2 minggu telah berlalu, kini usia kehamilan Aluna sudah memasuki 12 Minggu. Rasa mualnya masih berlanjut dan selalu memuntahkan isi perutnya setiap kali menyentuh makanan.
Wajah pucat lesu, serta badannya yang lebih kurus. Meski sering merasa pusing, tapi tidak membuatnya meninggalkan pekerjaan.
Di dalam ruangan Aluna menekuni pekerjaannya. Tangan indah berkulit putih itu menyelesaikan goresan pensilnya di atas kertas. Selama beberapa jam terus menunduk sesekali menepuk kecil pundaknya yang terasa tegang.
Biasanya dia bisa menyelesaikan 3 - 4 desain indah dalam sehari. Tapi hari itu dia hanya mampu menyelesaikan 2 desain, itupun pekerjaan yang kemarin tertunda baru sempat ia selesaikan.
"Akhirnya!" Gumam Aluna menatap kertas di depannya.
Aluna menegakkan kepalanya sambil memegang lehernya yang terasa sakit dan kaku. Pandangannya tiba - tiba kabur saat melihat keluar kaca jendela yang mengelilingi.
Kepalanya terasa berat, Aluna mengedipkan matanya berkali - kali. Perlahan penglihatannya kembali normal. Tak cukup sampai disitu, kini giliran perutnya yang terasa perih dan tenggorokannya kering.
Aluna melirik bekal yang disediakan bi Inem, tapi lagi - lagi dia tidak selera dan lebih memilih meraih botol mineral lalu meneguknya.
"Kruyuk..!"
"Kruyuk..!"
Aluna memegang perutnya yang keroncongan juga terasa semakin peri. Selang beberapa detik akhirnya Aluna memutuskan untuk ke supermarket sekitar kantornya untuk mencari beberapa cemilan berharap bisa mengembalikan napsu makannya.
'
'
'
Dengan langkah kecil Aluna berjalan memilih beberapa cemilan yang dianggap bisa mengenyangkan dan mengurangi rasa mualnya nanti.
Tubuhnya mulai bergetar, buliran keringat mulai bermunculan di dahinya. Meski terasa berat Aluna masih melanjutkan langkahnya sambil mendorong troli sesekali menyeka wajahnya. Perlahan meraih cemilan dan memasukkan ke dalam troli.
Semakin lama melangkah kakinya terasa berat. Tubuhnya kian bergetar juga lemas kembali menyeka wajahnya saat buliran keringat semakin membanjiri wajahnya hingga menetes.
Aluna merasa pusing bersamaan dengan kepalanya tiba - tiba berdenyut, pandangannya perlahan berkunang - kunang semakin lama semakin gelap hingga matanya terasa berat, dan...
"BRUK!"
Akhirnya Aluna terjatuh dan pingsan di lantai mengejutkan para pengunjung supermarket.
'
'
'
Ruangan yang gelap gulita perlahan memancarkan cahaya yang samar, selang beberapa saat kembali terang ketika Aluna mulai membuka kedua matanya.
Aluna menatap wajah wanita yang terlihat panik ketika dirinya pertama kali membuka mata.
"Kamu tidak papa? Apa? apa ada yang sakit?" Tanya Helen dengan panik sambil memeriksa tubuh sahabatnya.
Aluna menggelengkan kepala. Lalu melirik sekitar ruangan yang belum pernah ia temui sebelumnya.
"Aku dimana?" Tanyanya dengan nada lemas.
"Kamu di rumah sakit. Tadi kamu pingsan dan karyawan supermarket menghubungi ku melalui ponselmu!" Balas Helen menatap wajah Aluna yang pucat putih pasi.
Kalau di lihat - lihat wajahnya lebih tirus dan seperti tidak memiliki aliran darah. Membuat Helen merasa iba.
"Helen, ini sudah jam berapa?" Kembali bertanya dengan nada lemas.
"Jam 19 : 00 malam!" Balas Helen mengejutkan Aluna.
"Apa? Helen aku harus segera pulang!" Sahutnya panik berusaha untuk bangun.
"Tidak. Kamu harus istirahat, tubuhmu sangat lemah!" Perintah Helen menahan tubuh Aluna.
