Beberapa jam telah berlalu, tepat jam 20 : 00 malam di sebuah bar kecil yang berada di pinggir kota.
"Hey lihat, bukankah ini adalah bos besar yang ada diberita itu?" Teriak laki - laki yang bertubuh besar berkepala botak itu menunjuk Arlan tengah duduk meneguk gelasnya.
Arlan tidak memperdulikan perkataannya, dan masih terus mengangkat gelasnya.
Tidak lama 2 orang kawanan laki - laki itu menghampiri Arlan ketika hendak menuang isi botolnya ke dalam gelas.
"Benar! Dia laki - laki kaya raya itu, yang sebentar lagi akan menikah untuk kedua kalinya!" Balas salah satu kawannya yang juga bertubuh besar.
"Wah jadi orang kaya memang hebat yah, bisa menikahi beberapa wanita hahah!
"Aku juga mau dong menikah lagi!"
"Hahahah." Beberapa pengunjung yang ada di sana kompak tertawa membuat hati Arlan memanas.
"Tutup mulutmu!" Ucap Arlan dingin menatap tajam sambil mencengkram kera baju laki - laki bertubuh besar itu.
"Woow,, santai bro santai!" Balas laki - laki itu dengan tatapan menantang sambil melepaskan cengkraman Arlan.
Arlan melepaskan cengkeramannya dengan kasar lalu kembali duduk dengan wajah yang masam.
"Dasar laki - laki paya! Kalau aku jadi istrinya aku pasti menceraikannya!" Gerutu si kepala botak tidak terima temannya di ancam oleh Arlan.
Arlan kembali memanas dan langsung kembali berdiri dari duduknya. "BUG!" Satu tonjokan keras dari Arlan melayang ke wajah si botak itu.
"Kurang ajar. BUG!" Laki - laki botak itu membalas menonjok balik wajah Arlan hingga sudut bibirnya memar.
Arlan yang dalam keadaan mabuk pandangannya mulai kabur hingga sulit berkonsentrasi. Dengan amarah yang kuat tanpa berpikir panjang dia meraih botol di atas meja bersiap memukul laki - laki itu.
"HAAA,,, BRAAK!" Arlan memukul keras tapi laki - laki itu spontan menghindar sehingga botol itu pecah menghantam sudut meja tempat si botak berdiri.
Belum sempat Arlan menghindar saat masih ingin memukul, tiba - tiba kawanan laki - laki itu menangkap lalu memegangi tubuhnya hingga Arlan tidak bisa bergerak.
"BUG!"
"BUG!"
Akhirnya Arlan kembali mendapatkan 2 pukulan dari laki - laki botak itu.
"Apa - apan ini?" Tegur pemilik bar yang bertato dengan rambut di kuncir membuat laki - laki botak itu menghentikan aksinya.
Beberapa penjaga bar pun mulai menghentikan mereka.
"Kalau kalian mau bikin keributan jangan di tempat ini!" Tegasnya.
"Awas kamu!" gertak laki - laki botak itu menunjuk Arlan lalu pergi di ikuti oleh 2 kawannya. Mereka melepaskan tubuh Arlan yang mulai lemas dengan kasar hingga terdorong dan tersungkur ke ujung meja.
"Pak Arlan!" Sahut Nindia menghampiri. Dengan panik dia meneliti wajah memar Arlan.
Nindia sendiri sedari tadi membuntuti Arlan tanpa sepengetahuan yang lain termasuk Kris.
Nindia memapah Arlan keluar dari tempat itu dan mengantarnya kembali ke apartemen. Karena lokasi agak jauh sehingga memakan waktu sekitar 30 menit untuk sampai ke rumah.
'
'
'
Malam itu Aluna mencari Arlan ke beberapa tempat yang sering dia kunjungi termasuk bertanya ke klub malam di pusat kota. Tapi hasilnya nihil.
Wajahnya terlihat lesu, kepalanya kembali terasa pusing dengan langkah berat dia berjalan ke pinggir jalan raya menyetop taxi. Dan untungnya taxi itu kosong sehingga dengan cepat dia bisa meninggal tempat yang dingin itu.
