Part 19

Ruangan sepuluh kali dua puluh meter persegi itu bergema oleh ketukan suara musik yang berbentum. Di tengah ruangan terlihat beberapa pria berwajah tampan sedang berbincang.

Ruang ini adalah private room di sebuah diskotik di kota A. Ini adalah tempat Alvaro mengadakan pertemuan pribadi dengan teman temannya.

Ruang kedap suara berukuran luas itu selalu mereka jadikan tempat pesta. Di tengah ruangan terdapat sopan panjang yang di susun berbentuk oval. Dengan kapasitas dua puluh orang. Sedang di sudut ruang terdapat mini bar yang di huni bartender cantik.

Seperti malam ini, Alvaro menghadiri undangan dari Jhonhendrik teman kuliahnya juga rekan bisnisnya. Pria itu sengaja mengundang temannya ke tempat ini, untuk merayakan hari lahirnya. Sebenarnya bukan itu yang penting baginya. Tapi dengan alasan itulah teman temannya bisa hadir dengan personil lengkap.

Ditengah dentuman musik, terlihat beberapa gadis penari meliuk liuk di tengah ruangan dengan balutan pakaian yang minim bahan.

Wajah cantik, tubuh molek dan berusia muda. Membuat mata pria pria tampan di ruangan itu tak berpaling menatap mereka.

"Aku sengaja memanggil mereka untuk kalian." ucap Jhon, pria itu mengarahkan tangannya yang memegang gelas wine ke arah para gadis penari. Tawa pria pria betparas tampan itu membahana. Satu persatu mereka menjemput si gadis penari untuk menemani malam panjang mereka.

Hanya Alvaro yang duduk diam di tempatnya sembari menyesap wine dengan perlahan.

"Karna kau tidak memilih, maka yang tersisa adalah milikmu." ucap Jhon pada Alvaro.

"Kau, kemarilah." Jhon melabai pada gadis penari agar mendekat.

"Tamani dia." titahnya.

Gadis berwajah cantik itu mendekati Alvaro lalu duduk disisinya. Alvaro melirik gadis itu sekilas lalu kembali menyesap gelas winenya.

Mereka datang tak benar benar hanya bersenang senang. Sebab masih saja mereka membicarakan pekerjaan di ruangan ini.

"Alvaro, apa kau benar benar akan membeli pulau itu dan membangun resort di sana?" Tanya Halim pada Alvaro.

Alvaro yang sedang menguncang pelan gelas winenya. Menatap Halim sekilas lalu mengangguk mengiyakan.

"Wah.. kau benar benar miliader muda ya." puji Halim, kagum. Alvaro menangapinya dengan ekspresi datar.

"Tentu saja, uang hasil menjual gadis muda kau pikir sedikit jumlahnya." timpal Jhon. Yang langsung di balas tatapan tajam Alvaro. Semua temannya saling pandang. Alvaro memang sangat sensitif bila bicara masalah pribadinya. Dia tidak suka orang membicarakan masalah pribadinya di hadapan orang lain. Biarpun temannya sendiri.

Tatapan Alvaro membuat Jhon begidik ngeri, tapi dia langsung tertawa untuk mencairkan suasana. "Ho ho ho. Jangan menatap ku begitu. Tidak ada orang lain disini. Mereka juga tak kan berani membawa keluar ruangan pembicaraan kita. Atau mereka mau hidup tanpa memiliki lidah." ucap Jhon sembari mengarahkan jarinya ke para gadis menari di ruang ini. Karena cuma mereka orang asing di ruang ini. Sementara pelayan dan bartender, mereka orang lama yang biasa melayani Alvaro dan teman temannya.

Sementara yang lain memilih diam. Mereka lebih tertarik menikmati kado dari Jhon ketimbang bergosip tentang masalah pribadi Alvaro. Salah bicara bisa bisa hidup mereka tamat.

Alvaro menarik pandangannya sembari menepis sentuhan gadis penari dari tubuhnya.

"Aku tidak ikut pesta ini. Kalian saja teruskan." ujar Alvaro.

"Hey kenapa begitu. Padahal aku sudah menyiapkan banyak kejutan." protes Jhon.

"Masih ada mereka. Jadi nikmati saja pestamu. Malam ini biar aku yang bayar semuanya. Aku pergi dulu." pamit Alvaro sembari menepuk pundak Jhon.

