Teror di Pos Ronda

Situasi di desa Mangga terasa lengang pada malam hari. Dan ini ada kaitannya dengan teror tentang kematian Bunga yang masih menghantui warga setempat.

Meskipun malam-malam di desa tersebut cenderung sepi, beberapa orang tetap menjaga keamanan dengan melakukan ronda. Namun, masalahnya adalah tidak semua orang yang bertugas memiliki keberanian yang cukup untuk melakukan ronda atau berkeliling di atas jam 10 malam. Sebagai gantinya, mereka berkumpul di pos kamling dan menghabiskan malam dengan berbincang-bincang untuk mengusir rasa sepi dan rasa takut.

Malam ini, suasana di pos ronda terasa tegang. Para warga yang bertugas tengah membicarakan topik-topik ringan, seperti waktu panen yang akan datang, dalam upaya mengalihkan perhatian dari ketegangan yang ada. Mereka berusaha menciptakan kehangatan dan kenyamanan di tengah situasi yang menakutkan.

"***, opo iku?" tanya pak Sam, saat melihat sebuah bayangan di antara pohon pisang.

"Ojo ngawe wedi, Cak! Ora usah guyon."

Temannya, yang memakai kupluk rajut berwarna hitam memberikan peringatan. Sepertinya ia juga merasa takut.

"Ora usah deleng liyane, kene wae!" (Tidak usah melihat lainnya, fokus di sini saja!)

Pak Sam dan temannya, akhirnya terdiam dan mengalikan pandangan mereka ke tempat lain yang ada di pos ronda saja. Mereka tidak mau jika harus melihat sesuatu hal yang membuat mereka ketakutan.

Namun seiring berjalannya waktu, percakapan mereka tentang panen mulai berubah arah. Ketika atmosfer semakin gelap dan diam-diam menakutkan, salah satu dari mereka akhirnya membawa perbincangan ke topik yang penuh dengan kegelapan, yaitu membahas sawah tempat mayat Bunga ditemukan dalam keadaan tragis setelah diperkosa beberapa orang. Suasana menjadi hening, dan ketegangan kembali menyelimuti mereka.

"Sawah tersebut jadi terbengkalai, padahal sudah waktunya panen. Yang punya sawah takut datang ke sawah tersebut."

Beberapa orang terdiam, merenung dalam keheningan sementara yang lain mencoba memecah kebisuan dengan mengungkapkan perasaan teror dan kecemasan mereka. Mereka berbagi teori dan cerita-cerita spekulatif tentang apa yang sebenarnya terjadi pada malam yang tragis itu. Rasa takut mereka terhadap teror yang masih mengintai desa Mangga tercermin dalam setiap kata yang diucapkan.

"Apa gak masalah? Sudah terlanjur ditanami dengan biaya besar, lho!"

"Ya eman, tapi bagaimana lagi?"

"Sshhh ... Sudah, tidak usah membicarakan tentang sawah tersebut. Takutnya, Bunga malah datang ke sini. Ati-ati!"

Percakapan antara mereka penuh dengan kecemasan dan rasa penasaran. Beberapa orang mencoba menenangkan diri dengan mengaitkan perbincangan ini dengan mitos atau cerita seram yang beredar di desa. Namun, ketika malam semakin larut, rasa takut yang tak terungkap masih melayang di udara, mengingatkan mereka bahwa desa Mangga belum bisa merasakan ketenangan yang sebenarnya.

"Maaf, ngapunten. Semoga saja, semuanya ini segera berlalu dan kembali normal seperti biasanya."

Percakapan mereka menjadi semacam terapi, di mana mereka mencoba untuk saling mendukung dan memberi keberanian satu sama lain. Meskipun tidak semua dari mereka memiliki keberanian untuk menghadapi teror yang ada, tetapi setidaknya, di tengah kegelapan malam, mereka menemukan kekuatan dalam kesatuan mereka dan berharap agar kejadian tragis seperti itu tidak akan terjadi lagi di desa mereka.

Wusss

"Eh, kok aku merinding ya?"

"Hmmm, aku yo iki."

