Misteri Kematian Bunga

Misteri Kematian Bunga

Penemuan Mayat

"Ono mayat! Ono mayat!"

Seseorang berteriak kencang dari area persawahan ke arah jalan menuju desa Mangga.

"Opo, mayat? Neng dhi?" tanya warga yang mendengar teriakan tersebut.

"Di mana ada mayat? Ojo ngawe lelucon seng ora lucu!" teriak yang lain, tidak mempercayai berita tersebut.

Pagi-pagi, keadaan yang seharusnya tenang di area persawahan, kini dikejutkan dengan peristiwa yang menghebohkan para petani di desa Mangga. Penemuan mayat yang telanjang bulat di pematang sawah dengan banyak luka menunjukkan tanda-tanda kekerasan dan kemungkinan besar adalah korban pemerkosaan.

Mayat tersebut merupakan seorang gadis, meskipun identitasnya belum diketahui, sebab banyaknya lumpur yang memenuhi tubuhnya. Di tambah keadaan sekitarnya yang becek akibat hujan yang turun semalam, membuat wajahnya juga sulit dikenali dengan luka yang ada wajah dan sekujur tubuh.

Orang-orang di desa Mangga yang baru memulai aktivitas mereka, tentu saja terkejut dan panik ketika berita penemuan mayat ini menyebar. Mereka berbondong-bondong menuju lokasi kejadian untuk melihat sendiri apa yang terjadi. Beberapa warga desa yang menemukan mayat tersebut memberikan pengamatan awal tentang kondisi mayat tersebut.

"Astaga, ini kejadian yang mengerikan. Melihat mayat yang telanjang bulat dengan luka-luka seperti itu, sungguh tak terbayangkan apa yang telah dialaminya."

salah satu warga yang ikut melihat ke lokasi kejadian bergidik ngeri, setelah mengetahui kondisi mayat yang saat ini sudah ditutupi daun pisang dengan menyisakan wajahnya, supaya jika ada yang melihat bisa mengenali.

"Tubuhnya banyak luka yang berdarah, sepertinya dia mengalami perlakuan yang sangat kejam. Aku ora iso mbayangke, bagaimana mengerikan kejadian sebelum kematiannya. Sangat kejam dan biadab!" sahut yang lain.

Semua orang merasakan kengerian seakan-akan bisa membayangkan bagaimana keadaan korban saat mengalami kekerasan.

"Pakaian gadis itu tergeletak di dekat mayatnya. Sepertinya dia telah diserang dan pakaiannya dilepaskan secara paksa. Ini benar-benar serangan penjahat yang keji."

Benar, pakaian korban memang ada tak jauh dari mayat tersebut. Tapi keadaannya sudah tidak utuh, koyak di mana-mana.

"Kita harus segera memberitahu polisi tentang penemuan ini. Orang yang melakukan kejahatan ini harus dihukum seberat-beratnya." Salah satu warga lainnya, memberikan usulan.

"Iya, tapi kita harus melapor Pak lurah dulu!"

Akhirnya, mereka yang berada di area persawahan sepakat untuk melaporkan penemuan mayat tersebut ke Pak lurah terlebih dahulu, agar Pak lurah dan pejabat desa tahu dan ikut mengurus untuk laporan selanjutnya.

Kondisi ini sangat terpengaruh oleh penemuan yang tidak biasa. Mereka harus mendiskusikan dengan aparat desa dan tidak berspekulasi tentang siapa pelaku kejahatan ini sendiri, agar bisa mengambil keputusan, bagaimana sebaiknya dan seharusnya.

Tidak ada yang berani menyentuh maupun mendekat ke arah mayat, karena takut jika akan meninggalkan jejak atau sidik jari pada korban sebelum dievakuasi polisi. Ini untuk meminimalisir dampak dari sidik jari, supaya penyelidikan polisi cepat bisa diselesaikan.

"Bukankah itu Bunga?"

Tiba-tiba, salah satu warga yang baru saja datang melihat ke lokasi penemuan mengenali identitas mayat.

"Opo, Bunga?" tanya yang lain.

"Yang benar itu, Bunga?"

"Tidak mungkin, ah! Moso iku Bunga, sih?"

Mereka semua tidak percaya, jika mayat tersebut adalah Bunga. Seorang gadis warga desa Mangga yang terkenal kecantikannya sehingga dijuluki kembang desa atau bunga desa, sesuai dengan namanya.