Alvaro tak berminat menghabiskan malam ini dengan para gadis penari. Sebab di kepalanya hanya ada bayangan Irene. Sejak hatinya tertarik pada Irene pria itu tak mampu lagi menerima kehangatan wanita lain. Yang ada di kepalanya hanyalah Irene dan Irene.

Tapi dengan Tery dia tidak tau, apakah dia bisa melakukannya seperti dulu. Sebab sejak wanita itu datang dia belum minat melakukannya.

Mobil Alvaro baru saja berhenti di basemen apartemennya. Tiba tiba ponselnya berdering. Ternyata panggilan suara dari Tery.

"Ada apa?" tanya Alvaro dengan nada dingin.

"Kau tidak pulang?" tanya suara di sebrang sana dengan lembut.

Alparo menarik nafas dalam. "Maaf, aku masih belum bisa pulang. Pekerjaanku menumpuk. Mungkin besok aku bisa pulang. Apa ada hal penting yang ingin kau sampaikan." tanya Alvaro dengan nada yang berbeda. Kali ini terdengar lebih hangat.

Sunyi beberapa saat, barulah terdengar suara Tery. "Aku rindu kamu, Alvaro..." desisnya hampir menangis.

Alvaro menghempas nafas kasar. Dia tak mau membuat orang yang menurutnya sangat dia cintai jadi seperti ini. Tapi entah kenapa hatinya malah tertuju ke Iren sedari tadi. Bahkan setelah mendengar penuturan Tery.

"Maaf Ery, tapi aku benar benar akhir akhir ini."

"Iya tidak apa."

"Kalau begitu selamat istrahat ya."

"Hmmm."

Alvaro memijit keningnya, sementara matanya tampak terpejam. Beberapa menit kemudian barulah dia keluar dari mobilnya. menemui Iren di apartemen.

Langkah Alvaro terhenti di ambang pintu, mendengar suara tawa Iren. Matanya menatap sosok Iren penuh selidik. khususnya pada orang yang saat ini sedang Iren hubungi melalui sambungan telpon.

Tawa Renyah Iren kembali terdengar, dia hanya tertawa tanpa mengucapkan kalimat apapun. Hanya orang di sebrang telpon yang bicara.

Alvaro menduga, orang itu adalah Rey. Dengan langkah lebar dan amarah yang meledak ledak dia mendekati Iren.

"Kampret lo Hil. Udah h, sakit perut tau dengar cerita lo." sentak Iren. Membuat gerakan tangan Alvaro yang ingin merampas ponsel Iren, terhenti begitu saja. Tangannya mengambang di udara. Bersamaan dengan Iren yang menoleh ke arahnya. Melihat tangan Alvaro ada di atas kepalanya, alirannya menngernyit menatap Alvaro.

"Kak. udang pulang?" tanyanya sembari menutupi speaker hpnya. Sebab panggilanya masih terhubung dengan Hilda.

"Kenapa belum tidur?" tanya Alvaro, sembari menarik tangannya.

"Tadinya udah tidur, tapi kebangun karena telpon dari Hilda." sahut Iren. Lalu merubah posisinya tubuhnya.

"Ya sudah aku ganti baju dulu." ucapnya, lalu melangkah ke ruang ganti.

Di ruang ganti, Alvaro terlihat sedikit shock karena pikirannya sendiri. Nyaris saja dia menyelakai Iren karena pikirannya. Hampir saja dia mencekik Iren, tadi. untung saja gadis itu menyebut Hilda dan bukan Rey.

"Hhhahh!." Desah Alvaro sembari mengusap wajahnya kasar. Kenapa dia bisa se-posesif ini pada Ire. Dia bisa gila membayangkan Iren mendekati atau di dekati pria lain.

Mungkin dia benar-benar gila. Karena sering melakukan hal yang tak wajar. Hari ini dia juga sedang melakukannya bukan.

Alvaro keluar dari kamar ganti dengan pikiran berkecamuk. Dan saat melihat Irene dia langsung menyambar tubuh itu, membawanya ke dalam pelukannya.

Dengan rakus dia menyesapi bibir kenyal Iren yang terasa manis. Menghidu aroma tubuh itu seperti candu.

Baginya Iren seperti obat penenang. Tubuhnya mampu meredam iblis dalam pikirannya.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Eka Burjo

Eka Burjo

yg kamu lakukan sekarang juga sifat iblis dudul, melakukan hubungan suami istri tanpa ikatan pernikahan.

2023-08-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!