Part 12

"Ire. Mama udah di rumah. Pulang Kuliah langsung pulang ya."

Dalam hati Iren jingkrak jingkrak kesenangan membaca pesan mamanya. Kepulangan mama sama dengan mengembalikan kebebasannya yang di renggut Alvaro.

Dia memang sudah di izinkan masuk kuliah, tapi Alvaro tetap saja masih membatasi geraknya.

Pulang kuliah Iren langsung pulang kerumah. Matanya berbinar melihat bayangan mamanya di ruang tengah.

Cepat dia melangkah ke sana menyusul mamanya. Tapi langkahnya terhenti di tengah jalan saat melihat sosok Alvaro juga ada di sana. Saking senangnya dia sampai tak melihat mobil Alvaro terparkir di halaman. Tumben lelaki super sibuk itu bisa ada di rumah jam segini. Lalu mata Iren terpaku pada sosok gadis cantik yang duduk di sisi Alvaro.

"Iren. Sini sayang." panggil mama.

Iren cepat mengalihkan pandangannya. Lalu mendekati mama, memeluk wanita itu penuh rindu. Dia benar benar rindu wanita ini, wanita yang memberi pelukan hangat seorang ibu. Dia bukan anak kecil lagi, usianya bahkan sudah dua puluh tahun. Tapi tetap saja sosok ibu adalah sosok yang paling dia rindu.

"Mama kenapa gak bilang kalau mau pulang. Kan bisa Iren jemput di bandara." rajuk Iren.

Mama tersenyum sembari mengusap bahu putrinya. "Mama mau kasih kejutan buat kakak mu. Mama bawa calon mantu buat dia." bisik mama sembari melirik gadis cantik di samping Alvaro.

"Benarkah?" Iren cepat menatap gadis di sebelah Alvaro. Gadis itu berdiri lalu mengulurkan tangannya, memperkenalkan diri. "Tery." ucapnya dengan suara yang terdengar sangat merdu. Matanya yang indah mengerjab menatap Iren.

"Iren." sambut Iren. Lalu beranjak duduk di samping mama di depan Alvaro dan Tery.

Sekilas dia melihat tatapan tajam Alvaro padanya. Tapi dia cepat mengalihkan pandangannya menatap ke arah lain.

"Iren, Tery akan tinggal dengan kita sementara. Sebelum dapat rumah, jadi kamu ada temen kan." ujar mama dengan wajah sumringah.

"Iya ma." sahut Iren sembari tersenyum.

"Papa mana ma?" tanya Iren, karena memang dia tidak melihat papanya sedari tadi.

"Ohh, papa belum bisa pulang. Mama juga sebentar di sini, minggu depan balik lagi kesana. Kasihan papa kalau mama di sini lama lama." jelas mama.

Iren terdiam, rasa senangnya mendadak hilang. Kalau minggu depan mama sudah akan kembali lagi, itu berarti ke bebasannya cuma satu minggu ini.

Tapi tunggu. Ada Tery, ya ada Tery. Alvaro tidak akan macam macam, bukankah Tery adalah calon istrinya.

Iren menghempas tubuhnya di atas kasur dengan kasar. Bayangan wajah Tery menari nari di pelupuk matanya. Gadis itu terlihat sangat cantik, bulu matanya tebal. Kelopak matanya sedikit lebar, dengan bola mata ke biruan. Sungguh cocok di sandingkan dengan kegagahan seorang Alvaro.

Tapi kenapa hatinya terasa sakit..?

Iren menghempas nafas kasar sembari memejamkan matanya. Bukan hanya bayangan Tery, tapi juga bayangan Alvaro silih berganti berputar di kepalanya.

Bolehkah dia jujur, walau hanya pada dirinya sendiri. Dia lelah menyembunyikan perasaan ini, tapi mengakuinya juga tidak berani. Dia tidak akan bilang pada siapapun dia hanya ingin jujur pada dirinya sendiri bahwa dia jatuh cinta pada Alvaro. Pada lelaki be jat yang tega merenggut mahkota yang selalu di jaganya.

