Part 5

Tubuh Iren luruh kelantai, yang malam itu melecehkan Iren benar benar Alvaro. Iren tak mungkin salah lihat, dia melihat sorot mata penuh hasrat dari Alvaro. Seperti tatapannya pada malam itu.

Rasa takutnya membuat kaki Iren tak mampu untuk berdiri. Dia hanya mampu bersimpuh di lantai sembari mengumpulkan segenap tenaganya yang mendadak hilang.

Apa yang ada dipikiran Alvaro sebenarnya, kenapa tega dia melecehkan Iren. Kalau dia ingin melepaskan hasratnya bukankah itu bukan hal sulit untuknya. Banyak wanita yang rela menyerahkan tubuhnya demi mendapatkan Alvaro.

Selain tampan, karirnya juga bagus. Dia bahkan memiliki perusahaan sendiri. Walau tidak berskala besar seperti perusahaan papanya. Tapi tetap mampu membuatnya jadi jutawan di kota A ini. Lalu apa kurangnya dia, hingga harus melakukan itu demi menyalurkan hasrat biologisnya.

Tidak...

Ada yang aneh dengan Alvaro, Irene bisa merasakan dua kepribadian yang berbeda dari Alvaro. Dia memang dingin dan acuh, tapi dia sangat sopan dan santun. Terlihat berbeda pada malam itu Alvaro seperti kehilangan akal sehatnya. Tatapannya bukan dingin atau acuh, tapi buas penuh naf su.

Irene berbaring miring menghadap pintu, tatapannya tak lepas dari sana. Selalu mengawasi kalau kalau pintu yang terkunci dari dalam itu di buka paksa oleh seseorang.

Tapi kewaspadaannya itu tak bertahan lama, tanpa sadar dia terlelap hingga pagi. Paginya saat Alram berbunyi, Irene bangun dengan perasaan kaget. Trauma membuatnya ketakutan.

Dia duduk di tepi ranjang, mengingat lagi. Apa kejadian tempo hari terulang lagi tadi malam. Sepertinya ingatannya tak mengingat apapun. Dia juga tak mencium aroma tubuh orang lain di kamar ini.

Hal ini membuat Irene lega. Semoga hal seperti itu tak kan terjadi lagi di malam malam berikutnya.

Setelah membersihkan diri dan bersiap dia turun kebawah dengan sudah menenteng tas punggung. Dia berniat melewati sarapan pagi bersama Alvaro lalu berangkat dengan menumpang taksi.

Seperti dugaannya Alvaro pasti tak mengizinkan dia pergi tanpa sarapan.

"Mau kemana kamu?" tanya Alvaro dengan intonasi rendah.

"Kuliah kak."

"Sarapan dulu sebelum pergi!" titahnya.

"Gak usah, nanti aku makan di kantin aja." sahut Iren. Lalu melangkah lagi. Tapi baru dua langkah dia mendengar Alvaro kembali memanggilnya.

"Iren. Kau benar benar berniat membantah ku!" sentak Alvaro, sembari menggeser kursi lalu beranjak bangkit dari duduknya. Tubuh tegapnya melangkah tegas mendekati Iren yang berdiri kaku di tempatnya.

"Duduk." titahnya sembari menatap Iren di depannya. Iren diam sembari membalas tatapan tajam Alvaro. Dia bukan bocah cilik yang harus menuruti perintah Alvaro.

"Aku sudah bilang tadi. Aku sarapan di kampus."

"Duduk." titahnya lagi. Kali ini dengan intonasi sedikit tinggi.

Iren menarik nafas dalam-dalam. "Kakak saja yang duduk, kalau mau sarapan." ujarnya, lalu kembali melangkah pergi. Tapi kembali langkahnya harus berhenti, saat jemari kekar Alvaro mencekal lengannya.

Iren menghentikan langkahnya, lalu menatap Alvaro dengan ekspresi kesal. "Kak, jangan buat aku kayak anak anak deh. Gak mesti kan, kakak maksa aku buat sarapan." gerutunya kesal.

"Siapa yang memaksamu sarapan. Aku bilang duduk, aku tidak suka sarapan sendiri. Jadi temani aku." sahut Alvaro datar. Lalu sedikit memaksa dia menarik langkah Iren menuju meja makan. Walau kesal tapi Iren terpaksa mengikuti langkah Alvaro. Lalu duduk tepat di sampingnya.

Iren benar benar hanya menemani Alvaro makan. Dia sama sekali tak menyentuh piring yang di sodorkan Alvaro. Melihat wajah Alvaro saja mood makannya sudah hilang.

Dalam diam Iren melirik kakak angkatnya sekilas. Kalau lagi mode tenang begini lelaki di sampingnya itu mampu membuat hatinya berdetak kencang. Tak dapat di pungkiri daya tarik Alvaro sangat besar memengaruhi perasaannya. Buktinya dia tak bisa marah pada Alvaro walau dia tau kenyataannya Alvaro pelaku pelecehan malam itu. Dia hanya takut tapi tidak benci.

Iren mendesah berat lalu berpaling dari menatap Alvaro. Dia benci pada diri sendiri kenapa tak mampu mengontrol perasaannya, dia ingin tegas pada Alvaro. Nyatanya saat ini dia malah duduk disini menemani pria itu menyantap hidangan.

