Bab 8 : Radit si anak ibu

Setelah terjadi pertengkaran diantara mereka, Naya memilih mengalah dan mengurangi aktivitasnya di luar rumah.

Dia pulang kantor lebih awal dan mengerjakan pekerjaannya dari rumah, meski harus merepotkan bawahannya dengan mengirim dokumen yang ia perlukan melalui email.

Radit lebih melunak melihat Naya lebih banyak berada di rumah, seperti saat ini ketika jam tiga sore Radit sampai rumah, Naya sudah anteng di kamar sambil menatap layar laptop untuk mengerjakan laporan perusahaannya.

"Mau kopi mas?" tanya Naya ketika Radit telah selesai membasuh diri.

"Boleh Nay," jawab Radit pelan.

Naya beranjak menuju dapur untuk menyeduhkan kopi untuk suaminya, lalu ibu mertuanya memanggilnya dengan lembut.

"Nay.... sini nak."

"Iya bu." Naya mendekat sambil membawa secangkir kopi untuk Radit di tangan.

"Tolong kasih ini ke Radit." Ibu menyerahkan amplop tebal ke tangan kiri Naya.

"Maaf ya bu pakai tangan kiri," ucap Naya sambil menerima amplop itu yang ia perkiraan berisi uang.

Sesampainya di kamar Naya meletakkan kopi di nakas dekat ranjang, lalu memberikan amplop itu kepada Radit.

"Dari ibu mas."

"Simpen aja itu buat kamu." sahut Radit sambil menyesap kopi.

"Maksudnya?" tanya Naya bingung.

"Uang bulanan kamu," jawab Radit cuek.

"Kok dari ibu?" tanya Naya tambah bingung.

"Emang kenapa kalo dari ibu? Masalah? Yang penting kan aku nafkahin kamu Nay, mau darimana uangnya yang penting kan halal, bukan hasil nyuri " ujar Radit jutek.

"Tapi kan kasihan ibu mas, kita harusnya yang ngasih ke beliau bukan beliau yang ngasih ke kita, terus gaji mas Radit kemana emang, kok bulan ini bulanan aku dimintain ke ibu?" Cecar Naya terus.

"Bawel!" ketus Radit lalu keluar dari kamar meninggalkan Naya sendiri, kesal ditanya oleh Naya.

"Astaga... kenapa bisa berubah gitu sih sifatnya, padahal dulu pas pacaran nggak kayak gitu lho, huft," gumam Naya lirih.

Naya meletakkan amplop itu di atas nakas, nanti ia akan minta Radit mengembalikannya ke ibu, toh Naya juga masih sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri, bukan sombong ya tapi memang gajinya di perusahaan sang ayah sudah gede bahkan sampai tembus tiga digit.

Tak kunjung melihat Radit masuk ke dalam kamar mereka akhirnya Naya menyusul Radit keluar.

Disana di ruang keluarga, Radit sedang tiduran di sofa dengan kepalanya diletakan di atas pangkuan sang ibu.

Sesekali ibu mengelus rambut Radit lembut, Naya yang melihat itu tentu shock, Radit yang telah berusia dua puluh tujuh

tahun masih semanja itu kepada ibunya.

"Nay... kenapa berdiri disitu? Sini Nay," panggil ibu membuat Naya terbangun dari lamunannya.

"Um i iya bu, Naya nyari mas Radit kok," sahut Naya gelagapan.

"Kenapa Nay?" tanya Radit bangun dari rebahannya menatap Naya heran.

"Eng... nggak, nanti aja mas," jawab Naya lalu berbalik masuk kembali ke dalam kamar.

"Ikutin Dit, ngambek kali kamu tinggal sendirian," perintah ibu langsung membuat Radit beranjak mengejar Naya.

"Nay.... " Radit menjulurkan kepala ke dalam kamar.

Naya tak menyahut, fokusnya tetap ke layar laptop yang menampilkan grafik penjualan, dia harus memastikan ada dana cadangan untuk operasional kantor utama.

"Kamu marah Nay?" tanya Radit duduk di pegangan sofa sambil memeluk Naya.

"Mas... tolong kembaliin uang ibu," pinta Naya menatap Radit.

"Kenapa?" tanya Radit mengerutkan kening.

"Nggak papa, kalo mas Radit belum ada uang aku nggak papa mas, lagian aku nggak enak udah numpang disini masak dikasih ibu uang juga."

"Kok numpang sih?! Bahasamu nggak enak banget didenger sih Nay!" gerutu Radit kesal.

"Terus apa namanya mas kalo bukan numpang? Wong ini rumah bapak ibu, gimana sih!" sahut Naya gemas.

"Terserah kamu aja deh, mau bilang numpang kek, nginep kek, bagi aku ini rumah orang tuaku jadi nggak ada istilah numpang, untuk uang itu pegang aja, takutnya nanti kamu ngedumel dalem hati udah dinikahin tapi nggak dinafkahin," ucap Radit gusar lalu keluar kamar lagi.

