Radit dan Nindya berjalan memasuki sebuah tempat karaoke ekslusif, tangan Nindya bergelayut manja di lengan Radit.
Dengan sadar Radit tak menolak sentuhan fisik yang mulai Nindya lakukan padanya, sesuatu yang seharusnya pantang dilakukan oleh pria beristri seperti dirinya.
Mereka masuk ke dalam ruangan dengan penerangan minim tersebut, dan setelah memesan makanan ringan dan minuman, mereka menutup pintu di depannya rapat-rapat.
"Udah sampai sini jangan manyun aja dong sayang," bujuk Nindya sambil mengelus punggung Radit dengan lembut.
Radit menatap Nindya dengan perasaan.... lagi kesal dan lagi bete dengan sang istri, sementara di depannya ada orang yang begitu perhatian dan terlihat begitu tulus kepadanya, jadi Radit melihat Nindya dengan pandangan yang berbeda.
Akhirnya meluncurlah semua cerita tentang kegundahan dan masalah yang menimpanya dengan Naya.
"Kalo aku sih kalo suami udah nyuruh berhenti kerja ya aku pasti nurut, toh suaminya kan sanggup memenuhi semua kebutuhannya," ucap Nindya mempengaruhi pola pikir Radit, tak lupa menempelkan dadanya ke lengan Radit, menggenggam tangan pria itu dengan lembut dan tak lupa mengelus punggung tangan itu dengan ibu jari.
Lagi kesel kan sama istri, jadi gampang dipengaruhi sama setan, apalagi sesuatu yang menempel di lengannya itu begitu menggoda.
Dari luar saja kelihatan kalau benda ini lebih besar dari punya Naya, membuat Radit ingin menjamah dan membenamkan wajahnya di sana.
Dengan tanpa malu-malu, karena sejak tadi ia memperhatikan Radit kesusahan menelan air liurnya dan sesekali melirik ke arah dadanya yang membusung sempurna disana, makanya Nindya semakin berani untuk menggoda pria itu.
"Mau liat?" tanya Nindya menuntun tangan Radit ke gundukan kenyal itu.
Dan karena bisikan setan itu semakin kuat dan menggoyahkan imannya, akhirnya Radit meremasnya pelan dan mendekatkan wajahnya lalu menci*m bibir Nindya dengan rakus.
Bukannya mundur, Nindya justru dengan sengaja duduk di atas pangkuan Radit dan melakukan gerakan sen*ual hingga membuat Radit semakin terpancing gairahnya.
Radit mengukung tubuh Nindya di bawahnya dengan baju atas wanita itu sudah teronggok begitu saja di lantai.
Radit dengan rakus menjamah dua benda padat tersebut dan sesekali menggigit memberi tanda disana lalu dengan gemas meremasnya kuat.
Nindya melenguh merasakan setiap jamah*n tangan Radit, dan dengan tanpa sadar Radit menidurkan Nindya di sofa tersebut, merenggut semua kain yang masih menempel pada tubuh keduanya dan melakukan penyatuan.
Rasa yang berbeda membuat Radit seakan tak puas melakukannya hanya sekali, bahkan berkali-kali Radit menghujami Nindya dengan berbagai posisi, sungguh Nindya merasakan sensasi yang luar biasa bersama Radit.
Dan ketika keduanya terkulai lemas di sofa tersebut, barulah Radit tersadar telah melakukan kesalahan yang sangat fatal seperti ini.
"Maafkan aku Nin," bisik Radit dengan wajah lesu, bangkit dari sofa, memakai pakaiannya kembali dan terduduk lemas.
"It's oke Dit, aku juga menginginkannya kok, ini akan jadi rahasia kita berdua," sahut Nindya manja dan mengelus dada pria itu dengan sen*ual.
Setelah merapikan diri, mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing.
Jam sudah menunjukan pukul sepuluh malam, tapi mobil Naya belum terlihat di garasi rumah besar itu.
Dengan perasaan yang semakin diliputi oleh emosi, Radit melangkah memasuki rumah.
"Dit...." sapa ibu pelan.