15 menit kemudian, Aluna telah sampai di apartemen dengan terburu - buru turun dari taxi dan berlari menaiki tangga lobi apartemen.
Karena terlalu panik tangannya sampai bergetar memencet tombol lift lalu dengan cepat masuk. Pikirannya hanya satu yaitu Arlan.
'
'
'
Sementara di dalam Apartemen, Nindia baru saja membuka pintu. Dia memapah Arlan yang sudah mabuk ke sofa ruang tengah. Ruangan itu dapat dilihat dengan jelas jika kita sedang berdiri tepat pintu masuk.
Tubuh Arlan terasa berat hingga Nindia kehilangan keseimbangan dan keduanya tidak sengaja terjatuh diatas sofa panjang yang berada di ruang tengah.
"Akh!"
Nindia terkejut saat badannya terhempas di di atas sofa dalam keadaan terlentang, sementara Arla, secara tidak sengaja ia ikut terjatuh dan menindih badan Nindia sehingga posisi mereka terlihat sangat intim.
Sontak Nindia membulatkan mata saat Arlan berada diatasnya.
"DUG! DUG! DUG!"
Jantung Nindia mendadak berdetak lebih cepat, dalam diamnya dia menetap wajah tampan dari Arlan yang juga menatapnya lalu melihat bibir berwarna merah sangat menggoda.
"G-LUK,,!" Nindia menelan saliva, ada rasa panas menyelimutinya. Jujur saja Arlan adalah tipe idealnya bahkan diam - diam ia sempat memiliki perasaan kepadanya. Hanya saja karena Arlan lebih dulu kenal dengan Aluna, jika tidak mungkin dialah yang berstatus sebagai istri sahnya saat ini.
Walau hanya dalam keadaan mabuk, tapi ia sangat bahagia bisa merasakan tubuhnya bersentuhan dengan Arlan, Aroma melting bercampur bauh alkohol membawa sensasi liar di benak Nindia.
Sementara Arlan sendiri sulit melihat dengan jelas wajah Nindia, dia bahkan mengira jika dirinya tenga berbaring di atas kasur.
'
'
'
"Ting!"
Aluna keluar saat pintu lift terbuka kembali berlari menuju unit miliknya. Tubuhnya dipenuhi keringat dan napasnya tersengal tapi ia tetap melanjutkan langkahnya.
Saat sampai di depan apartemen, pintu sedikit terbuka lalu perlahan menghentikan langkahnya. "Mas Arlan?" Lirihnya mengulas senyuman memandangi pintu, itu artinya suaminya telah kembali.
Perlahan Aluna melangkah mendekati pintu yang tidak tertutup rapat.
"t,,ak"
"t,,ak"
"tak!!"
Namun senyuman Aluna memudar seketika tergantikan dengan raut yang menegang.
Tubuhnya bergetar dan terasa lemas memandangi Arlan bersama Nindia dari balik pintu yang terbaring di atas sofa.
Dalam posisi Arlan menindih tubuhnya Nindia adiknya yang terbaring telentang membuat dadanya kembali tersayat. Tenggorokannya tercekat, kedua sudut matanya perlahan menitihkan buliran jernih.
Rasanya ingin berteriak sekencang mungkin tapi lidahnya keluh, Rasanya ingin berlari dan menghilang tapi kedua kakinya lemas bergetar, tidak ada kekuatan untuk melangkah. Dia hanya mampu membekap mulutnya dengan tangan sambil mengalihkan air matae merasakan tusukan di sekujur tubuhnya.
Aluna mengumpulkan kekuatannya sekuat tenaga, perlahan memundurkan langkahnya lalu kembali berlari meninggalkan apartemen.
Sementara Nindia yang sekilas melihat bayangan Aluna terlonjak lalu dengan cepat mendorong tubuh Arlan menjauh.
Nindia berniat mengejar kakaknya, tapi terbesit dihatinya kalau memang hal seperti itulah yang ia inginkan. Nindia menunggingkan senyum licik lalu kembali memandangi Arlan.
Sebentar lagi mereka akan menikah, jadi apa gunanya mengejar istri yang sebentar lagi ia singkirkan. Dalam hati bersorak atas pencapaiannya yang selangkah lebih maju.