"Dia kenapa sih sensitif banget akhir-akhir ini," gumam Naya lebih ke diri sendiri, karena si suami sudah ngacir lagi entah kemana.

Tak. mempedulikan suami yang semakin aneh, Naya kembali menekuri laptopnya dan menghubungi customernya untuk meminta mereka mempercepat pembayaran.

Naya kembali melihat saldo rekening perusahaan, matanya membelalak melihat ada uang masuk sebesar sepuluh milyar.

Langsung tangannya meraih ponsel di dekatnya dan mendial nomor Hendra.

"Pak Hendra, ada dana masuk sebesar sepuluh milyar, itu dari mana ya?" tanya Naya heran.

"Itu dana pribadi bapak bu, tadi saya baru mau infoin ke ibu tapi ibu keburu hubungi saya," jawab Hendra dari seberang sana.

"Oh oke Pak, makasih banyak." Naya menutup sambungan teleponnya dengan Hendra.

Naya merasa aneh, project ini terkesan diburu-buru dan tak memikirkan akibat jangka panjangnya, ya kali kan project sebesar itu hanya diputuskan dalam waktu kurang dari satu tahun.

Naya takut kalau ini adalah jebakan untuk menghancurkan bisnis ayahnya, mengingat sang ayah termasuk salah satu pengusaha yang cukup sukses, walau mungkin belum masuk sepuluh besar pengusaha tambang di negeri ini, tapi nama beliau sudah diperhitungkan di negeri ini.

Tak menunggu lama Naya menghubungi ayahnya untuk mendiskusikan hal ini.

"Ya nak," sapaan merdu terdengar dari seberang sana.

"Yah... Naya lihat ayah mentransfer sepuluh milyar ke rekening perusahaan, ayah ambil uang simpanan ayah?" tanya Naya to the point.

"Iya Nay, kenapa emangnya nak?"

"Lalu pak Bara, pak Michael, pak Sandi kapan mau setornya? Kok Naya rasa hanya ayah yang sudah urun modal, yang lain belum?" tanya Naya hati-hati, jujur perasaannya semakin kesini semakin tak enak, apalagi sampai ayahnya mengeluarkan uang simpanan hari tuanya.

"Kira-kira bulan depan Nay."

"Memang mereka mau taruh modal berapa yah?"

"Masing-masing dua puluh milyar, yang empat puluh milyar itu ayah yang nanggung."

"Harusnya mereka setor dulu Yah sepuluh milyar jadi kan kita nggak kepusingan gini, apalagi kita baru launching produk baru kan, dana kita kesedot itu semua," keluh Naya lirih.

"Dana mereka baru ready bulan depan dan itu sudah masuk kesepakatan kami Nay, udah kamu tenang saja ya, percaya sama ayah," bujuk Rustam.

"Naya boleh ngobrol nggak Yah ama mereka?" tanya Naya.

"Nggak perlu nak, ayah takut mereka jadi tersinggung nanti, kesannya kita nggak percaya sama mereka."

Naya terdiam, rasanya semakin curiga, pengusaha sekelas Rustam kan tak mungkin segegabah ini.

"Ya sudah sih Yah, Naya tutup ya Yah."

"Iya Nay, nggak usah diforsir pikirannya, ayah akan handle semuanya."

Lalu klik, dan Naya hanya mampu mengerjapkan mata perlahan, tak tahu harus melakukan apa, sekedar untuk membuat sang ayah tak terburu-buru saja rasanya sesulit ini.