"Ibu belum tidur?" tanya Radit lalu duduk di depan sang ibu.
"Kamu darimana?" tanya ibu tak menjawab pertanyaan Radit.
"Ada ketemu sama klien," jawab Radit menundukkan kepala, menyembunyikan kebohongannya, merasa bersalah karena membohongi ibunya.
"Tadi Naya, ibu, bapak hubungi kamu tapi nomor kamu mati."
Radit terperangah, mengambil ponselnya dari saku celananya, dan mendapati ponselnya dalam keadaan mati, padahal dia tak merasa mematikannya, pasti tadi Nindya yang mematikannya tanpa sepengetahuannya.
"Kenapa ibu telepon Radit?" tanya Radit sambil menyalakan ponselnya, dan benar saja notifikasi bermunculan di ponsel tersebut.
"Ayah Naya masuk ICU Dit, sekarang bapak dan Rania sedang disana menemani Naya yang sedang down," terang ibu menatap Radit dengan tatapan intens, seolah-olah tahu ada yang sedang disembunyikan oleh anak lelakinya itu.
"Sh**!" makinya pelan lalu melangkah lebar kembali ke mobilnya, tanpa ingat untuk berpamitan dengan sang ibu.
Sampai di dalam mobil, Radit membenturkan kepalanya pelan, merasa bodoh atas apa yang dilakukan tadi bersama Nindya, sementara sang istri sedang mendapat musibah seperti ini.
Tak ingin membuang waktu Radit lalu memacu kendaraannya menuju rumah sakit, sesampainya disana dengan tergesa Radit mencari ruang ICU.
Dan langkahnya terhenti melihat Naya duduk sendirian di lantai dengan menekuk kaki dan menyembunyikan wajahnya disana, tak nampak bapak dan Rania, mungkin keduanya sudah pulang ke rumah.
Ada yang meremas sesuatu di dalam dada sana ketika dirinya kembali teringat apa yang ia lakukan bersama Nindya tadi.
Radit berjalan mendekat."Nay.... " panggil Radit pelan.
Wajah cantik itu terangkat, tak ada kata yang terucap, hanya bibir tipis itu bergetar hebat menahan tangisnya.
Radit memeluk tubuh Naya erat, dan airmata wanita itu tertumpah membasahi bajunya.
"Ayah mas, ayah," isak Naya lirih.
"Hush iya, sabar Nay, sabar." Radit semakin mengeratkan pelukannya, rasa bersalah yang teramat dalam itu semakin menggerogoti hatinya.
Bisa-bisanya dia menghabiskan sepanjang hari dengan Nindya dan melakukan hal-hal yang tak senonoh seperti tadi, sementara istrinya sedang mengalami musibah seperti ini.
'Otak lo dimana Dit! Istri secantik, sepintar dan sebaik ini masih lo selingkuhi juga!' maki Radit dalam hati.
Lalu Radit mengangkat tubuh Naya dan mendudukannya di kursi tunggu untuk keluarga pasien.
"Kamu udah makan sayang?" tanya Radit membelai rambut Naya yang bersandar di bahunya.
Naya menggeleng." Aku nggak lapar mas."
"Aku belikan makanan di kantin dulu ya?" bujuk Radit lembut.
Naya tetap menggelengkan kepala, mana bisa ia menelan makanan, kalau ayahnya sedang berjuang antara hidup dan mati di dalam sana.
"Kamu harus makan Nay, kamu harus kuat demi ayah, demi bunda, demi Reza," bujuk Radit lembut.
Naya masih tetap menggeleng, Radit hanya mampu menghela nafas dalam, lalu mengusap lengan Naya dengan lembut.
Naya masih terus terisak, mungkin karena faktor kelelahan juga akhirnya Naya tertidur di dalam pelukan Radit.
Dengan sayang Radit mengecup puncak kepala Naya berulang kali, rasa bersalahnya kembali menggerogoti hatinya.
"Maafkan aku sayang, maaf," bisik Radit lirih penuh penyesalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Rien
nasi sudah menjadi bubur dit.teganya
2023-07-21
0