"Aku harus pulang Helen, aku ada janji dengan klien!" Balasnya memaksa "Akh!" Ringisnya kesakitan saat merasakan tarikan selang infus di lengan kanannya.
"Aku sudah bilang kamu harus istirahat!" Peringatan dari Helen sedikit membentak membuat Aluna melunak dan terdiam.
Dalam keadaan berbaring Aluna mengingat janjinya dengan klien. Dia selalu bekerja dengan penuh tanggung jawab, tidak pernah ingkar janji.
"Kata dokter kamu kelelahan juga dehidrasi. Itu sebabnya kamu jatuh pingsan!" Jelas Helen membuat Aluna tertegun.
"Ingat, kamu sedang hamil! Kamu tidak bisa membahayakan anak di dalam kandunganmu!" Lanjut Helen lebih lembut sambil menggenggam tangan Aluna.
Perlahan mata Aluna berkaca - kaca hingga meneteskan air mata. Tubuhnya terasa lemas, tenggorokannya kering, pikirannya bercabang mengingat semua masalah hidupnya!"
"Aku sudah menghubungi klien, dia bisa memahami keadaanmu. Kamu bisa memberikan desainnya setelah kamu sehat!" Jelas Helen.
Aluna menatap sendu Helen "Terima kasih! Apa bi Inem tau aku di sini?" Tanyanya dengan lirih dan Helen hanya mengangguk.
Aluna menyeka wajahnya berusaha menenangkan pikirannya. Bahkan tubuhnya terasa lemas juga kelelahan. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbaring dalam keadaaan lemah.
"Sebaiknya kamu makan dulu!" Sahut Helen dan Aluna mengangguk.
Helen membuka kotak makan yang berisi buah segar juga bubur. Kemudian perlahan mulai menyuapi Aluna.
"Hoek!"
Baru beberapa sendok Aluna kembali mual membuat Helen terkejut menjauhkan makanannya.
"Kamu tidak apa - apa?" Tanya Helen khawatir.
Aluna menggeleng kecil menutup mulutnya menahan agar tidak langsung muntah, tapi sangat sulit hingga membuat Helen panik mulai mencari sesuatu yang bisa dipakai untuk menampung muntahannya.
Dengan cepat Helen mengeluarkan semua isi kantongan yang berukuran sedang lalu memberikan kepada Aluna.
"HOEEK.! HOEEK.! HOEEK.!"
Aluna kembali memuntahkan isi perutnya dalam keadaan bergetar, bagian perut dan ulu hatinya mengeras terasa sangat sakit serta tenggorokannya pahit membuat tubuhnya dipenuhi keringat dingin.
Matanya memerah merasakan sakit, buliran keringat dingin kain bercucuran bahkan napasnya mulai tersengal semakin bergetar.
"Hhhfftt.. Hhhfftt.."
Aluna merasakan sakit pada bagian dadanya setiap tarikan napasnya. Sorot matanya sayu kembali lemas.
Helen mengambil kresek yang berisi muntahan lalu membuangnya ke tempat sampah.
"Sekarang kamu istirahat yah!" Sahut Helen membantu Aluna berbaring.
Aluna berusaha mengatur napasnya yang berat, tenggorokannya kering kian pahit. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain berbaring memejamkan mata merasakan sisa tenaga yang nyaris terkuras.
Helen duduk termenung memandangi sahabatnya yang terbaring lemah, dengan tubuh kurus, wajah yang pucat putih pasi. Terlihat kering dan tidak memiliki aliran darah.
Mata yang selalu berbinar terlihat sembab berkantung, pipi yang semakin tirus juga lengan kanan yang kecil terpasang selang infus.
Terlihat malang membuat sudut matanya memerah, menatap iba wanita hamil tak bersuami itu.
Sebagai sahabat, Helen ikut bersedih akan semua masalah yang dihadapi oleh Aluna. Tidak banyak yang bisa dia lakukan selain hanya berharap semua masalahnya berakhir dan kebahagiaan menghampiri bersama calon anaknya kelak.
'
'
'
24 jam telah berlalu, Aluna masih terbaring lemah di dalam ruangan seorang diri karena Helen harus kembali bekerja.