Percakapan di pos ronda semakin tegang ketika suara angin kencang tiba-tiba terdengar, memenuhi malam yang gelap. Mereka yang bertugas ronda menjadi terkejut dan terguncang oleh suara tersebut. Keyakinan mereka bahwa suara itu mungkin berasal dari hantu Bunga, yang sedang mereka bicarakan, membuat mereka semakin ketakutan. Mereka saling berhimpitan, mencari dukungan dan keberanian satu sama lain. Berikut adalah contoh percakapan mereka yang sedang dalam ketakutan:

Pak Sam, dengan nada gemetar kembali berkata, bertanya untuk meyakinkan apa yang didengarnya juga didengar teman yang lain. "Kamu dengar itu? Itu suara apa?"

Temannya yang berkupluk tampak gugup. "Aku tidak tahu. Mungkinkah itu hantu Bunga yang kita bicarakan tadi?"

Yang lain ikut ketakutan, saat salah satu dari mereka menyebut nama "Bunga" yang harusnya tidak mereka bicarakan dalam keadaan seperti ini.

"Oh tidak, jangan katakan itu! Kita harus tetap tenang," ujarnya berbisik-bisik memperingatkan yang lain.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku merinding."

Pak Sam menyela, "mungkin kita sebaiknya bersatu dan menghadapinya bersama. Kita tidak bisa bersembunyi di sini selamanya."

"Tapi bagaimana jika itu benar-benar hantu? Kita tidak punya senjata atau apa pun."

Semua orang cemas, bahkan ada yang sudah bersembunyi di balik punggung temannya yang lain. Mereka cemas dan was-was, berharap supaya waktu cepat berganti pagi.

"Mungkin kita bisa berteriak minta tolong? Ada beberapa warga di sekitar sini yang mungkin mendengar."

Pak Sam, meraba-raba dinding pos ronda yang terbuat dari papan kayu.

"Atau kita bisa mencoba pergi bersama dan meninggalkan pos ronda ini. Tidak mungkin kita tinggal di sini sendirian, aku takut!"

Suara angin yang semakin kencang justru memberikan pendengaran yang bermacam-macam, karena bergesekan dengan ranting dan dedaunan pohon bambu dan juga lainnya.

Wusss

Kriek krettt kriettt

Pak Sam teman-temannya berusaha menenangkan diri, tidak ingin terpengaruh dengan suara-suara aneh yang tertangkap indera pendengaran.

"Mari kita pikirkan dengan kepala dingin. Jangan biarkan ketakutan menguasai kita. Mungkin suara itu hanya angin yang berhembus keras. Kalian bukan sehari dua hari tinggal di desa ini."

Sayangnya, temannya yang bertubuh kurus ketakutan dengan menggigit bibir dengan pandangan matanya yang tidak mau diam memperhatikan sekitar.

"Tapi ini terlalu kebetulan dengan apa yang kita bicarakan tadi. Aku merasa seperti ada yang mengamati kita."

Orang yang mengenakan kupluk justru sudah menggigil. "Bagaimana jika hantu Bunga marah karena kita membicarakannya? Kita harus segera menemukan cara untuk menenangkan rohnya."

Pak Sam berusaha menenangkan dengan berkata mantap. "Baiklah, mari kita coba bersama-sama. Lebih baik menghadapinya daripada terus hidup dalam ketakutan. Kita adalah warga desa ini, dan kita harus melindungi satu sama lain. Ayo berdoa saja, mungkin dengan demikian hantu tersebut akan segera pergi."

Dengan keyakinan penuh, mereka mulai membaca doa yang mereka mampu ucapkan. Ada yang membaca ayat kursi, Alfatihah, Al-Ikhlas dan sebagainya.

Tapi ternyata, suasana tegang dan serius yang tercipta buyar seketika di saat ada salah satu dari mereka yang salah membaca doa.

"Bismillahirrahmanirrahim ... Allahumma baarik lanaa fi maa razaqtana wa qina adzaban nar."

Sontak pak Sam dan yang lain menoleh cepat saat mendengar doa tersebut. Mereka ingin marah, tapi tak ada yang bisa mengucapkan sepatah kata pun saat melihat sosok tersebut.

"Hihihi ..."

"Bung ... aaa ..."

"Aakk ..."

"Han ... hantu!"

Mereka semua lari dari pos ronda, tanpa peduli dengan yang lain.

Terpopuler

Comments

Al Fatih

Al Fatih

Kuwi doa makan lho pak....,, ga fokus karena takut yaaa hihihihi

2023-10-23

1

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

lari💃💃💃💃💃💃

2023-10-06

0

Gbi Clavijo🌙

Gbi Clavijo🌙

OMG! 🤩

2023-07-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!