Bunga, anak seorang janda. Kabar terakhir yang mengatakan bahwa Bunga telah menolak lamaran anak Pak lurah, Rian. Hal ini justru memberikan sudut pandang baru terkait motif di balik kejahatan ini. Warga desa mulai mencurigai Rian sebagai pelaku pemerkosaan dan pembunuhan tersebut, dengan dugaan bahwa ia mungkin merasa sakit hati karena ditolak oleh Bunga.

Untungnya, Pak lurah dan pejabat desa belum datang. Warga akhirnya bebas membuat prediksi dan perkiraan menurut pemikiran mereka sendiri.

"Sungguh mengerikan jika benar Rian yang melakukan ini. Apakah dia begitu terobsesi dengan Bunga hingga rela melakukan kekejaman seperti ini?"

"Ini benar-benar berita yang mengguncangkan. Jika pelakunya benar Rian, maka itu adalah pengkhianatan yang mengerikan terhadap kepercayaan masyarakat. Bunga harus mendapatkan keadilan!"

Sebagian warga tampak emosi, mengingat bagaimana Rian juga dipuja dan dihormati karena anaknya Pak lurah.

"Menolak lamaran bukan alasan untuk melakukan kejahatan seperti ini. Aku tidak bisa membayangkan betapa menderita Bunga sebelum kematiannya. Pelaku harus ditangkap dan dihukum dengan setimpal."

Semua orang menganggukkan kepala, setuju dengan perkataan dari temannya sendiri.

"Aku ora iso mikir blas, jika ternyata Rian benar-benar melakukan ini. Bagaimana mungkin seseorang yang hidup di tengah-tengah kehormatan dan kecukupan menjadi pembunuh yang kejam? Kita harus menyerahkan kasus ini kepada polisi dan membiarkan mereka menyelidikinya dengan seksama."

Ketegangan dan kecemasan warga, sangat besar, dan untungnya saja, tak lama kemudian rombongan Pak lurah datang.

Semua orang diam dan tidak berani membicarakan Rian lagi, takut jika apa yang mereka pikirkan salah. Hal ini akan membuat kehidupan mereka sendiri semakin rumit dikemudian hari, jika ternyata pelakunya bukan Rian.

***

Zahra, yang kebetulan adalah temannya Bunga, merasa prihatin terhadap nasib temannya itu. Tapi dia juga tidak percaya, jika Rian, anaknya pak lurah yang melakukan pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Bunga, sama seperti desas desus yang terdengar. Tapi ia juga tidak tahu, siapa dan apa yang sebenarnya terjadi pada Bunga.

Zahra juga prihatin terhadap tuduhan warga pada Rian, apalagi ia juga ikut melihat bagaimana kondisi mayat Bunga, saat dievakuasi.

"Aku merasa sedih dan prihatin atas nasib Bunga. Dia adalah teman baikku, dan tidak ada yang pantas menderita seperti ini. Tapi, aku juga tidak bisa langsung menuduh Rian tanpa bukti yang kuat, sama seperti yang dituduhkan sebagian warga."

Kepala Zahra menggeleng beberapa kali, saat bergumam seorang diri. Tatapannya lurus ke depan, memikirkan apa yang sebenarnya dialami oleh Bunga.

"Aku, Bunga dan juga Rian mengenal sejak kecil. Rian tidak pernah menunjukkan tanda-tanda kejahatan atau kekerasan seperti ini. Tapi itu tidak berarti dia tidak mungkin terlibat. Aku benar-benar tidak tahu siapa yang harus dipercaya dalam situasi ini."

Sekali lagi, Zahra tidak percaya jika Rian tega melakukan kejahatan tersebut terhadap orang yang dicintainya.

"Setidaknya kasus ini sudah ditangani oleh polisi untuk diselidiki dengan seksama dan mengumpulkan bukti yang kuat. Hanya dengan bukti yang kuat, semua bisa terungkap. Aku berharap Bunga mendapatkan keadilan yang layak."

Akhirnya, Zahra bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan menuju ke kamar mandi.

'Zahra!'

Telinga Zahra menangkap suara yang memanggil namanya, tapi saat menoleh tidak ada seorangpun di rumahnya. Sebab ibunya, sedang berada di rumah Bunga, menemani ibunya Bunga yang sedang bersedih atas kematian anaknya.

"Bunga? Bunga, apa itu kamu?" tanya Zahra, meyakinkan pendengarannya.

Telinga Zahra tidak mungkin salah mengenali suara yang memanggilnya tadi, sebab suara tersebut adalah milik Bunga.

"Bunga! K-amu..."

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Mampir baca kak

2023-12-29

0

FIE

FIE

😮😲bunga? typo kah thor? cemungut💃

2023-10-28

0

FIE

FIE

hiks, Ryan anak pak lurah kayaknya nih pelakunya🤔

2023-10-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!