Melupakan

Pagi subuh datang dengan redupnya sinar matahari yang masih terbenam di ufuk timur. Ibunya Zahra merasa gerah dengan angin pagi yang menyapu lembut wajahnya.

Seperti kebiasaan rutinitasnya, ia bermaksud membangunkan Zahra untuk pergi bersamanya ke mushola, melaksanakan sholat subuh demi menyegarkan rohani mereka berdua.

Namun, saat ibu Zahra membuka pintu kamar Zahra dengan harapan menyapa putrinya yang sedang tertidur, kejutan melintas di wajahnya. Zahra tak ada di dalam kamar.

Ibunya Zahra panik. Rasa kekhawatiran melonjak di dalam hati sang ibu. Tanpa ragu, ia berteriak memanggil nama Zahra dengan nada khawatir, memohon jawaban yang mungkin tidak diharapkannya.

"Zahra! Kamu di mana, Nak?"

Karena tidak ada jawaban, ibunya Zahra kembali berteriak memanggil dengan berkeliling ke seluruh ruangan yang ada di dalam rumah.

"Zahra! Di mana, kamu?"

Namun, tak ada jawaban yang terdengar. Suasana rumah yang biasanya penuh dengan kehidupan subuh menjadi sunyi seketika. Ketakutan semakin memenuhi hati sang ibu saat ia berlari ke teras rumah, berharap menemukan Zahra di sana.

Clek

"Zahra?"

Namun, apa yang ditemukannya membuatnya terkejut dan hampir tak percaya pada pandangannya. Zahra tergeletak di teras rumah, tak berdaya. Wajahnya pucat dan tubuhnya lemas, seakan-akan telah sesuatu yang tidak beres

Sang ibu berlutut di samping Zahra, tangan gemetar menutup mulutnya dalam ketakutan. Air mata tak terbendung mengalir dari matanya, mencerminkan kepanikan dan kebingungan yang melanda hatinya.

"Zahra, apa yang terjadi? Siapa yang menyakiti kamu?" sang ibu berbisik, mencoba mengerti apa yang terjadi pada anaknya yang tersayang.

Dalam keheningan subuh yang tegang, pertanyaan itu terjawab oleh keheningan pagi yang membisu. Zahra tak mampu memberikan penjelasan, tubuhnya hanya merasakan sakit dan lelah yang mendalam.

"Zah-ra ... Ahhh ..."

Ibu Zahra dengan cepat berteriak memanggil bantuan. "Tolong! Siapa saja,tolong aku!"

Tapi siapa yang mau membantu di subuh pagi seperti ini, sedangkan orang-orang sibuk dengan urusan mereka. Apalagi sejak kematian Bunga, banyak orang yang tidak berani keluar jika suasana masih terlihat gelap meskipun waktu sudah subuh.

"Zahra, apa yang terjadi?"

Tubuh Zahra yang dingin seakan-akan telah lama berada di luar. Ibunya menangis, karena tidak tahu apa yang benar terjadi dengan anaknya.

Karena teriakan ibunya Zahra, beberapa tetangga datang untuk mengetahui apa yang terjadi. Apalagi saat ini masih pagi buta.

"Ada apa?"

"Kenapa di Zahra?"

Beberapa orang bertanya, saat mereka sudah di depan rumah dan melihat keadaan Zahra yang tidak sadarkan diri.

"Ono opo, Yu Murni?" tanya pak Lek Jalil, sebelah rumah. Beliau sudah mengenakan peci dan sarung, siap untuk ke mushola untuk melaksanakan shalat subuh.

Akhirnya, ibunya Zahra, Murni, menceritakan keadaan anaknya mulai dari awal saat membangunkan sampai menemukannya tergeletak di teras rumah.

"Ayo, bawa ke dalam!"

Pak Lek Jalil, bersama dua orang lainnya membantu membopong tubuh zahra yang tidak sadarkan diri.

Cepat Murni masuk ke dapur, mengambil air. Pak Lek Jalil, orang yang dihormati dan disegani oleh masyarakat sekitar karena termasuk dalam golongan orang-orang alim di desa Mangga.

Pak Lek Jalil, membaca beberapa ayat suci Al-Quran kemudian membasuh muka Zahra.

"Dia sedang tidur. Biarkan sebentar, setelah bangun nanti jangan langsung ditanya dulu."

Setelah memberikan pesan pada Murni, Pak Lek Jalil mengajak semua orang untuk melanjutkan aktivitas mereka. Tapi, ia meminta pada murni untuk tetap di rumah sekaligus menjaga Zahra.

