"Dulu sewaktu masih muda, Ibu hampir saja tertipu untuk menjadi TKW. Beruntungnya, pihak keluarga, terutama simbah putrimu mengingatkan ibu tentang risikonya yang besar, Nduk."
Murni, menceritakan tentang kisahnya waktu masih muda. Dia bercerita setelah Zahra sadar dan mendapatkan penanganan mantri yang dipanggil Ryan.
Dari sini, wanita paruh baya itu memulai semua kisah yang mungkin bersangkutan dengan banyak hal akhir-akhir ini.
"Lalu, apa hubungannya dengan kematian Bunga dan hantunya, Bu?" tanya Zahra, yang penasaran ingin tahu.
"Dulu, Ibu dan ibunya Bunga adalah dua sahabat yang ingin sama-sama ke luar negeri untuk bekerja."
Bunga dan Ryan, mendengarkan kisah Murni muda dengan antusias. Berharap mendapatkan informasi atau setidaknya ada kaitannya dengan apa yang menjadikan Bunga tidak tenang.
***
Kurang lebih 22 tahun yang lalu.
"Ya ampun, aku yo hampir sama, Mbak Yu. Ono akeh calo yang menjanjikan gaji besar dan kehidupan lebih baik di luar negeri. Ternyata banyak cerita sedih di baliknya."
Murni mendengar kisah temannya, yang tidak jadi berangkat menjadi TKW. Dia, harus mengganti rugi biaya administrasi untuk pembuatan paspor dan visa, yang katanya sudah masuk ke kantor.
Dan itu tidak sedikit!
"Benar, banyak yang terlilit utang dan mengalami perlakuan buruk. Semoga anak-anak kita dimasa depan tahu betapa berharganya masa muda dan tidak mudah tertipu seperti kita dulu."
"Setuju sekali, Mbak Yu. Semoga mereka bisa belajar dari pengalaman kita ini dan menjalani hidup dengan lebih bijaksana."
Murni kembali menggangguk setuju dengan perkataan temannya. Sayangnya, waktu itu Warsih muda tidak peduli dan sudah pergi bersama dengan calo untuk mendapatkan keterampilan di penampungan agen.
Kata mereka, calon TKW harus dididik terlebih dahulu agar lebih terampil saat sampai di tempat tujuan.
Situasi di tempat penampungan, tentu sangat tidak mudah. Ada banyak kesulitan dan penuh penderitaan bagi wanita-wanita dan gadis yang sudah terlanjur jauh dari rumah mereka.
Ada banyak yang terjebak dalam perangkap calo yang tidak jujur. Mereka dipaksa menjalani hidup yang tidak diharapkan sebagai wanita penghibur di luar negeri, bahkan sebelum tiba di luar negeri sudah digilir para calo atau di jual ke beberapa pria hidung belang!
Mereka tidak emiliki banyak pilihan atau kebebasan untuk melarikan diri dari situasi tersebut. Merasa malu dan takut akan aib akan diketahui oleh orang lain, sehingga mereka pun terpaksa menyimpan rahasia ini selama bertahun-tahun.
"Ingat dulu, dulu kita hampir saja menjadi TKW, Mbak. Tapi entah bagaimana, aku merasa ada yang tidak beres dengan calo itu."
Jika mereka yang berani nekad, bisa saja melarikan diri. Tapi mereka tidak punya tujuan lain selain pulang ke desa, dan mendapatkan tekanan dari pihak calo yang ada di desa.
"Iya, aku juga merasakannya. Ternyata dia tidak membawa kita sebagai pembantu rumah tangga, tapi malah menjual kita sebagai wanita penghibur di luar negeri. Astaga, kita terjebak dalam perangkapnya."
"Kita benar-benar tidak punya pilihan, Mbak. Aku merasa sangat terjepit dan takut. Tidak bisa mengatakan apapun karena aib ..."
"Sama, aku juga merasa terjebak. Tidak tahu apa yang harus dilakukan. Kita hanya bisa diam dan menyimpan rahasia ini selama ini."
Murni, merasa beruntung tidak ada dalam situasi seperti itu. Tapi, sawah dan kebun milik ibunya harus rela dijual untuk mengganti kerugian atas denda yang harus dibayarkan ke calo, yaitu pak lurah sewaktu masih muda, dulu.
Tapi Murni tidak tahu apa yang terjadi pada Warsih, sebab Warsih tetap pergi ke luar negeri tanpa mau tahu berita-berita miring tersebut.