Hari itu, Arlan baru saja menemani Nindia kontrol tengah duduk di ruang tunggu apotek bersiap menebus resep untuk Nindia. Sedangkan Nindia sendiri sudah berada di dalam mobil bersama dengan Ibunya.
Sejak hamil dia kurang suka dengan keramaian dan suara - suara bising karena membuatnya lebih cepat pusing juga merasa kepanasan.
"Ny. Nindia!" Panggil petugas apotek.
Dengan cepat Arlan beranjak menghampiri petugas itu. "Maaf saya suaminya pasien!" Sahutnya.
"Ini obat dan vitaminnya pak. Dosisnya sudah tertera di kemasan yah!" Jelas petugas itu menyodorkan bingkisan.
"Terima kasih!" Balasnya meraih bingkisan itu lalu berbalik.
"Sus, tolong persiapkan berkas ibu hamil yang di kamar 02!" Sahut Dokter Obgyn membuat langkahnya Arlan terhenti.
Arlan berbalik melihat punggung dokter perempuan bersama dengan perawatan yang berjalan menuju ruang rawat inap.
Tertegun selama beberapa saat entah kenapa hatinya sedikit cemas, terbesit rasa penasaran dengan pasien yang ada di sana. Padahal namanya saja dia tidak tau.
Arlan menggeleng kecil lalu melanjutkan langkahnya. Kembali fokus ke Nindia yang sedang menunggunya, lagi pula ini rumah sakit bukan? ada banyak pasien yang dirawat dan itu wajar.
'
'
'
"Bagaimana keadaan ibu?" Tanya dokter sambil memeriksa rekam medik di tangannya.
"Perut saya masih sakit dok, dan rasa mual saya masih sama!" sahut Aluna terdengar lemas.
"Ibu harus istirahat dan masih dirawat selama beberapa hari ke depan!" Lanjut dokter menatap Aluna yang terlihat lesu.
"Sus tolong persiapkan injeksi obat dan vitamin untuk ibu Aluna!" seru dokter dan perawat itupun langsung beranjak keluar meninggalkan mereka berdua.
Karena tubuhnya sangat lemah dan setiap kali memakan sesuatu langsung dimuntahkan. Jadi, obat dan vitamin hanya diberikan melalui injeksi dengan menyuntikkan di botol cairannya.
"Bu, maaf kalau pertanyaan saya lancang. Tapi,, apa ibu tidak punya suami atau keluarga?" kembali dokter itu bertanya dan Aluna termenung. "Maksud saya, apa tidak ada orang yang bisa menemani ibu selama beberapa hari ini?" Lanjutnya sedikit khawatir.
Aluna menggeleng kecil "Saya sudah bercerai dok! Dan,, Aluna menghentikan ucapannya membuat dokter sedikit memici mata menatapnya. "Orang tua saya sudah meninggal! Lirihnya menatap dokter sambil tersenyum kecut.
Dokter itu terkejut menatap dalam netra Aluna yang terlihat gelap. Sebagai seorang wanita dia sangat paham bagaimana sulitnya hidup tanpa suami dalam keadaan hamil.
"Kalau ada apa - apa kamu bisa cari saya kapan pun!" Sahutnya menepuk kecil bahu Aluna.
"Terima kasih dok!" mengulas senyum kecil.
"Sama - sama!" Dokter itu pun meninggalkan Aluna seorang diri dalam kamar.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Kirei Salamina
ya Allah sangat sangat sangat sedih bngt baca novelnya apa LG aku prnh berada di posisi Aluna cm bedanya aku ad suami cm ttp aj sangat tersiksa dgn keadaan ngidam ank kembar beda sama ngidam nya hamil ank satu menurut pengalaman aku tp sangat sangat bahagia jg Krn skrg ank" kembarku udh 4thn aj usia nya LG aktif" nya pengen maen trus udh gtu kompak bngtttt v mmh hny bisa berdoa semoga kalian selalu rukun dan bahagia slalu.semangat Aluna🤭🤭
2023-09-12
1
Rumini Parto Sentono
ada dokter yang baik hati....
2023-08-29
0
⚘️💙⚘️ Neng Gemoy ⚘️💙⚘️
beruntung Aluna dpt dokter yg baik dan perhatian spt itu ... 😍😍😍
2023-08-21
0