***

Setengah jam kemudian, Zahra terbangun. Tapi, ia tidak bisa mengingat apa yang terjadi padanya semalam. Memori tentang kejadian itu hilang, meninggalkan kekosongan dalam ingatannya. Ibunya merasa kebingungan dan khawatir tentang apa yang mungkin terjadi pada Zahra.

"Ibu. Zahra, tidur di ruang tengah? Bukannya aku tidur di dalam kamar?" tanya Zahra kebingungan. Dia ingat betul, jika semalam sudah masuk ke dalam kamar.

"Ibu juga tidak tahu, Nduk. Mungkin kamu tidur yang sangat nyenyak atau mimpi yang membingungkan, dan berjalan keluar tanpa kamu sadari."

Ibu Zahra mendekati putrinya dengan rasa perhatian dan kepedulian yang mendalam. Tapi, Zahra tidak percaya begitu saja. Dia yakin semalam sudah menutup pintu kamarnya, meskipun hanya gerendel saja.

"Zahra, kamu harus berhati-hati dan mengunci pintu dengan benar agar tidak mengalami kejadian yang sama lagi."

Zahra yang tidak mengingat apa yang terjadi, hanya menganggukkan kepala dalam kepatuhan dan rasa hormat kepada ibunya. Dia merasa sedikit bingung dan takut karena ketidaktahuannya tentang apa yang mungkin terjadi padanya. Namun, dia merasa aman dengan perlindungan dan perhatian ibunya.

"Ya wes, Ibu ke dapur dulu. Kamu, cepat shalat subuh sebelum matahari terbit!"

Murni pamit ke dapur untuk memasak makanan yang akan digunakan untuk sarapan. Dia meminta Zahra untuk segera melaksanakan salat subuh terlebih dahulu, agar Zahra tidak melamun lagi.

Kejadian ini adalah untuk yang pertama kali bagi Zahra, jadi bisa dipastikan ia juga kebingungan.

'Aku yakin, semalam sudah masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu. Tapi, kenapa aku bangun di ruang tengah?' tanya Zahra membatin.

***

Siang hari, Zahra secara kebetulan melihat Rian duduk sendirian di tepi sungai. Dia berhenti sejenak dalam perjalanannya ke warung, tertarik untuk mengetahui apa yang sedang dipikirkan oleh Rian. Dengan hati yang penuh keingintahuan, Zahra melangkah menuju tebing sungai untuk mendekati Rian.

Rian tampak tenggelam dalam pikirannya, tatapan matanya terfokus ke arah aliran air yang mengalir dengan tenang di depannya. Ekspresi wajahnya mencerminkan kekhawatiran dan perenungan yang mendalam. Dia tidak menyadari kedatangan Zahra dari arah belakang.

Dengan hati-hati, Zahra mendekati Rian dengan langkah yang perlahan-lahan. Dia ingin tahu apa yang sedang dilakukan Rian dan apa yang mungkin sedang dipikirkannya.

"Rian, apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanya Zahra pelan, mencoba untuk tidak mengagetkan Rian.

Sayangnya, suara Zahra yang pelan tetap membuat Rian terkejut oleh kehadirannya, kemudian mengangkat kepalanya untuk memandang gadis yang ada di sampingnya saat ini. Dia yang terkejut dengan wajah tegang, namun tidak lama kemudian senyuman kecil muncul di bibirnya saat melihat Zahra.

"Aku hanya ingin merenung sejenak di sini," jawab Rian dengan suara yang sedikit bergetar, mencerminkan beban yang ada dalam pikirannya.

Zahra bisa merasakan kepedihan dan kebingungan yang terpancar dari wajah Rian. Dia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Rian dan ingin tahu lebih lanjut tentang keadaannya.

Zahra duduk di bebatuan samping Rian, ingin tahu lebih jauh apa yang sedang dipikirkan oleh Rian.

"Apakah ada yang membuatmu khawatir atau membebani pikiranmu?" tanya Zahra dengan hati-hati, takut menyinggung.

Rian menatap Zahra dengan tatapan campuran antara kebingungan dan harapan. Dia berpikir sejenak sebelum memutuskan untuk berbagi cerita dengan Zahra.

Terpopuler

Comments

Bambang Setyo

Bambang Setyo

Zahra liat apa ya kira2

2023-12-29

0

FIE

FIE

seketika terserang amnesia retrograte karena shock n' trauma

2023-10-28

0

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

tiga sahabat lepas satu🤔

2023-10-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!