengan baik sampai melewati masa ngidam!" Mengulas senyum.
"Apa ibu juga pernah mengalami?" Kembali Arlan bertanya.
"Tentu. Waktu ibu hamil Nindia ibu mengalami ngidam selama berbulan-bulan!" Kembali ibunya menjelaskan membuat Arlan membulatkan mata sementara Nindia hanya menyimak.
"Hehehe,, Kamu tenang saja rasa ngidam setiap ibu hamil berbeda, mungkin saja Nindia ngidam tidak selama ibu!" Sahut mertuanya dan Arlan pun mengangguk.
'
'
'
"Tok. Tok. "
Suara ketukan dari balik pintu mengusik Aluna yang berbaring di atas kasur dalam balutan piyama berwarna biru. Perlahan bangun dan duduk di pinggir kasur.
"Ini bibi antarkan makan malam non!" Sahut bi Inem dari balik pintu.
"Masuk bi!" Serunya berat.
"Ceklek!"
Aluna menatap pintu yang terbuka. Nampak bi Inem membawa nampan masuk menghampirinya.
"Non sekarang waktunya makan malam!" Sahut bi Inem sambil meletakkan nampan di atas meja.
Aluna beranjak lalu duduk di sofa. Dalam keadaan diam Aluna menatap piring di atas meja, meski masakan bi Inem adalah makanan favoritnya.
Tapi, napsu makannya seakan menghilang begitu saja menatap makanan di depan matanya. Perutnya terasa peri tapi tenggorokannya terasa tidak nyaman. Tidak keinginan untuk menyentuh makan itu.
"Bi bawa saja makanannya!" Sahutnya tiba - tiba setelah beberapa saat memandangi makanannya.
"Tapi non, ibu hamil harus banyak makan! Nanti bayinya kurang gizi!" Balas bi Inem duduk di sampingnya, lalu mengelus kepala Aluna.
Bi Inem menatap wanita hamil di depannya kembali mengingat saat dirinya menemani Aluna kecil makan dimasa lalu.
Gadis kecil yang lincah, berkulit putih, rambut panjang di kepang yang selalu menatap binar juga tersenyum kepadanya setiap kali memakan masakannya.
Kini gadis itu telah tumbuh menjadi wanita dewasa yang berparas cantik. Tapi tidak dengan keceriaannya.
"Perut Aluna peri bi, tapi Aluna nggak ada napsu makan. Setiap Aluna mulai menyentuh atau mencium bau makanan, Aluna merasa mual dan pasti mutah!" Lirih Aluna menatap sendu bi Inem.
Dengan mata memerah bin Inem menatap wajah pucat dan lesu di depannya. Gadis kecil yang penuh keceriaan itu tidak lagi terlihat. Hanya wajah malang yang menghiasi.
"Di coba aja dulu! Bibi suapi yah!" Sahut bi Inem.
"Tapi nanti muntah lagi!" Lirihnya memelas.
Aluna tau betul seperti apa rasa sakitnya ketika dia memuntahkan seluruh isi perut setiap kali mencoba untuk makan.
Dulu setiap dirinya merasa tidak enak badan Arlan selalu memanjakannya. Tapi kini, walau tengah mengandung anaknya tapi dirinya hanya mampu menanggung bebannya seorang diri bersama dengan sisa kenangannya bersama mantan suami yang masih sangat ia cintai.
Aluna tidak pernah berpikir kalau hidupnya akan menjadi seburuk yang sekarang. Selama beberapa tahun berusaha untuk bersabar setiap kali mendengar mertuanya meminta cucu, mengubur dalam - dalam omongan orang disekitarnya.
Sampai di saat dirinya sudah tidak bisa berpikir lebih jerni dan berada di ujung tanduk. Dengan terpaksa menyetujui keinginan mertuanya agar sang suami menikah lagi.
Tapi, setelah berpikir lagi Aluna merasa lebih baik mengakhiri pernikahannya daripada harus berbagi suami dengan wanita lain. Mungkin dengan saling melepaskan dirinya akan perlahan menemukan kebahagiaan lain.
Nyatanya, semua diluar dugaan. Yang terburuk dari sikap cerobohnya ialah dia baru mengetahui status kehamilannya setelah bercerai.