Kehadiran Tery memaksa perasaannya muncul kepermukaan. Dia cemburu, juga tidak terima Alvaro menjalin hubungan dengan wanita lain. Setelah apa yang di lakukan Alvaro terhadapnya.

Tapi dia bisa apa. Statusnya sebagai adik angkat membelenggu kakinya untuk melangkah lebih jauh. Kalaupun bukan adik angkat, Iren juga tak punya peluang memiliki hati Alvaro. Karena dia hanya Iren, bukan siapa siapa.

Iren terpaksa membuka matanya, saat ponselnya berdering.

"Apa..." tanya tak bersemangat.

"Siap siap, aku otw jemput kamu." sahut Hilda dari sebrang telpon.

Iren leflek duduk mendengar perintah Hilda. "Mau kemana?"

"Jalanlah. Aku bareng Sonya juga nih."

"Tapi-"

"Gak ada tapi tapian. Buruan!"

Iren berdecak kesal. "Dasar!" gerutunya.

Selesai bersiap dia turun ke bawah ke kamar mama. Tak sengaja saat melewati ruang tamu Iren melihat Alvaro ada di kamar tamu bersama Tery. Iren hanya melihat sekilas, lalu buru buru melewati kamar itu. Tidak ada yang mereka lakukan sepertinya hanya ngobrol biasa saja.

Iren mengetuk pintu kamar mamanya. "Ma." panggilnya dengan suara pelan. Tak ingin suaranya di dengar Alvaro. Sebab jarak kamar tamu dan kamar mama tak begitu jauh.

Ceklek...

"Ada apa sayang?" tanya mama begitu kamar terbuka. Sepertinya mama sedang istirahat, dia .

"Mau izin keluar ma, teman Iren bentar lagi jemput." ujarnya dengan tetap mengecilkan suaranya.

"Iya udah pergilah." sahut mama. Wanita itu terlihat menarik nafas dalam. "Kamu itu udah dua puluh tahun loh. Gak perlu ijin kalau hanya pergi main bareng temen. Mama juga gak mau kamu yang gak bergaul sama sekali. Bagus kalau kamu sekarang punya temen yang bisa di ajak jalan." imbuh mama sembari mengusap punggung Iren. Selama ini Iren sangat tertutup dan tak memiliki teman.

"Iya, makasih mama udah perhatian ke iren." Ada haru menyeruak di hati Iren.

Keharuan Iren harus terputus oleh suara klakson mobil Hilda.

"Tuh kayaknya teman mu udah datang. Pergilah bersenang senang." ujar mama.

"Ya udah aku pamit ya ma." pamit Iren. Mama mengangguk sembari tersenyum, senang rasanya melihat Iren mau membuka diri.

Langkah Iren nyaris terhenti di depan kamar Tery, saat Alvaro kebetulan keluar dari kamar itu. Tapi saat melihat bayangan Tery di belakang punggung Alvaro. Iren memutuskan tak meperdulikan lelaki itu. Walau dia sempat melihat sorot mata penuh protes tertuju ke arahnya.

"Kenapa gak bilang dulu sih. Main otw jemput aja." omel Iren, begitu sudah di dalam mobil. Hilda menatap Iren sambil nyengir.

"Ya maaf, kalau gak gitu lo nya kebanyaan drama hanya nonton doang. Apa gak sepi di rumah sendirian." ujarnya.

"Siapa bilang sendiri. Mama baru pulang tadi, bareng calon mantu."

"Calon kak Al?"

Iren mengangguk. Iya calon kak Al kalian.

"Yaahh!" sahut mereka barengan.

Iren mengerutkan alisnya menatap dua sohibnya itu. "Kenapa, kalian?"

"Patah hatilah!" sahut mereka masih kompak.

Iren terbahak mendengar kata patah hati untuk Alvaro.

