Sudah satu minggu dan keadaan Rustam belum membaik juga, dia tetap belum sadar dan berada di ruang ICU, tak ada kemajuan yang berarti.
Dalam keadaan yang seperti ini Naya selalu menyempatkan diri mengunjungi rumah sakit, sebelum dia berangkat ke kantor dan sepulangnya dari kantor.
Ada Reza yang menunggui sang ayah disana, jadi Naya bisa tenang menjalankan perusahaan dan menyelesaikan masalah yang menimpa perusahaan ayahnya.
"Gimana perkembangan ayah Za?" tanya Naya yang terlihat kuyu karena terlalu banyak pikiran itu dan tentu juga capek itu.
"Belum ada perkembangan mbak," jawab Reza lesu.
Naya menarik nafas panjang lalu menghembuskannya pelan, lalu begitu lagi, terus melakukannya berulang kali.
"Mbak Naya ke kantor aja, biar Reza yang jaga ayah disini," ucap Reza.
"Kalo ada apa-apa hubungi mbak ya Za." Naya menepuk tangan Reza lembut.
Dengan langkah gontai Naya meninggalkan Reza dan menuju ke kantornya, banyak hal yang harus Naya lakukan dan semuanya tak ada yang mudah.
Naya harus membereskan masalah yang ditimbulkan oleh ayahnya, segala resiko itu harus ia tanggung.
Sesampainya di kantor Naya mengumpulkan staffnya untuk diajak berdiskusi mengenai penyelesaian masalah tersebut.
Satu usulan Peter bahwa tempat tersebut harus disegel dengan beton yang kuat agar tak menimbulkan kerusakan pada lingkungan sekitarnya, dan itu membutuhkan dana yang tak sedikit.
Apalagi Naya baru tahu kalau ayahnya menggadaikan semua aset perusahaan untuk menutupi kekurangan modal yang dijanjikan partner kerjanya, istilahnya Rustam itu kena apes, mau maju kena mau mundur juga kena.
"Pak Peter usahakan tempat itu ditutup segera, saya akan carikan dananya secepatnya," ucap Naya akhirnya, tak ada pilihan yang bisa ia ambil, daripada nanti bermasalah lebih baik dia keluarkan dana lebih untuk mengamankan semuanya.
"Baik bu, secepatnya saya akan kesana, meninjau seberapa besar yang harus kita tutup, semoga saja semua bisa kita atasi."
"Bu Naya, pimpinan dapat undangan dari pihak berwenang untuk dilakukan penyelidikan masalah ini, apa ibu berkenan hadir, atau kita wakili saja?" tanya pak Bayu pimpinan HRD di perusahaannya.
"Kapan itu pak?" tanya Naya pelan.
"Besok lusa bu," jawab Bayu.
"Saya akan datang, tolong pak Bayu, pak Peter dan pak Hendra dampingi saya ya, jujur saya untuk masalah project ini benar-benar tidak paham, ayah saya menghandle semua sendiri," pinta Naya.
"Baik bu," jawab ketiganya serentak.
Setelah meeting itu selesai, Naya kembali ke ruangannya, mencari solusi atas masalah yang menimpa ayahnya, dia lupa makan, lupa memperhatikan diri sendiri dan tenggelam dengan masalah ini.
Setelah pulang dari kantor Naya kembali mengunjungi rumah sakit untuk memantau kondisi sang ayah.
Bahkan terkadang dia harus menginap di rumah sakit untuk bergantian dengan Reza untuk menjaga ayahnya, meski badannya letih tapi Naya tetap berusaha kuat.
"Makan dulu Nay," ucap Radit yang saat ini menemani Naya.
"Nanti saja mas," sahut Naya pelan.
"Kamu harus jaga kesehatan Nay, jangan abai seperti ini, nanti kalo kamu sakit siapa yang akan menguatkan Reza sama bunda," bujuk Radit pelan.
Naya menerima makanan tersebut dari tangan Radit, dengan malas memasukan makanan itu satu-satu.
"Makannya jangan kayak gitu sayang," tegur Radit lembut.