"Semoga ada jalan keluar dari semua ini, Mbak Yu. Aku tidak ingin anak-anakku tahu tentang masa muda yang kelam seperti ini."
"Aku juga berharap begitu. Semoga masa lalu ini tidak menghantui kita terus dan kita bisa hidup dengan lebih baik di masa depan."
Warsih muda, tidak pernah memberikan kabar pada orang tuanya hingga dua tahun lebih. Baru setelah hampir tiga tahun di luar negeri sebagai TKW, dia pulang dan menerima lamaran seseorang yang menjadi ayahnya Bunga.
Tapi entah apa yang terjadi, di saat Bunga lahir baru dua bulan ayahnya justru gantung diri di kebun bekalang rumah!
Dan sama seperti kejadian yang dialami oleh Bunga, Warsih juga tidak membiarkan orang lain untuk menyelidiki atau tindakan apapun untuk mengungkap misteri kematian suaminya!
***
"Jadi, Pak Lek waktu itu bunuh diri?" tanya Zahra kaget.
"Aku pernah dengar jika ayahnya Bunga, ngendat. Tapi, aku masih kecil sehingga tidak tahu apa arti "ngendat" itu."
Ryan menimpali pertanyaan Zahra, yang diangguki ibunya.
"Ya, ayahnya Bunga gantung diri. Padahal rumah tangga mereka adem ayem. Ora tahu Ibu, krungu atau denger mereka cekcok."
Zahra merasa ini aneh. Apa yang menjadi alasan ayahnya Bunga bunuh diri, jika harganya baik-baik saja?
"Lalu, ayah meninggal karena sakit. Iya kan, Bu?" tanya Zahra memastikan.
Gadis tersebut seperti cemas, jika nasib ayahnya sama seperti nasib ayahnya Bunga!
"Iya. Ayahmu sakit darah tinggi, dan waktu itu baru saja minum kopi. Ayahmu sebenernya sudah lama tidak minum kopi, tapi entah kenapa malam itu ada melean, dan dia lupa jadi minum."
"Apa ayah meninggal di tempat? Maksudnya, di rumah orang yang melean itu?" tanya Zahra tidak sabar ingin segera mendapatkan jawaban.
"Tidak. Ayahmu langsung pulang begitu merasa badannya tidak enak. Dua hari kemudian, ayahmu meninggal dunia."
Ryan, yang mendengarkan kisah ayah Bunga dan Zahra, hanya diam sedari tadi. Tapi sepertinya tidak dengan pikirannya.
Pemuda itu sedang memikirkan sesuatu, yang kemungkinan atau kaitanya dengan kematian kedua laki-laki tersebut. Itu karena dia ingat, jika waktu kematian keduanya tidak berselang lama.
Mungkin hanya sekitar 2 minggu ayahnya Zahra meninggal, setelah ayahnya Bunga ditemukan gantung diri di kebun.
'Apa ada yang membunuh mereka secara tidak langsung? Aku merasa ini janggal meski alasan kematian ayahnya Zahra adalah sakit.'
Ryan, memikirkan sendiri teka-teki yang baru saja diketahuinya. Tapi karena dia sungkan untuk tanya lebih banyak, ia akan melakukan penyelidikannya secara perlahan-lahan.
"Bagaimana kabar Radit?" tanya Zahra, game tidak pernah bertemu dengan pemuda tersebut sejak dia sakit dan selalu berada di rumah saja.
"Aku belum bertemu dengannya. Tadinya, rencana aku mau mengajakmu bertemu dengannya. Tapi justru kamu dalam yang tidak sehat," ujar Ryan menjawab pertanyaan.
"Bu," panggil Zahra, karena ibunya diam saja.
"Eh, emhhh ... itu, maaf. Ibu mengusirnya, saat datang dan kamu sakit."
"Apa? Lalu, setelah itu dia tidak pernah datang lagi? Itu artinya sudah tiga hari yang lalu?"
Zahra bertanya dengan bertubi-tubi. Gadis itu takut jika terjadi sesuatu pada Radit, sama seperti yang dilihatnya saat tidak sadarkan diri tadi.
"Ryan, kita cari Radit. Sekarang!" ajak gadis tersebut, kemudian berdiri.
"Kemana?" tanya Ryan bingung.
"Zahra, tetap di rumah!" tegas ibunya, tidak memberikan izin.
"Radit dalam bahaya, Bu!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments