Part 13

Alvaro mengemudikan mobilnya seorang diri. Aura dinginnya membuat Iren tak berani buka suara. Sedari masuk sampai mobil sudah melaju cukup lama mereka hanya diam.

Iren sibuk membalasi pesan dari Hilda dan Rey. Mereka menanyakan apa Alvaro marah karena ada Rey di antara mereka. "Gak marah kok." tulis Iren menjawab rentetan pertanyaan yang mereka ajukan.

Iren menarik nafas dalam lalu mengangkat yang sedari tadi tertunduk menatap hp di pangkuannya.

"Eh.." gumamnya kaget. Ini bukan jalan menuju rumah mereka.

"Kak." panggil Iren, sembari menatap Alvaro.

"Ada apa?" tanya Alvaro tanpa menoleh.

"Ini bukan jalan ke rumah kan?"

"Hmm."

"Kita mau kemana?" tanya Iren mulai khawatir.

"Singgah ke apartemen ku sebentar." sahutnya datar.

Refleks Iren beringsut ke tepi walau tak merubah jarak di antara mereka. Gerakan Iren memancing Alvaro menatap ke arahnya.

"Kenapa. Takut?" tanya Alvaro.

Iren menggeleng, walau sebenarnya dia memang merasa takut. Dia menyukai Alvaro, tapi bukan berarti dia melakukan hubungan intim dengan pria itu.

"Baguslah kalau bukan." imbunya lagi.

Mobil Alvaro berhenti di basemen sebuah apartemen mewah. Pria itu bersiap turun tapi urung saat melihat Iren hanya diam di tempatnya.

"Ayo turun." titahnya pada Iren.

Iren menggeleng. Lebih baik dia menunggu di mobil dari pada harus turun dan masuk ke apartemen berdua dengan Alvaro.

"Gak mau?" tanya Alvaro dengan suara rendah. Iren kembali menggeleng.

Alvaro berdecak kesal, lalu beringsut mendekat. Melepas seat belt Iren dari tempatnya, membuat Iren reflek menciutkan tubuhnya ke tepi.

"Turun sendiri atau perlu bantuan ku?" tanya lagi.

"Turun sendiri." sahut Iren cepat. Dia bergegas turun sebelum di seret paksa oleh Alvaro.

Gadis berparas cantik itu mengekori langkah panjang Alvaro hingga ke dalam apartemen.

"Kau ingin berdiri terus di situ?" tanya Alvaro, saat melihat Iren hanya berdiri di depan pintu yang sudah tertutup rapat. Iren tetap bergeming di tempatnya. Tubuhnya berdiri kaku sembari memeluk sling bag di dadanya. Wajah ketakutan Iren, membuat Alvaro gemas. Juga merubah niat Alvaro yang awalnya ingin bersantai.

Alvaro berdecak kesal, tubuhnya yang sudah nyaman duduk di sofa terpaksa beranjak berdiri. Lalu melangkah mendekati Iren.

"Sikap mu membuatku tak tahan lagi." geramnya. Lalu meraih tubuh Iren masuk kedalam rengkuhannya.

Iren yang sedari tadi sudah memasang sikap waspada ternyata tak mampu menghalau Alvaro dari tubuhnya. Dia mendorong tubuh Alvaro dengan kedua tangan, tapi kemudian tangan itu sudah berada dalam genggaman jari jari kekar Alvaro. Pria itu lantas menciumi Iren dengan membabi buta.

Desah kemudian terdengar dari bibir Iren yang sedari tadi terkunci. Saat perasaan geli oleh bibir Alvaro yang bermain diantara telinga dan ceruk lehernya. Tubuhnya bahkan menggeliat, antara menikmati dan menolak.

"Jangan bergerak terlalu aktif, atau aku akan melahapmu malam ini." bisik Alvaro tepat di telinga Iren. Gadis itu mendesis, saat bibir Alvaro menyentuh daun telinganya. Mengecup daun telinga itu yang terasa dingin.

Ucapan Alvaro, mampu membuat Iren diam di tempatnya. "Aku lapar." ujar Alvaro, lalu mengecup bibir Iren sekilas.

"Kau bisa masak mi?" tanyanya pada Iren. Tanpa melepas rengkuhannya di tubuh indah itu. "Bisa." sahut Iren lirih.

"Kalau begitu buatan aku sesuatu yang bisa di makan." pintanya. Lalu melepas rengkuhannya dan kembali duduk di sofa.

Sedang Iren buru-buru melangkah ke dapur. Iren berdiri bingung. Tak ada apa pin di sini. Hanya ada mi dan beberapa potong sosis. Apa yang bisa dia masak untuk Alvaro dengan dua bahan ini.

Lima belas menit kemudian Iren datang dengan mangkuk berisi mie kuah. Alvaro yang sedang berkutat dengan Laptopnya, menengadah menatap Iren yang berdiri di depannya.