"Dasar wanita gak setia. Ingat ayang Hil." cebik Iren menatap Hilda. Hilda cuma nyengir.

"Siapa bilang." sahut Hilda dengan senyum penuh arti.

"Sayang." imbuhnya sembari melambaikan tangannya. Iren cepat mengalihkan pandangannya kearah lambaian Hilda dia langsung berdecak kesal. Ada Hery, Rey dan satu lagi teman sebangku Sonya.

"Apa apaan ini?!" geramnya sembari menatap Hilda.

"Kencan." bisik Hilda, lalu bergegas menemui Hery.

"Hay." sapa Rey. Iren tak menyahut, dia menatap Rey dengan tatapan tajam. Membuat Rey jadi gugup dan salah tingkah.

"Maaf, abisnya kamu susah diajak ketemu." ujar Rey, sembari menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Iren menarik nafas dalam. Bukan tidak mau bertemu Rey. Dia takut pada ancaman Alvaro, dia tidak tau apa yang akan dilakukan pria itu kalau sampai Iren melanggar perintahnya.

"Kalau aku benar benar ganggu, gak apa apa aku cabut aja." ujar Rey lagi, saat melihat Iren masih diam, seperti kebingungan.

"Gak bukan gitu Rey. Gak apa apa, aku hanya takut kak Al marah karena tadi pamitnya cuma bareng Hilda dan Sonya." ujar Iren beralasan.

"Jadi gimana dong?"

"Udahlah, kita jalan aja. Kalau kak Al marah soal nanti itu." sahut Iren. Dia yakin pria itu tak kan perduli pada apa yang dia lakukan saat ini. Dia pasti sedang sibuk bersama Tery.

Kali ini Iren benar benar menghabiskan waktu untuk bersenang senang di luar.

Dengan uang jajan pemberian Alvaro yang selalu di transfer ke rekeningnya tiap bulan. Iren berbelanja segala keperlun dan pernak pernik wanita. Yang selama ini tidak pernah dia beli.

Nonton, belanja, makan. Hari ini mereka melakukannya sekaligus. Kesenagan yang benar benar membuat Iren lupa kegundahan hatinya.

Dengan menenteng tote bag Iren dan dua sohibnya keluar dari mall tempat mereka belanja. Di belakang mereka tiga pria masih setia ngintilin mereka sedari tadi. Dari nonton sampai belanja.

"Kak Al!" seru Hilda. Membuat langkah Iren langsung terhenti. Netranya sibuk mencari sosok bernama Alvaro di antara sekian banyak pengunjung.

Tubuhnya membeku saat matanya menangkap bayangan Alvaro diantara pengunjun. Lelaki bertubuh kekar itu terlihat berjalan mendekat.

"Kak Al di sini juga?" tanya Hilda dengan mata penuh Binar.

"Iya, kebetulan Aku baru saja bertemu klien di sini." sahutnya datar. Netranya terpaku lekat pada sosok Rey di belakang Iren. Melihat itu Iren langsung waspada.

"I-itu kami gak sengaja ketemu di sini kak." jelas Iren. Tapi kemudian dia merutuki kebodohannya. Kenapa susah payah menjelaskan kalau Alvaro tidak bertanya. Alvaro pasti tidak ingin tau.

Tapi sepertinya dugaan Iren salah. "Tidak sengaja?" tanya Alvaro. Kini tatapannya berpindah ke Iren. Wanita bertubuh indah itu gelagapan.

"Maaf kak, ini ideku. Iren tidak tau kalau aku juga datang ke sini." jelas Rey pasang badan. Bagaimanapun dia harus siap berhadapan dengan Alvaro kalau mau mendapatkan Iren.

Alvaro menarik napas dalam. Netranya memindai ke enam bocah di depannya entah dengan pikiran apa.

"Iren pulang denganku." ucapnya kemudian.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Ummu Qalbu

Ummu Qalbu

hah 😅 mengerikan

2024-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!