Part 15

Gadis berusia dua puluh tahun itu terlonjak kaget. Bagaimana bisa kebetulan begini?

Ketukan kembali terdengar pada daun pintu kamarnya. Iren panik setengah mati, bagaimana kalau Tery nekat menerobos masuk kamarnya. Dia bisa mati hari ini juga.

"Iren.." panggil Tery belum juga mau pergi.

Iren bergegas turun dari tempat tidur. Melepas baju tidurnya, lalu membalut separuh tubuhnya dengan handuk. Tak lupa dia membasahi sedikit rambutnya.

Ceklek..

Iren membuka sedikit pintu kamarnya. "Apa mbak?" tanya Iren. Dengan hanya memperlihatkan wajahnya di balik pintu. Tery melihat tampilan Iren yang seperti orang habis mandi.

"Aku tadinya ingin membangunkan Alvaro, tapi sepertinya dia tidak pulang. Jadi aku mampir kekamarmu. Ayo temani aku joging." pintanya.

Iren terlihat kebingungan. "I-itu, aku masih ada tugas kuliah yang belum selesai. Emmm... bagaimana kalau besok?" sahut Iren.

Wajah Tery langsung berubah cemberut. "Yah, padahal aku lagi ingin joging." keluhnya.

"Ya udah deh. Besok aja." imbuhnya kemudian berlalu meninggalkan kamar Iren.

Iren menarik nafas lega. Lalu bergegas menutup pintu kamarnya rapat rapat. Dari tempatnya berdiri, Iren menatap penuh kesal ke Alvaro yang tengah terlelap di ranjangnya. Entah apa yang ada di pikiran pria itu, dengan enaknya dia tidur tengkurap bertelan jang dada.

Tanpa meperdulikan Alvaro yang masih terlelap di ranjangnya. Iren bergegas kekamar mandi, di kamar mandi dia tak benar benar bisa focus. Pikirannya masih berkutat pada sosok Alvaro di atas ranjangnya.

Bagaimana pria itu bisa seenaknya masuk kekamarnya. Padahal Iren sudah mengunci kamar dengan benar, tapi selalu saja pria itu bisa masuk sesuka hatinya. Atau sebaiknya dia pasang Alram saja kamarnya agar lelaki itu tak berani menerobos masuk.

Setelah bersiap, Iren kembali menghampiri Alvaro. Gadis itu berjongkok sisi Alvaro. Sesaat Iren hanya diam tak melakukan apapun. Hanya menatap wajah Alvaro dengan hati hati.

Melihat wajahnya dengan jarak sedekat ini membuat jantung Iren berdetak kencang. Iren mengangkat tangannya tepat di depan wajah Alvaro, mengerakkan jarinya di udara seperti sedang menyentuh wajah Alvaro. Menyentuh bulu matanya yang lebat, hidung yang bangir, juga bibir tipis yang terlihat merah alami. Iren mengulum senyum. Bagaimana bisa dia lolos dari jerat Alvaro, kalau pria itu sesempurna ini.

"Kak.. bangun." Iren mengguncang tubuh Alvaro sedikit kuat.

Alvaro membuka matanya, menatap Iren sembari mengerjab berulang kali. "Kau sudah mau pergi?" tanyanya dengan suara serak.

"Iya. Kakak cepat bangun. Hati hati saat keluar kamarku." ujar Iren mengingatkan. Lalu beranjak bangkit dari posisi jongkoknya. Iren baru akan melangkah pergi, tapi langkahnya terhenti oleh gerakan cepat Alvaro. Pria itu menarik tubuh Iren jatuh menimpah tubuhnya, lalu dengan cepat posisinya kini berpindah di atas Iren.

"Kak..!" pekik Iren tertahan. Dia mendorong kasar tubuh Alvaro di atasnya, yang tengah mengungkung tubuhnya dengan ketat. Alvaro menyeringai, mendapati perlawanan Iren. Dia maraih kedua tangan Iren, menguncinya kedalam genggaman kedua tangannya. Iren benar benar tak bisa bergerak.

"Kak, lepas." pinta Iren sembari menatap pria itu intens. Jantungnya sudah hampir meledak di dalam sana.

Alvaro tak menyahut. Dia mengamati wajah cantik di bawahnya dengan sorot mata tajam. Lalu wajahnya menunduk menyentuh ceruk lehernya. Menghidu dengan dalam aroma tubuh Iren yang meruar menggoda hasrat kelelakiannya.

"Kau wangi sekali." pujinya pelan. Iren meremang. Gerakan bibirnya saat bicara, menyentuh permukaan kulitnya. Ada glenyar lembut yang perlahan mengaliri aliran darahnya.

"Kak-" ucapan Iren terpotong oleh suara ketukan di pintu.

Tok...

Tok...

"Iren, kau sudah siap?"

Lagi lagi suara Tery. Iren gelagapan tak karuan. Dia meronta berusaha melepas kukungan Alvaro. Dia tak hqbis pikir, bagaimana bisa Tery terus terusan mengunjungi kamarnya, selagi Alvaro ada di dalam.

