Part 8

Pulang Kuliah Iren dan Hilda jenguk teman seangkatan yang sedang kena musibah. Dia jatuh dari motor saat pulang dari kerja paruh waktu.

Memang Iren dan Hilda jarang kumpul bareng dengan Sonya, tapi hubungan mereka cukup dekat. Cuma baru baru ini dia sibuk bekerja sepulang kuliah, jadi jarang bertemu. Sonya juga beberapa kali absen tidak masuk kuliah.

Sebenarnya Rey ikut juga menjenguk Sonya. Tapi karena ada sedikit urusan dia baru nyusul setelah urusannya kelar.

Sesampainya di rumah sakit Iren dan Hilda langsung menuju ruang rawat. Sebab Sonya tadi sudah memberitahu mereka di ruang apa dia dirawat.

Di dalam ruang rawat Sonya hanya di temani adiknya. Gadis berwajah cantik bak model itu duduk dengan perban di kepala dan kaki. Wajah ceria terlambat jelas menyambut kedatangan dua temannya ini.

"Aku kira gak jadi datang." ujarnya menyambut Hilda dan Iren.

"Jadilah, niatnya kemarin mau langsung jenguk kamu. Tapi aku ada acara keluarga. Rey juga baru sempat hari ini. Kalau Iren dia sih kapan aja oke." Sahut Hilda sembari meletakkan varsel buah di atas nakas.

Keduanya duduk di sebelah Sonya. Ngobrol sana sini sampai Rey datang.

"Sory lama." ujar Ray. Dia juga memberi buah tangan untuk Sonya.

"Ini buat kamu." imbuhnya. Sembari menngulurkan satu botol minuman dingin ke adik lelaki Sonya.

Adik Sonya yang berada di sudut ruang datang mendekat. "Makasih kakak." ujarnya, lalu kembali ke kursinya.

"Gimana ceritanya bisa gini?" tanya Rey, sembari menempatkan tubuhnya di atas sofa.

Sonya tersenyum sembari menatap Rey. "Gak sengaja orangnya, dia buru buru karena keluarganya masuk rumah sakit. Akhirnya yah gitu deh. Gak sengaja nyenggol motorku." jelas Sonya.

"Terus, tanggung jawab gak dia?" tanya Rey lagi.

"Tanggung jawab kok. Semua biaya perobatan dia yang nanggung. Dia juga keluarin uang gajiku selama aku sakit."

"Bagusdeh." sahut Rey lagi.

Iren tersenyum mendengar interaksi keduanya. Kalau di lihat lihat mereka berdua sangat serasi. Cantik dan ganteng. Hanya saja latar belakang Sonya tak jauh beda dengan Iren. Hanya orang biasa.

Iren melirik sekilas ke Rey, lelaki itu masih asik ngobrol bareng Sonya. Dengan penuh perhatian. Itu juga yang membuat Iren ragu pada perasan Rey. Karena pria itu terlihat baik pada semua teman wanitnya.

"Udah sore, kami pamit dulu ya." pamit Hilda. Setelah cukup lama mereka berbincang.

"Oke, makasih ya udah berkunjung. Doain aku cepat sembuh biar bisa aktivitas lagi kayak biasa."

"Aamiin, doa kami buat mu." sahut Iren sembari mengusap lembut lengan Sonya.

"Aku juga pamit ya." Rey juga ternyata ikut pamit bersama mereka.

"Iren pulang bareng aku aja Hil." ujar Rey, begitu mereka sampai di tempat parkir.

"Oke." sahut Hilda tanpa berpikir. Dia tau Rey suka Iren. Begitu juga Iren, tapi entah apa yang menghalangi sahabatnya itu hingga tak kunjung memberi Rey lampu hijau.

"Hil-" protes Iren tapi langsung di sela Hilda.

"Da da..." seru Hilada sembari bergegas ke mobilnya.

Rey tersenyum simpul, Hilda memang Best friend yang tau harus melakukan apa di saat tertentu.

