Part 9

Alvaro menghempas tubuh Iren diatas ranjangnya dengan kasar. Membuat Iren menjerit. Sakit dan takut, itu yang di rasakan Iren saat ini. Cepat Iren menarik tubuhnya kesudut tempat tidur, meringkuk disana sembari menatap Alvaro yang terlihat kalap. Pria itu membuka dasinya dengan gerakan kasar lalu membuangnya kesembarang arah.

"Kak.." panggil Iren, dengan suara lembut. Dia berusaha menenangkan Alvaro. Pria itu tak menyahut. Dengan ekspresi garang dia menatap Iren, sembari membuka satu persatu kancing bajunya.

"Kak, kakak tidak boleh begini. Kalau kakak tidak suka barang pemberian Rey ada di rumah ini. Aku akan membuangnya." cicit Iren di tengah rasa takutnya.

Tapi bukannya tenang, wajah Alvaro tampak semakin kelam. Dengan kasar tangannya menyapu benda yang ada di atas nakas hingga berjatuhan di lantai. "Jangan sebut nama bang sat itu saat di hadapanku." umpat Alvaro dengan jari mengepal.

Iren kaget bukan kepalang sembari menutup mulutnya, meredam suaranya agar tidak teriak. Dia tak mau memancing amarah Alvaro semakin dalam.

"Maaf." ucap Iren dengan suara bergetar. Dia benar benar takut saat ini. Tidak ada siapapun di rumah ini, hanya mereka berdua. Andai pun ada, orang di luar tak kan tau apa yang terjadi disini. Ini kamar Alvaro, kamar ini kedap suara.

Iren semakin menekuk tubuhnya saat Alvaro merangkak naik keatas ranjang. Lalu tangan kekarnya bergerak menjangkau tubuh Iren, menarik dengan paksa tubuh itu ke arahnya.

Iren meronta sambil berteriak, tapi Alvaro tak perduli. Dia mengungkung tubuh Iren di bawahnya sembari memenjarakan kedua tangan mungil itu dalam cengkraman buasnya. Nertanya yang tajam menatap mata Iren dalam-dalam. Hingga menembus jantungnya. "Kau milikku. Jangan mendekati pria lain dengan wajah menggoda seperti itu." ucapnya menggeram marah.

Iren tak menyahut, dadanya sesak tak tertahan lagi. Isak tangis terdengar dari bibirnya. Sesekali dia berusaha melepas tubuhnya dari cengkraman Alvaro.Tapi sia-sia, lelaki itu terlalu kuat untuk jadi lawannya.

Iren tak tau apa salahnya hingga Alvaro semarah ini padanya. Dia tak bisa berpikir tentang apa yang harus dia lakukan untuk menghentikan Alvaro. Yang dia lakukan hanya menangis, berharap Alvaro sadar akan tindakannya.

Melihat Iren menangis, Alvaro menyeringai. Dia melepas satu tangannya demi menyentuh lembut bibir Iren yang bergetar.

"Jangan menangis, kau membuat hasratku bergejolak." bisik Alvaro.

Bulu kuduk Iren meremang, dia bisa melihat kilatan hasrat dari sinar mata Alvaro. Dengan susah payah dia menahan tangisnya. Tapi tak berhasil.

"Kak, jangan lakukan ini." pintanya.

"Kau yang membuatku melakukannya. Jangan menyalahkan ku." sahutnya dengan suara rendah. Lalu membungkam mulut Iren dengan pagutan kasar. Iren meronta, mendorong tubuh Alvaro dengan satu tangan.

Tapi percuma, sekali lagi. Alvaro bukan lah lawannya. Lelaki kekar itu tak memberi ruang sama sekali mendesaknya sampai ke tepi.

Alvaro benar benar tak ada niat untuk berhenti. Tangis dan jerit Iren yang memohon padanya, terdengar seperti desah dan rintih penuh gairah. Sungguh jahat....

Tubuh Iren bermandi keringat, di hentak dan di hujam dengan kejam oleh Alvaro. Jerit kesakitan Iren tak mampu menghentikan Alvaro sama sekali. Dia seperti kehilangan akal sehatnya, tak perduli pada Iren yang baru pertama melakukannya. Bukan hanya inti tubuhnya yang begitu sakit bak di robek robek, hatinya malah lebih sakit. Terkoyak jadi serpihan serpihan kecil.

Iren memejamkan matanya erat, dia tak punya tenaga hanya untuk menggerakkan tangannya guna mendorong tubuh Alvaro yang terkulai di atasnya. Setelah menuntaskan hasrat be jatnya, menggagahi adik angkatnya tanpa perasaan.

Air mata Iren juga sudah mengering. Dia juga hanya bisa pasrah saat Alvaro membopong tubuh polosnya ke kamar mandi. Membiarkan saja Alvaro membersihkan tubuh polosnya, lalu lelaki itu kembali membawanya ketempat tidur.

Paginya, saat Alvaro masih terlelap. Iren menyelinap keluar kamar. Dia kembali kekamarnya, mengurung diri disana seharian.

Sebelum pergi bekerja, Alvaro berulang kali mengetuk pintu kamar Iren. Tapi gadis itu diam membisu. Bahkan setelah pria itu pergi meninggalkan rumah, Iren tetap bergeming di tempatnya.

Iren duduk meringkuk di sudut ranjang. Sangat miris melihat keadaannya saat ini. Bercak merah jejak keganasan Alvaro tertinggal di tubuhnya. Setiap kali mata sembabnya menatap titik merah itu, air mata Iren kembali meleleh.

Tepat pukul satu siang, pintu kamar Iren kembali di ketuk dari luar. Ini entah sudah yang ke berapa kalinya pintu kamarnya di ketuk. Tapi kali ini sepertinya Alvaro yang mengetuk. Sebab suaranya terdengar memanggil Iren.