Bodoh. Yah dirinya bisa dibilang bodoh karena sikap egoisnya secara tidak langsung membawanya ke dalam lembah hitam yang terus menyeretnya jatuh lebih dalam.
Keangkuhannya sendirilah yang menyebabkan dirinya kehilangan sosok suami yang sangat mencintainya. Kalau bisa menyalahkan, maka dirinyalah yang paling pantas disalahkan karena telah memberikan suaminya kepada wanita lain.
Dulu dia sangat takut ketika membayangkan bagaimana sulitnya akan menjalani duri rumah tangga dalam keadaan dimadu. Naasnya, justru hidup yang sekarang dia jalani penuh dengan tusukan yang semakin hari semakin dalam hingga hampir membuatnya kehabisan napas.
Sejak bercerai, udara yang dia hirup seakan semakin berkurang dan setiap ruang yang dia tempati terasa sempit menghimpit tubuh kecilnya.
'
'
'
PT. PERKASA WIJAYA...
Arlan baru saja menggelar rapat. Dengan langkah lebar dia berjalan meninggalkan ruang rapat menuju ruang pribadinya.
Tubuh tegap dan kekar, wajah tampan namun datar memancarkan aura dingin mampu menekan seisi ruangan. Setiap mata yang memandang langsung menunduk tidak berani menatap lebih lama.
"Kris, selain rapat apa agenda hari ini?" Tanya Arlan serak yang masih terus berjalan.
"Setengah jam lagi kita ada janji dengan klien!" Sahut Kris asisten yang berjalan mengikutinya di belakang.
"Oh ya, dimana?" Kembali bertanya.
"Di seafood resto" balas Kris sontak membuat Arlan menghentikan langkahnya.
Kris ikut menghentikan langkah. "Apa ada masalah pak?" Tanya Kris menatap Arlan yang tertegun.
"Tidak. Sebaiknya kita langsung ke sana saja!" Ajak Arlan dan Kris pun mengangguk.
Arlan yang tadinya hendak masuk ruang kerjanya mengurungkan niat setelah mendengar penjelasan Kris.
_SEAFOOD RESTO_
Arlan dan Kris berada di depan seafood resto. Sebuah restoran yang menyajikan khusus makanan olahan berbahan utama seafood yang letaknya bersebrangan dengan gedung berlantai 5 tempat kerja Aluna.
Dalam hati Arlan berharap agar bisa melihat Aluna. Dulu Aluna sering makan di tempat itu bersama dengan teman kantornya, itu sebabnya dia menaruh harapan agar bisa bertemu di tempat itu.
Sejak bercerai, mereka tidak pernah bertemu lagi. Ada tumpukan rasa rindu di dadanya.
1 jam telah berlalu dan pertemuan Arlan bersama klien pun telah selesai. Dengan berat hati Arlan meninggalkan tempat itu.
Tanpa sepengetahuan Arlan, Aluna yang berdiri di ruang kerjanya menghadap ke jendela kaca. Dari gedung lantai 4 ia melihat laki - laki tampan dalam balutan jas hitam yang kekar masuk ke dalam mobilnya lalu meninggalkan tempat itu.
Meski jaraknya cukup tinggi tapi dia sangat hafal kalau dia adalah Arlan. Dan hatinya tidak pernah salah jika menyangkut dirinya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Fawa Atwa
Hai Kak aku mampir, smgtt terus dan jika berkenan mampir juga yuk ke karya novelku yang berjudul ''Perasa''/Hey/
2024-02-29
0
Ma Em
jangan jangan Nindia hamil bukan Anaknya Arland.
2023-12-30
1
Frida Fairull Azmii
Thor,mohon maaf bsa gak ya Arlan si wajah tampan bertubuh kekar nya gk d ulang" terus...
seperti nya untuk gambaran Arkan tampan dan tubuhnya kekar sdh cukup d awal sja..
trus biasa nya klo suara serak d gambarkan nya klo bangun tidur ya,mungkin pas ngomong SMA Kris nnyain jadwal BKN Arlan dgn Suara serak gmna klo dgn suara nya yg TEGAS,terima kasih🙏
2023-09-07
1