Iren menarik nafas kasar. Dasar Hilda! Awas kau ya!

"Hey, kenapa bengong. Ayo." ajak Rey. Iren mengangguk lalu melangkah ke mobil Rey yang berada tepat di depan mereka.

"Mau mampir dulu ke suatu tempat?" tanya Rey memecah keheningan. Iren menggeleng, dia bisa di amuk Alvaro kalau sampai nekat kelayapan bareng Rey. Dia pasti bakalan mengutuk Rey habis⁷ habisan.

"Takut di omelin kakak?" tebak Rey.

"Enggak." sahut Iren. Bukan takut, dia cuma malas ribut. Apalagi dengan Alvaro, dia pasti gak akan menang ribut dengan dia.

"Kalau gitu temenin aku bentar beli sesuatu." ujarnya lalu membelokkan mobilnya ke toko kecil yang terletak di pinggir jalan.

Iren mengamati depan toko saat turun dari mobil. Toko ini menjual alat musik, juga dvd disc.

"Ayok." ajak Rey, sembari menarik tangan Iren masuk ke toko. Iren mengikuti langkah Rey masuk kedalam. Pria itu terus melangkah ke dalam, kemudian berhenti di depan rak berisi tumpukan dvd disc.

Dengan cermat dia memilih beberapa dvd, mencobanya sebentar lalu membawanya ke kasir. Dia tak langsung pergi. Setelah menitipkan dvd pada kasir, dia membawa Iren ruang alat musik. Rey mengambil sebuah gitar, mengamati benda itu sejenak lalu mulai mencobanya sembari duduk di atas sofa.

Mata Iren tak berkedip, demi menatap sosok Rey. Lelaki itu terlihat begitu bersinar dengan gitar di tangannya. Jari jemarinya begitu terampil menciptakan nada nada indah. Memanjakan telinga, Iren. Bukan hanya Iren, keindahan petikan jari jemari Rey menghifnotis pengunjung lain. Dia terlihat bak Idol, begitu mempesona.

Sesekali dia menatap Iren, sembari mengukir senyum. Ahh kenapa kau terlihat begitu tampan. Membuat hati Iren goyah oleh pesona Rey.

Rey mengakhiri pertunjukannya dengan tepuk tangan pengunjung toko. Binar mata para gadis entah mengapa membuat Iren tak senang.

"Aku ambil ini." ujar Rey pada pelayan toko, lalu menyerahkan gitar padanya. Kemudian pria itu berpaling menatap Iren. "Iren ada yan

Iren menggeleng, dia tidak suka mendengarkan musik, apa lagi bermain musik. Jadi tidak ada yang dia beli di toko ini.

"Ya udah kalau gitu." sahut Rey, lalu menarik tangan Iren menuju kasir. Saat mereka melewati beberapa gadis, mereka menatap Iren dengan tatapan iri.

Iren menatap pergelangan tangannya dengan jantung berdebar. Tangan Rey terasa begitu hangat dan lembut. Rey selalu melakukan ini padanya. Tapi baru kali ini dia merasakan perasaan asing karena sentuhan Rey. Glenyar lembut menjalari aliran darahnya.

Sesampainya di depan kasir, Rey melepas tangan Iren. Gadis itu seakan tak rela kehilangan sentuhan lembut Rey.

Tapi kemudian dia menepis jauh jauh perasaan asing yang menyusup dalam hatinya. Dia kembali membangun dinding pembatas yang tadi sempat runtuh. Dia berusaha mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia bukan gadis yang pantas merajut mimpi bersama Rey.

Setelah dari toko, Rey langsung mengantar Iren pulang. Sebab Iren sudah memaksa di antar pulang. Padahal Rey masih ingin menghabiskan waktu bersama gadis pujaannya itu.

"Masih jam tujuh lo. Gak niat main dulu baru pulang." usul Rey. Iren menggeleng.