"Kemarilah." titahnya, sembari menepuk sisi sofa di sampingnya. Iren mendekat, lalu meletakkan mangkuk berisi mie yang masih mengepulkan asap.

"Kenapa kakak tidak makan di rumah aja. Disana ada banyak pilihan menu." ujar Iren. Gadis itu memberanikan diri menatap Alvaro, yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Kenapa? Kau kesak aku meropatkan mu."

Iren menggeleng. "Bukan. Hanya saja aku tidak pernah lihat kakak makan mie." sahut Iren lirih.

"Siapa bilang tidak pernah. Apartemen ini milikku, tentu saja semua yang ada disini milikku. Termasuk mie yang kau masak tadi." ujarnya, Iren seperti melihat garis senyum di wajah dingin Alvaro. Ini menakjubkan, Iren benar benar terpana di buatnya.

Iren juga baru sadar, kalau sekarang Alvaro punya banyak perbendaharaan kata saat dengannya.

"Baiklah. Kalau begitu kakak cepat makan, mie akan berubah rasanya kalau mengembang." ujar Iren. Rasa takutnya berangsur angsur hilang. Membuat Iren mampu bicara dengan santai.

Alvaro mengagguk pelan, dia menggeser mangkuk mi lebih dekat kearahnya. Lalu mulai menyantapnya dengan lahap.

Iren menatap Alvaro tak berkedip. Dia seakan melihat sosok orang lain pada diri Alvaro. Sosok yang terlihat begitu tenang dan hangat. Bukan dingin dan angkuh dengan sorot mata yang tajam. Seperti yang dia lihat setiap hari.

Alvaro mengangkat wajahnya yang penuh keringat, menggeser mangkuk kosong ke arah Iren. "Kau pintar masak mi rupanya." ujar Alvaro sembari meraih tisu di depannya. Lalu menyeka keringat yang membasahi wajah dan lehernya.

Iren tak menyahut, dia mengambil mangkuk mie yang sudah kosong. Membawanya ke belakang, menaruhnya di rak setelah di cuci terlebih dahulu. Lalu kembali lagi ke sisi Alvaro.

"Kak, sudah jam sebelas." lirih Iren sembari melirik Alvaro. Pria yang sedang sibuk berkutat dengan laptopnya itu tampak berhenti sejenak, melihat pergelangan tangannya.

"Kita tidur sini saja." sahutnya. Kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya.

Melihat itu Iren pasrah, memilih menyandarkan tubuhnya ke bahu sofa. Lalu membuka ponselnya, berselancar di dunia maya.

Alvaro menghentikan kesibukannya saat menyadari tak ada pergerakan dari Iren. Sudut bibirnya terangkat saat melihat gadis itu sudah tertidur pulas.

Perlahan dia beranjak kesamping Iren, menggeser meja agar memberinya ruang untuk membopong tubuh Iren.

Dengan penuh kehati hatian dia membawa tubuh Iren kedalam kamarnya. Lalu merebahkan tubuh itu di atas tempat tidur.

Dia baru akan menyentuhkan bibirnya pada kening Iren. Saat tiba tiba ponselnya berdering nyaring di ruang depan.

Alvaro berdecak kesal, sebelum akhirnya beranjak bangkit ke ruang tengah. Dia menarik nafas dalam saat tau Tery yang menghubunginya.

"Ada apa?!" tanya Alvaro datar.

"Kau belum pulang?" terdengar suara merdu di sebrang sana bertanya.

"Aku tidak pulang malam ini, ada urusan mendadak di luar kota. Ada apa kau menelponku malam malam begini?"

"Aku hanya khawatir, ya sudah kalau kau sedang sibuk."

"Hmmm." Alvaro cepat memutus panggilan. Lalu menatap lurus ke arah kamar tidurnya, tempat dimana wanita yang dia cintai sedang terlelap dengan nyenyak.

Entah apa yang ada dipikiran lelaki itu saat ini. Yang pasti dia merasa sangat tenang berada di sisi Iren seperti ini. Padahal beberapa saat tadi dunianya seperti jungkir balik, saat orangnya mengiriminya laporan kegiatan Iren.

Dia sangat marah saat tau Iren jalan dengan Rey. Walau mereka tidak hanya berdua, tapi tetap saja mampu menyulut api cemburu lalu membakar hatinya.

Dia bahkan membatalkan janji bertemu dengan kliennya demi mengikuti Iren. Sungguh tak masuk akal, tapi Alvaro benar benar melakukannya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Ummu Qalbu

Ummu Qalbu

keren Thor cerita nya seperti naik motor ngebut, campur aduk 🤭🤭🤣

2024-04-07

0

Nunu

Nunu

semangatbl thor. aku baca maraton nih 😀😀😀

2023-09-25

2

Titin

Titin

Lagi proses mbak 🥰

2023-07-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!