"Iren." panggil Alvaro di tengah makannya.

"Hhmm." sahut Iren acuh.

"Kenapa kau terus menghindar."

"Aku tidak menghindar."

"Tapi kenapa aku merasa kau menghindariku." ujar lelaki bermata tajam itu. Sembari berpaling menatapnya.

"Tidak, itu hanya perasaan kakak aja. Aku hanya tidak suka kakak membatasi gerak ku, seperti bocah yang tidak paham salah dan benar." sahut Iren.

"Tapi kau memang harus di batasi." balas pria itu masih dengan tatapan tajamnya.

Irene mengernyit menatap Alvaro. "Memangnya kenapa kakak harus membatasi gerak ku?!"

"Karena kau adik ku." balasnya cepat lalu berpaling menatap kearah lain.

"Tidak masalah kakak membatasi gerak ku kalau itu dalam tahap wajar. Tapi, hanya bermalam di rumah Hilda aja kakak gak kasih ijin. Bukankah itu keterlaluan. Aku juga butuh bersosialisasi kan."

"Kau tidak butuh itu." sahutnya cepat. Dia kembali menatap lekat manik hitam Iren sebelum beranjak dari duduknya, lalu melangkah kekamarnya.

"Mulai sekarang, berangkat dan pulang kuliah biar aku yang antar jemput." ujarnya lagi tanpa menoleh.

Irene terdiam di tempatnya. "Apa dia jadi pengangguran sekarang?" gumam Iren.

Iren keluar rumah lebih dulu, dia menunggu Alvaro dalam mobil yang sedang di panasi. Sembari membalasi pesan Rey yang baru saja masuk.

(Aku kebetulan lewat di kompleks rumah mu. Mau barengan gak?) bunyi pesan Rey.

(Gak Rey, aku di antar kakak.)

(Mobil mu mana?)

(Sopirnya cuti, aku gak bisa nyetir.) balas Irene di tambahi emote nangis.

(Belajar nyetir sama aku. Gratis.)

Irene tersenyum, bersamaan dengan Alvaro masuk ke dalam mobil. Pria itu mengernyitkan alisnya melihat ekspresi Iren.

"Pesan dari siapa?" tanyanya sembari membuka laptop di pangkuannya.

"Kepo." gumamnya. Sembari menatap Alvaro sekilas, lalu kembali fokus ke hp nya. Kembali membalasi pesan Rey yang baru saja masuk. Alvaro mengerutkan keningnya mendengar gumaman Iren. Tapi kemudian dia juga fokus pada laptopnya.

(Aku udah di depan rumah mu.)

Cepat Iren menatap ke depan. Kebetulan mobil mereka baru akan keluar dari gerbang. Tatapan Iren terbentur pada mobil mewah berwarna hitam yang menghalangi jalan yang akan mereka lalui.

"Siapa baji ngan itu!" umpat Alvaro. Sebab mobil mereka terpaksa berhenti.

Rey terlihat keluar dari mobil itu, lalu menghampiri mobil mereka.

"Kau kenal?" tanya Alvaro curiga.

Iren mengangguk. "Dia teman kuliahku." sahutnya.

"Kau berteman dengan berandal seperti itu?!"

Iren tak menyahut, sebab dia harus membuka kaca mobil yang tengah di ketuk dari luar oleh Reytama.

"Pagi kak." ucap Rey. Tatapannya langsung tertuju ke Alvaro.

"Singkirkan mobil mu!" titahnya tanpa memperdulikan salam Rey.

Rey tampak kaget. "Oh maaf kak." lalu dia memberi kode pada supirnya agar memberi jalan.

"Tapi saya boleh ajak Iren berangkat bareng kan kak?" tanya Rey.

Alvaro menatap tajam Reytama, tapi tak ada satu patah kata keluar sebagai jawaban.

"Jalan pak." titahnya. Tanpa menunggu aba aba kedua kali dari Alvaro. Sopir melajukan mobilnya meninggalkan Rey yang tampang bengong.

Iren menatap Rey kebingungan, tapi dia sendiri tak berani membantah Alvaro.

"Jadi dia yang tadi mengirimimu pesan?" tebak Alvaro. Iren mengangguk.

"Blokir nomornya." titahnya. Iren menggeleng.

"Kenapa tidak mau, apa dia pacar mu?"

Iren kembali menggeleng. Tidak perlu sampai memblokir nomornya kan?

"Kalau bukan kenapa tidak mau memblokir nomornya. Berandal seperti itu tidak penting di temani."

"Gak harus di blokir juga kan? Nanti di kelas juga ketemu. Kalau aku blokir malah jadi canggung. Lagian dia salah apa sampai harus di blokir." sungut Iren.

"Dia berusaha dekat denganmu. Itu kesalahannya."

"Hahh!"

"Kenapa kaget. Kalau dia masih nekat seperti tadi. Aku sendiri yang akan turun tangan." ancam Alvaro.

"Kakak bercanda?"

"Aku serius. Kalau tidak percaya, buktikan saja." sahutnya.

Iren termangu, ada apa dengan Alvaro? Kenapa tiba tiba jadi posesif gini.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!