"Pulang aja." sahut Iren singkat. Membuat Rey mendesah kecewa, bukan karena penolakan Iren. Tapi karena gadis itu kembali ke mode dingin. Padahal tadi Iren seperti sudah memberinya lampu hijau.

"Oke tuan putri, kita pulang." sahut Rey akhirnya.

Tak lama mobil yang mereka tumpangi sampai di depan rumah Iren. Mobil Rey berhenti di luar pagar.

"Makasih ya, udah anter aku pulang." ujar Iren, kemudian beranjak turun. Tapi baru saja dia menyentuh handle pintu. Rey menahan gerakannya.

"Tunggu Ren." pintanya.

Iren mengurungkan niatnya turun, ragu dia menoleh ke Rey.

"Ada apa Rey?"

"Aku beli buat kamu tadi." ujar Rey, sembari menyerahkan paper bag bermotip bunga berukuran mini.

"Buat aku?" tanya Iren heran. Sebab dari tadi dia ngintilin Rey, anak itu gak ada beli barang lain selain Dvd Disc dan Gitar.

"Iya."

Walau ragu, tapi Iren menerima pemberian Rey. "Makasih." Ujarnya. Bukan hanya ucapan terimakad dia juga memberi Rey senyum terbaiknya.

"Ya udah aku turun ya, sampai jumpa besok." imbuhnya.

Rey mengangguk, lalu melambaikan tangannya. Iren keluar dari mobil Rey bertepatan dengan datangnya mobil Alvaro. Mobil mewah itu meluncur masuk kedalam karena memang pagarnya sudah terbuka.

Iren masuk setelah mobil Rey pergi. Lalu bergegas masuk kedalam rumah. Langkah kakinya terhenti tepat di ruang tengah, saat sosok Alvaro menegurnya dengan suara Baritonya.

"Darimana kamu?" tanya Alvaro, netranya menghunus tajam tepat di jantung Iren. Kenapa ekspresinya seperti itu? Bukankah dia sudah bilang dia mau kemana.

"Rumah sakit kak." sahutnya, tak yakin. Sebab dia mampir ketoko tadi.

"Aku bilang tadi langsung pulang setelah dari rumah sakit. Kau lupa?"

Iren menggeleng. "Kami memang langsung pulang kok kak." sahutnya.

"Oh ya?" cibir Alvaro sarkas. Lalu beranjak bangkit, kemudian berjalan menghampiri Iren.

"Bajingan itu memberimu apa?" tanyanya sembari menelisik tajam.

Iren mengerutkan alisnya heran. Darimana dia tau, Rey memberinya sesuatu.

"Tidak ada." Bohong Iren. Dia tak mau ribut dengan Alvaro. Apa lagi dia sedang dalam mode marah.

"Selain pembangkang, kau pandai berbohong rupanya." geram Alvaro. Lelaki bertubuh jangkung itu, meraih tas Iren lalu menuang semua isinya ke lantai.

"Kak, apa apaan sih!" sentak Iren berusaha menghentikan Alvaro. Tapi sayang, isi tas Iren sudah berceceran di lantai. Bersama barang pemberian Rey.

Melihat benda itu jatuh dari dalam tas Iren. Alvaro menggeram marah. Tanpa berusaha mencari tau apa isinya. Alvaro mencekal lengan Iren menyeret langkah gadis itu dengan paksa menuju lantai atas.

"Kaakk!" pekik Iren sembari berusaha melepaskan diri dari cekalan Alvaro, tapi tak berhasil.

"Kak kau mau apa?!" pekik Iren, menggema ke seluruh ruang.

"Aku ingin memberimu pelajaran." geram Alvaro tanpa menoleh pada Iren yang terseok seok mengikuti langkah lebar Alvaro.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Hamida Hamida

Hamida Hamida

klu cnt it ngomong loh kk😃

2024-02-22

0

Adila Ardani

Adila Ardani

menyebalkan Alvaro knp klau suka sama Irene tinggal bilang aja

2024-02-01

0

Zolojulo

Zolojulo

Semangat...

Mampir juga ya😊

2023-07-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!