"Mas.... aku minta maaf ya kalo nanti aku sering pulang malam untuk mengurusi ayah dan juga perusahaan, aku janji setelah semua ini selesai aku akan stay di rumah jadi ibu rumah tangga seperti yang mas Radit mau," ucap Naya dengan lirih.
"Iya sayang, jangan mikirin macem-macem dulu," tegur Radit sambil memeluk Naya lembut.
Suara panik dokter dan suster memecah obrolan suami istri tersebut, Naya langsung bangkit, mengetahui hanya ayahnya penghuni ruangan ICU tersebut, Naya tahu bahwa sang ayah sedang tidak baik-baik saja.
"Ayah saya kenapa sus?" tanya Naya menahan seorang suster yang sedang bergegas keluar dari ruang tersebut.
"Pasien mengalami anfal bu, sekarang lagi dilakukan tindakan sama dokter jaga," jawab suster tersebut lalu bergegas meninggalkan Naya.
"Ayah mas!" isak Naya panik.
Radit terus memeluk Naya, sambil tangannya mengutak-atik ponselnya untuk menghubungi Reza dan juga keluarganya.
Tak lama kemudian dokter itu keluar, dengan wajah lesu dokter jaga tersebut mengabarkan kabar duka.
"Kami sudah berusaha bu, tapi pak Rustam tidak bisa bertahan, sabar ya."
Lalu gelap, Naya pingsan di tempat mendengar penjelasan dokter barusan, lalu suara lain juga terdengar dari belakang Radit.
"Bunda!" teriak Reza panik.
***
Di hadapan Naya saat ini terbujur kaku jasad ayah dan bundanya, ya benar bunda Naya terkena serangan jantung saat mendengar kematian suaminya.
Berulang kali Naya mencubit tangannya untuk menyakinkan diri kalau ini bukan mimpi.
Matanya nanar melihat dua tubuh kaku itu, bahkan airmatanya tak lagi bisa keluar karena efek kesedihan yang teramat dalam dihatinya.
Radit dan Reza menyambut para pelayat yang datang untuk mengucapkan belasungkawa.
Reza berusaha tegar, ia tak ingin terpuruk agar bisa menguatkan sang kakak yang matanya sering menatap dengan pandangan kosong.
"Aku ikut berduka ya Dit," ucap Nindya yang datang untuk ikut berbelasungkawa itu.
"Makasih Nin," ucap Radit pelan.
Jujur dalam keadaan seperti ini ia tak ingin bertemu dengan Nindya, bayangan dosa yang mereka lakukan tempo hari terus menari di pelupuk mata Radit.
Nindya bergeser ke tempat Naya duduk untuk mengucapkan belasungkawa.
"Aku ikut berdukacita ya Nay," ucap Nindya mengulurkan tangan untuk berjabat dengan Naya.
Naya mengeryit bingung atas kedatangan Nindya, wanita ini bukan termasuk circle pertemanan suaminya apalagi dirinya, kok dia bisa tahu musibah ini.
Tapi Naya hanya terdiam, mengulas senyum tipis lalu kembali menyandarkan tubuhnya ke tembok di belakangnya.
Lalu sesuai dengan waktu yang ditentukan, kedua jenasah tersebut diangkat untuk dibawa dan dimakamkan.
Naya histeris melihat kedua orang tuanya diangkat dan dibawa pergi dari hadapannya.
"Ayah.... Bunda....!" panggil Naya mencoba mengejar iring-iringan jenasah itu.
Radit memeluk tubuh istrinya dengan erat, membenamkan Naya ke dalam pelukannya, sedang Naya terus meronta mencoba melepaskan diri dari pelukan Radit.
Disudut sana Nindya memandang keduanya dengan rasa hati yang panas dan tak rela, rasanya Nindya ingin membubarkan aksi pelukan keduanya.
Rencana jahat mulai tersusun di otak wanita itu, tak ada empati apalagi prihatin dengan musibah yang dialami oleh Naya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Rien
nindya camu gila cuci otak caku dgn air rinsu hmm
2023-07-22
0