Aluna kembali berada di ruangannya. Setelah beberapa saat dia menenangkan diri, dia kembali mulai meneruskan pekerjaannya.
"Hufftthh.. Aluna fokus!" Gumamnya menegakkan kepala sambil tersenyum kecil saat mulai memegang pensil dan kertas HVS berwarna putih miliknya.
Beberapa pesanan cincin dari klien harus dia selesaikan. Bahkan diantara mereka ada yang sengaja meminta aga Aluna yang langsung mendesain sendiri.
Tentu tanpa alasan. Aluna dikenal bekerja dengan baik dan teliti juga desain - desainnya sangat indah sehingga memuaskan para klien.
Aluna mulai membuat sketsa yang samar secara perlahan. Tangan indahnya yang putih mulai menari - nari di atas kertas membentuk sebuah lingkaran hampir sempurna yang di bubuhi garis pinggir berbentuk zig - zag secara halus pada bagian tengah.
Beberapa titik permata kecil dibuat menghiasi pada bagian yang bentuk zig - zag sebagai tanda penegas yang indah. Terlihat sederhana tapi cukup elegan.
Cincin yang bermodel ramping dan kecil di lengkapi permata indah berkilau, sangat pas untuk dikenakan di jari.
Aluna membuat beberapa desain cincin saat itu. Sampai dia tidak menyadari kalau dirinya hanya duduk dan terus menunduk selama beberapa jam.
'
'
'
Setelah gambar terakhir diselesaikan, Aluna mulai menegangkan kepala dan bahunya yang terasa kaku.
"Akh!" Ringisnya memegang bahu yang terasa sakit bahkan lehernya ikut menegang.
Kemudian meregangkan kedua tangannya ke depan merasakan tarikan pada otot lengannya saat mencoba merilekskan tubuhnya.
Seluruh tubuhnya terasa berat dan kedua telapak kakinya yang dari tadi menggantung terasa lebih tebal karena kram.
"Sss,, Akh!" Kembali meringis sambil membuka heels memeriksa kedua kakinya.
"Aluna kamu nggak papa?" Tanya Helen sahabat Aluna yang juga berprofesi desainer di perusahaan.
Aluna terlonjak sontak menyembunyikan kakinya di kolong meja. Tatapannya membulat saat menatap Helen yang tiba - tiba berdiri di dekatnya. Tenggorokannya kembali tercekat
'
'
'
"Ak.. aku nggak papa kok!" Jawabnya sedikit terbata menatap Helen.
Bukan sahabat namanya kalau tidak peka. Helen memicingkan mata menatap wajah sahabatnya yang terlihat pucat seperti kelelahan, lalu melirik kaki yang sengaja dia sembunyikan.
"Jangan bohong!" Sahut Helen singkat masih menatap membuat Aluna tiba-tiba merasa gugup. Wajahnya yang pucat perlahan menegang kemudian menelan saliva dengan berat.
"Aku cuma kecapean aja kok!" Lirihnya menatap Helen.
"Kamu masih memikirkan Arlan kan?" Kembali Helen bertanya sambil berjongkok menegang tangan Aluna yang terasa dingin membuat Helen menatap khawatir.
Aluna hanya menunggingkan senyum kecil. Selain Helen dia tidak memiliki orang terdekat lagi saat ini, namun rasanya dia belum siap memberitahu tentang berita kehamilannya. Bahkan dia sendiri tidak tau harus bagaimana menghadapinya.
"Aku cuma kecapean aja kok, tadi terlalu lama duduk menggambar!" Balasnya lirih.
Helen mengangkat kedua alisnya "Ok. Kalau gitu kita pulang, tapi sebelumnya mampir makan dulu!" Ajaknya mengulas senyum.
"Kamu yang traktir yah!" Balas Aluna.
"Hehehe!" Kompak terkekeh.
'
'
'
Aluna dan Helen tengah duduk di depan meja berbentuk persegi. Keduanya sedang menunggu pesanan sambil melihat sekeliling.
"Pesanannya mba!" Sahut pelayan wanita sambil menata makanan di atas meja.
"Terima kasih!" Balas Aluna mengulas senyum.
Setelah pelayanan itu pergi, Helen dengan cepat mengangkat sendok dan garpu bersiap makan.
"Sepertinya enak nih!" Ucapnya sambil mencicipi kuah sup.
Helen mulai menyendok makanannya menikmati setiap suapan. Sementara Aluna yang baru saja ingin mencicipi kembali merasa mual saat aroma sup dan beberapa hidangan olahan tumis yang menyengat
Perutnya terasa penuh dan tenggorokannya terasa tidak enak saat merasakan saliva yang perlahan membuncah.
"Hoek!" Aluna menutup hidung dan mulutnya saat mual.
"Luna Kamu kenapa?" Tanya Helen menghentikan makannya menatap khawatir sahabatnya.
Aluna tidak sanggup menjawab, rasa mualnya semakin meningkat sampai membuat matanya memerah menahan agar tidak muntah di depan Helen.
Kemudian dengan cepat berdiri meninggalkan Helen sambil menutup mulutnya tanpa dia sadari sikunya menyenggol tas selempangnya di atas meja hingga terjatuh. Aluna berlari mencari toilet untuk memuntahkan isi perutnya.
"Lun....?" Panggil Helen yang terhenti saat pandangannya tidak sengaja melihat isi tas Aluna yang sedikit berserakan di lantai.
Helen berjongkok memungut tas Aluna, sontak membuatnya terlonjak membulatkan mata saat dirinya tidak sengaja menarik sebuah buku ketika hendak merapikan isinya.
Helen melongo menatap buku kehamilan yang ada di tangannya. "Ny. Aluna!" Nama yang tertera di cover buku seketika membuatnya bergetar, tenggorokannya tercekat terlebih saat melihat foto hasil USG yang terselip di dalamnya.
Helen menelan salivanya dengan berat. Setelah beberapa saat terdiam perasaanya terasa dingin, lalu kembali menata pikirannya sambil melirik sekitar.
Untungnya tidak ada teman kantor atau kerabat dari PT. Perkasa Wijaya diantara seluruh pengunjung.
Dengan cepat Helen memasukkan kembali buku yang berisi riwayat catatan kehamilan dan merapikan seperti semula. Kemudian kembali meletakkannya di atas meja.
Rasa laparnya tiba - tiba menghilang, dia tertegun Selma beberapa saat dalam keadaan tubuh yang sedikit bergetar.
'
'
'
"Helen?" Panggil Aluna membuyarkan pandangnya.
"Akh!" Terkejut menatap Aluna yang sudah kembali duduk di depannya.
"Kamu kenapa? Katanya lapar!" Tanya Aluna melirik makanan yang masih terlihat sama saat dia meninggalkannya.
"Nggak papa. Luna Balik yuk!" Ajak Helen tiba - tiba membuat Aluna sedikit mengernyit.
Sepanjang perjalanan Helen memikirkan tentang beberapa bukti tentang kehamilan sahabatnya. Sesekali dia melirik wajah Aluna yang terlihat pucat di spion.
Wajah yang biasanya terlihat berbinar kini menjadi pucat, bahkan tatapannya terlihat gelap. Rasa mula saat mencium bau makanan.
Semua itu gejala umum dari wanita hamil dan yang paling penting buku dan hasil USG yang sangat jelas menandakan kepemilikan Aluna membuat Helen bergetar.
Sangat sulit dipercaya tapi buktinya sangat kongkrit. Perlahan Helen mencuri pandang melirik bagian perut Aluna yang terlihat rata.
Ntah berapa bulan umur kehamilannya, yang jelas pasti masih sangat mudah hingga belum terlihat. Lalu kenapa dia tidak menceritakan kepadanya? Apa dia malu atau takut?
Entahlah.. Semakin memikirkan semakin membuat Helen bergetar. Helen memilih diam lalu fokus dalam menyetir, mungkin Aluna belum siap menceritakan kepadanya.
'
'
'
Setelah 15 menit menyetir Helen memarkir mobilnya di depan rumah yang berlantai 2 dengan pagar besi yang menjulang tinggi.
Sebenarnya rumah itu merupakan peninggalan milik ayah dan ibunya. Sejak bercerai dia memilih keluar dari apartemen miliknya bersama Arlan dan lebih memilih kembali ke rumah lama tempatnya melewati masa kecil yang bahagia tanpa beban.
Sementara ibu sambungnya ikut pindah ke apartemen dengan alasan ingin merawat Nindia yang berstatus istri baru Arlan.
"Terima kasih!" Sahut Aluna mengulas senyum sambil melepaskan shift bel.
"Luna." Sahut Helen menahan tangan Aluna yang hendak membuka pintu mobil sontak membuat Aluna berbalik menatap.
Helen menatap dalam Aluna tenggorokannya tercekat, dengan susah paya menelan saliva. Pikirannya tidak tenang jika dia belum mengetahui kebenaran kehamilannya.
Tapi harus memulai dari mana dia mengatakan? Kata seperti apa yang tepat dia ucapkan agar tidak menyinggung sahabatnya?
Akhirnya setelah cukup berpikir, Helen merogoh tasnya menyerahkan secarik kertas foto USG sontak membuat Aluna terkejut membulatkan mata.
'
'
'
Setelah beberapa saat tertegun memandangi foto USG, kedua mata Aluna perlahan berlinang untuk yang kesekian kalinya menitihkan buliran jernih.
Tubuhnya bergetar dan terasa lemas, tenggorokan yang kembali tercekat dan lidah yang kelu. Sulit untuk mengeluarkan sepatah kata membuat Helen menatap iba.
"Aku tidak sengaja memungutnya saat kamu menjatuhkan tas. Aku mengerti jika kamu belum siap menceritakannya!" Jelas Helen dengan raut bersalah.
"Terima kasih. Tapi maaf saat ini aku belum siap menceritakannya!" balas Aluna mengangkat kepala menata Helen.
"Jadi benar kamu hamil?" lirih Helen dan Aluna hanya mengangguk.
Mata Helen berkaca - kaca menatap wajah pucat Aluna yang dihiasi deraian air mata membasahi kedua pipinya.
"Maaf. Aku tidak bermaksud membuat mu sedih!" Lanjutnya memeluk Aluna.
Setelah merasa tenang, Aluna mulai membuka pintu mobil lalu turun.
"Hati - hati Lun.. kalau ada apa-apa kabari yah!" Sahut Helen sedikit mencondongkan kepalanya keluar dengan perasaan sedikit khawatir.
Aluna sedikit mengernyit mendengar perkataan Helen yang tiba - tiba terdengar lebih perhatian. Tapi bukan berarti sebelumnya tidak pengertian yah.
Aluna mengulas senyum melambaikan tangan kepada Helen sebelum Helen meninggalkannya.
Aluna memandangi mobil Helen yang berlalu perlahan menghilang. Rautnya kembali lesu serta tatapannya sendu.
'
'
'
Tanpa sepengetahuannya, Ada Arlan yang dari tadi diam - diam memperhatikannya dari jauh di dalam mobil.
Laki - laki yang berparas tampan, kulit putih terlihat sangat berwibawa dalam balutan jas hitam dipadukan dengan kemeja berwarna krem dengan dasi yang senada.
Arlan menatap sendu wanita yang kini sudah ia talak. Kedua matanya terlihat memerah.
Jauh dalam hatinya tersimpan rasa rindu yang besar. Ada keinginan untuk berlari memeluk, tapi semua itu sudah tidak memungkinkan.
Sementara Aluna sendiri seperti merasa sedang diperhatikan, sontak membuatnya melirik sekitar dan hanya seperti melihat bayangan mobil yang telah melewatinya.
Aluna menggeleng kecil lalu membuka pagar masuk ke dalam rumah. Di rumah yang cukup besar itu, Aluna tinggal bersama bi Inem dan pak Mamat. Pasangan ART juga satpam yang setia bekerja dengan keluarganya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nilaaa🍒
semangat selalu kak
saling dukung yukk
salam dari "Pelukis Buta Itu Suamiku"
2023-08-14
1
vyy
Semangat update nya ya thorr
2023-07-16
1