Aluna membelai lembut waja Arlan yang terpejam. Terlihat tenang seperti tertidur pulas tanpa pengaruh alkohol.
"Sebentar lagi kamu akan menjadi milikku seutuhnya!" Nindia membatin memancarkan senyuman tipis namun mengandung kelicikan.
"Panas,," Gumam Arlan menepis tangan Nindia. "Aluna,,, Alu,,na!" Lanjutnya lalu kembali tertidur.
Seketika hati Nindia bergejolak mendengar Arlan yang bahkan dalam keadaan tidak sadar pun ingatannya hanya kepada Aluna.
Nindia kembali menatap Arlan dengan tatapan tajam, rahangnya mengeras mencengkram kuat pada ujung dress nya yang selutut.
"Akan kupastikan setelah ini, dimasa depan tidak ada lagi Aluna di ingatanmu!" Kembali Nindia membatin.
'
'
'
Dengan langkah gontai, Aluna menyusuri jalan raya memeluk tubuhnya yang dingin bergetar, dia terus melanjutkan langkahnya yang berat sesekali menyeka wajahnya menghapus buliran jernih yang tak hentinya mengalir.
Permainan apa lagi ini yang diberikan kepadanya? Dia terpaksa menyetujui perjodohan suaminya tapi, setelah melihat kebersamaan mereka membuat dirinya menggila.
Langit seakan runtuh menghimpit tubuh kecilnya yang tak berdaya. Rasanya tidak sanggup jika ia harus melihat suaminya disentuh oleh orang lain setiap hari. Apa gunanya dia bersuami jika harus berbagi kasih dengan yang lain.
Malam itu Aluna tidak tahu harus kemana, jika ke rumah Helen ini sudah larut malam ia takut jika mengganggunya. Ke hotel? Tapi ia hanya membawa pakaian yang dikenakan dan alas kaki, handphonenya mati sementara tasnya tertinggal di depan pintu apartemen saking syoknya melihat kejadian tadi.
Aluna terus berpikir sepanjang jalan kemana ia harus pergi. Dalam keadaan yang kacau dia butuh sosok orang tua yang siap mendengarkan keluh kesahnya.
Seketika dirinya kembali mengingat tuan Raden Wijaya mertua yang sudah ia anggap sebagai ayah sendiri.
Akhirnya malam itu Aluna kembali ke rumah utama keluarga Raden Wijaya. Di dalam kamar pribadi khusus tempat tuan Wijaya dirawat.
Aluna terlihat tertidur di atas kursi sambil menyenderkan kepalanya di ujung kasur mertuanya. Setelah cukup puas menangis akhirnya dia merasa tenang berada di samping tuan Wijaya hingga membuatnya tertidur.
Sehari sebelum pernikahan Arlan dan Nindia akan di langsungkan, keadaan tuan Wijaya juga sudah membaik.
Sesuai perjanjian, Aluna telah menyelesaikan cincin nikah untuk suaminya. Di balkon apartemen Aluna dan Arlan berdiri menikmati hembusan angin malam yang terasa dingin.
Aluna mengeluarkan kotak kecil yang berisi sepasang cincin. Arlan menatap sendu kotak itu dan sudah menebak isinya.
"Aku sudah memenuhi janjiku!" Sahut Aluna menyodorkan kota itu. Dan saat Arlan meraih kotak itu tiba - tiba Aluna kembali mengajukan permintaan.
"Mas mari bercerai!"
"DUG! DUG! DUG!"
Arlan terlonjak membulatkan mata, tatapannya menggelap, dia merasakan didihan yang hampir meledakkan kepalanya.
Entah apa yang ada dipikiran Aluna hingga meminta cerai.
"Apa kamu sedang mempermainkan ku?" Tanya Arlan dingin menggenggam kuat kotak cincin.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
kamu gak mungkin bisa, demit kunti !!!
2023-08-21
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
oooh ... kamu dedemit rubah busuk, Nindia ....
memang duo lucknut bareng ibu kamu .. 😡😡
2023-08-21
1
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
heeeuuh ... ternyatq adek ipar yg punya rasa 😏
2023-08-21
0