Tok...

Tok..

"Iren. Buka pintunya." pintanya. Suara Alvaro yang menggema membuat Iren beringsut ke tepi. Bayangan peristiwa tadi malam membuatnya takut pada Alvaro.

"Iren! Aku akan dobrak pintu ini kalau kau tidak keluar." ancam Alvaro.

Iren semakin takut, dia tak ingin bertemu pria itu. Kalau bisa dia ingin pergi dari sini agar tak lagi melihat wajah Alfaro.

Tapi Alvaro sepertinya tak mengizinkan keinginan Iren terwujud. Pria itu benar benar mendobrak pintu kamar.

Tak butuh lama bagi bodyguard Alvaro untuk mendobrak paksa pintu kamar adik angkatnya itu.

Brakkk...!!

Pintu itu terbuka lebar, Alvaro tak langsung masuk. Matanya nyalang menyapu seluruh ruangan, lalu terpaku pada sosok Iren yang terlihat meringkuk di sudut tempat tidur dengan tubuh gemetar.

Tangan Alvaro mengepal erat, lalu melangkah lebar menghampiri Irene. Meraih tubuh gemetar itu membawanya kedalam pelukannya.

"Panggil dokter." titahnya pada pelayan wanita yang berdiri terpaku di ambang pintu.

Lalu Alvaro membopong tubuh yang terasa sangat panas itu pergi menuju kamarnya. Sesampainya di kamar dia merebahkan tubuh Iren dengan hati hati.

Iren berbaring dengan mata terpejam, sedari kamarnya tadi dia tak ada membuka mata. Dia ingin lari saat Alvaro menjangkau tubuhnya. Tapi dia seperti kehilangan tenaga, bahkan hanya untuk membukak matanya saja dia tak sanggup.

"Mana dokternya. Kenapa lama sekali!" bentak Alvaro pada para pelayannya.

"Dokter Heru dalam perjalanan tuan." sahut salah satu pelayan.

"Apa, kenapa kalian panggil dokter Heru."

"Tuan yang minta di panggilan dokter tadi."

"Tapi bukan Heru yang ku minta datang. Katakan lagi padanya, aku meminta istrinya yang datang."

"B-baik tuan."

Alvaro mendengkus kesal, siapa yang mengizinkan Heru memeriksa Irene.

Lelaki bertubuh kekar itu terlihat mondar mandiri di kamarnya. Tampangnya terlihat sangat kasut, tatapannya tak lepas dari Iren yang sedang di kompres oleh pelayan wanita.

Alvaro beralih menatap ke arah pintu dimana terlihat dua bodyguard yang sedang siaga. "Apa belum terlihat Dokter Ana datang?" tanya Alvaro tak sabaran.

"Belum tuan, karena tuan meminta ganti Dokter jadi memakan waktu sedikit lama." jelas pengawal itu santun.

"Ck!" cebik Alvaro kesal.

Tak lama berselang Dokter pun datang, dia langsung di antar ke kamar Alvaro.

"Kalian keluarlah, dan tutup pintunya." titah Alvaro pada dua pelayan yang sedari tadi merawat Iren.

Dokter Ana dengan cekatan memeriksa Iren. Keadaan Iren membuat tanda tanya besar di kepalanya. Pemeriksaannya menyatakan kalau Iren adalah korban pemer kosaan.

"Bagaimana dokter?" tanya Alvaro kwatir.

Dokter Ana tak langsung menyahut, dia menimbang nimbang dengan cermat untuk mengatakan keadaan Iren tanpa menyinggung Alvaro. Dia paham akan situasi antara Iren dan Alvaro.

"Nona Iren mengalami trauma tuan. Maaf apakah saya boleh mengatakan keadaan nona Iren yang sebenar benarnya?" tanya Dokter Ana. Dia tak bisa asal bicara di depan Alvaro, atau dia akan kehilangan segalanya.

"Tentu saja, itu yang ku inginkan."

"Begini tuan. Liang senggamanya robek, mungkin dia terlalu bersemangat saat melakukan hubungan intim. Padahal ini yang pertama kali baginya. Sepertinya hubungan intim itu dia lakukan dengan terpaksa, itu sebabnya dia mengalami trauma. Maaf tuan saya harus mengatakan ini." jelas Dokter Ana.

Alvaro memejamkan matanya sesaat, jemarinya terlihat mengepal erat. Hingga buku buku tangannya memutih.

"Lalu apa harus di bawa kerumah sakit?"

"Tidak perlu, dirawat di rumah saja bisa. Tapi pastikan agar dia tidak melakukan hubungan intim dulu untuk sementara waktu." sahut Dokter Ana. Alvaro nampak mengangguk paham.

"Baiklah terimakasih Dokter. Oh ya, jangan ceritakan keadaan Iren pada siapapun. Termasuk juga pada Dokter Heru. Apa dokter paham?"

"Iya tuan saya paham. Kalau begitu saya permisi dulu." pamit Dokter Ana. Alvaro menatap kepergian dokter Ana dengan helaan nafas berat.

Dengan hati hati Alvaro mengganti kompres di kepala Iren dengan yang baru. Entah apa yang ada dalam pikiran lelaki berwajah datar itu. Setelah mendengar hasil dari perbuatan bejatnya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Mamah Kekey

Mamah Kekey

Alvaro bejad punya kelainan..

2024-03-01

0

Durrotun Nasihah

Durrotun Nasihah

padahal bgus nih novelnya ...semangat kak ....love you

2024-01-09

0

istrinya Dori sakurada EXO-l

istrinya Dori sakurada EXO-l

novel bagus gini kok sepi ya

2023-12-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!