"Kak.." bisik Iren dengan tampang memelas. Sebab Alvaro masih tetap berada di atas tubuhnya. Pria itu menarik wajahnya dari ceruk leher Iren. Lalu menatap Iren dengan tenang.

"Apa?" tanyanya sembari menatapi mata Iren.

"Ada Tery."

"Lalu."

"Iren. Aku tunggu di bawah ya.." kembali terdengar suara Tery, lalu terdengar derap langkah kaki menjauh.

Tubuh Iren melemas, jantungnya nyaris saja lompat keluar dari dadanya. Gadis itu menatap Alvaro yang sedang menatapnya. Ada garis senyum di bibir pria itu.

Iren mendengkus kesal. Apa sebegitu menyenangkannya melihat dia ketakutan. Benar benar tidak berprasaan. Kalau ketahuan Tery, sudah pasti hanya dia yang di salahkan.

"Kenapa pasang ekspresi seperti itu hah?! Aku jadi tidak tahan melihatnya." geram Alvaro, lalu mendaratkan bibirnya memagut dengan kasar bibir Iren yang kenyal dan dingin.

Iren meronta, berusaha melepas tubuhnya dari jeratan Alvaro. Gerakan aktif Iren malah membuat Alfaro kalap. Pria itu melepas salah satu tangan Iren, lalu jemari kokoh itu menyusup ke balik baju Iren yang sudah tersingkap tak karuan. Menyentuh benda kenyal di dalamnya dengan sentuhan kasar. Tanpa melepas pagutan hangatnya.

"Hhhh!" desah panjang Iren membuat Alvaro menyeringai puas. Gadis itu seperti kehabisan oksigen, menghirup udara sebanyak banyaknya mengisi paru parunya yang kosong.

"Lain kali, saat aku minta datang maka kau harus datang. Atau kau tau sendiri akibatnya." ancam Alvaro. Lalu beranjak dari atas tubuh Iren. Melangkah dengan santai masuk ke kamar mandi.

Iren menyentuh dadanya yang berdebar kencang. Dia bisa sakit jantung kalau terus begini.

Setelah merapikan pakaiannya Iren bergegas keluar kamar.

Sampai di lantai bawah mama dan Tery sudah menunggu di meja makan. Mama melambai kerahanya.

"Ayo sarapan. Tery mau pinjam mobil mu biasakan?" tanya mama begitu Iren duduk di sampingnya.

"Bisa ma." sahutnya singkat. Dia tak berani menatap Tery, yang tengah menatap ke arahnya. Bagaimana bisa dia menatap calon istri kakak angkatnya itu. Setelah apa yang mereka lakukan tadi di kamarnya.

Setelah makan Iren dan Tery pamit pada mama. Tidak tau Tery mau kemana meminjam mobil Iren.

Tery melangkah duluan menuju garasi, sedang Iren mengekor di belakangnya.

"Loh!" ujar Tery, sembari menghentikan langkahnya. Matanya menatap ke mobil yang terparkit di samping mobil Iren. Dia mengenali mobil Alvaro yang kemarin dia pakai pergi keluar kota. Lalu tatapannya tertuju pada lelaki paruh baya yang sedang membersihkan garasi.

"Mang, bukannya ini mobil Alvaro ya?" tanyanya sembari mengacungkan jari ke arah mobil Alvaro.

Pria paruh baya itu mengangguk. "Iya non."

"Kapan dia pulang?" tanyanya lagi.

"Kayaknya menjelang pagi tadi non."

Tery tampak terdiam. Lalu kembali melanjutkan langkahnya ke mobil Iren. Iren bisa merasakan atmosfer di sekitarnya mendadak berubah. Di sini Irenlah yang merasa sangat bersalah, dia menjadi duri di antara Alvaro dan Tery. Sungguh jahat..

"Memangnya mbak Tery tadi gak temu kakak?" tanya Iren. Tery menggeleng layu.

"Kakak sudah cari di ruang kerjanya?" tanya Iren lagi.

"Ruang kerja?"

"Iya, kakak biasanya tidur di situ kalau sedang banyak kerjaan." jelas Iren. Semoga tuhan mengampuni segala dosanya mengelabui Tery.

"Tapi dia baru dari luar kota." gumam Tery.

"Kakak bukan orang yang mengenal kata lelah. Kami bahkan jarang bertemu walau tinggal serumah. Itu karena dia hanya melakukan pekerjaan sepanjang hari." tutur Iren. Dia berusaha menenangkan perasaan kakak iparnya.

"Kau benar." ucap Tery akhirnya. Dia tau apa yang di ucapkan Iren adalah benar, kalau Alvaro pria yang gila kerja.

Iren diam diam bernafas lega.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

hima

hima

besuk besuk ada lele

2024-05-06

0

mia0211

mia0211

kenapa juga ada tery sih kak Author

2023-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!