Terpopuler

Comments

Rien

Rien

kalau suamiku ky radit hmmmm

2023-07-19

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 : Pernikahan Akbar
2 Bab 2 : Aku milikmu
3 Bab 3 : Masih tentang itu
4 Bab 4 : Satu fakta baru.
5 Bab 5 : Lakukan tugasmu dengan benar
6 Bab 6 : Firasat
7 Bab 7 : Pertengkaran pertama
8 Bab 8 : Radit si anak ibu
9 Bab 9 : Kericuhan di pagi hari
10 Bab 10 : Antara ayah dan suami
11 Bab 11 : Teman lama
12 Bab 12 : Godaan yang meresahkan.
13 Bab 13 : Firasat itu menjadi kenyataan.
14 Bab 14 : Terjerat rayuan janda gatel
15 Bab 15 : Musibah bertubi-tubi
16 Bab 16 : Semua tak mudah
17 Bab 17 : Pillowtalk
18 Bab 18 : Tugas baru Naya
19 Bab 19 : Tawaran Kerja
20 Bab 20 : Kecurigaan Rania VS keluguan Naya
21 Bab 21 : Menutupi Sesuatu
22 Bab 22 : Teror Yang menyakitkan
23 Bab 23 : Separuh jiwaku pergi
24 Bab 24 : Rasanya sesakit ini
25 Bab 25 : Bangkit dan Berdiri
26 Bab 26 : Wasiat ibu
27 Bab 27 : You and Me.... end?
28 Bab 28 : Punishment dari Naya
29 Bab 29 : Radit dan segala tipu dayanya
30 Bab 30 : Hati yang kau sakiti itu memilih pergi
31 Bab 31 : Pertemuan dua keluarga
32 Bab 32 : Undangan reuni
33 Bab 33 : Reuni
34 Bab 34 : Bukan cinta monyet lagi
35 Bab 35 : Kembali ke dunia nyata
36 Bab 36 : Rasa yang berbeda
37 Bab 37 : Jangan salahkan aku
38 Bab 38 : Saatnya menikmati hasil dari menikung
39 Bab 39 : Terjerumus
40 Bab 40 : Menghindar
41 Bab 41 : Maju kena mundur kena
42 Bab 42 : Sosialita gadungan
43 Bab 43 : Bukan level kamu
44 Bab 44 : Ternyata tak seindah kenyataannya
45 Bab 45 : Bar bar
46 Bab 46 : Bertemu Naya
47 Bab 47 : Jangan memohon kepada perempuan seperti saya
48 Bab 48 : Menepi
49 Bab 49 : Ternyata masih bisa berguna
50 Bab 50 : Berani melangkah
51 Bab 51 : Bahagia itu sederhana
52 Bab 52 : Be gentle, terima akibat dari semua kesalahanmu.
53 Bab 53 : Collapse
54 Bab 54 : Dipinang
55 Bab 55 : Sah
56 Bab 56 : Paling tidak aku melihatmu bahagia
57 Bab 57 : Aku kenal kamu yang sekarang
58 Bab 58 : Siap menambah anggota baru
59 Bab 59 : Bukan Ngidam
60 Bab 60 : Berdamai dengan masa lalu.
61 Bab 61 : Epilog
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Bab 1 : Pernikahan Akbar
2
Bab 2 : Aku milikmu
3
Bab 3 : Masih tentang itu
4
Bab 4 : Satu fakta baru.
5
Bab 5 : Lakukan tugasmu dengan benar
6
Bab 6 : Firasat
7
Bab 7 : Pertengkaran pertama
8
Bab 8 : Radit si anak ibu
9
Bab 9 : Kericuhan di pagi hari
10
Bab 10 : Antara ayah dan suami
11
Bab 11 : Teman lama
12
Bab 12 : Godaan yang meresahkan.
13
Bab 13 : Firasat itu menjadi kenyataan.
14
Bab 14 : Terjerat rayuan janda gatel
15
Bab 15 : Musibah bertubi-tubi
16
Bab 16 : Semua tak mudah
17
Bab 17 : Pillowtalk
18
Bab 18 : Tugas baru Naya
19
Bab 19 : Tawaran Kerja
20
Bab 20 : Kecurigaan Rania VS keluguan Naya
21
Bab 21 : Menutupi Sesuatu
22
Bab 22 : Teror Yang menyakitkan
23
Bab 23 : Separuh jiwaku pergi
24
Bab 24 : Rasanya sesakit ini
25
Bab 25 : Bangkit dan Berdiri
26
Bab 26 : Wasiat ibu
27
Bab 27 : You and Me.... end?
28
Bab 28 : Punishment dari Naya
29
Bab 29 : Radit dan segala tipu dayanya
30
Bab 30 : Hati yang kau sakiti itu memilih pergi
31
Bab 31 : Pertemuan dua keluarga
32
Bab 32 : Undangan reuni
33
Bab 33 : Reuni
34
Bab 34 : Bukan cinta monyet lagi
35
Bab 35 : Kembali ke dunia nyata
36
Bab 36 : Rasa yang berbeda
37
Bab 37 : Jangan salahkan aku
38
Bab 38 : Saatnya menikmati hasil dari menikung
39
Bab 39 : Terjerumus
40
Bab 40 : Menghindar
41
Bab 41 : Maju kena mundur kena
42
Bab 42 : Sosialita gadungan
43
Bab 43 : Bukan level kamu
44
Bab 44 : Ternyata tak seindah kenyataannya
45
Bab 45 : Bar bar
46
Bab 46 : Bertemu Naya
47
Bab 47 : Jangan memohon kepada perempuan seperti saya
48
Bab 48 : Menepi
49
Bab 49 : Ternyata masih bisa berguna
50
Bab 50 : Berani melangkah
51
Bab 51 : Bahagia itu sederhana
52
Bab 52 : Be gentle, terima akibat dari semua kesalahanmu.
53
Bab 53 : Collapse
54
Bab 54 : Dipinang
55
Bab 55 : Sah
56
Bab 56 : Paling tidak aku melihatmu bahagia
57
Bab 57 : Aku kenal kamu yang sekarang
58
Bab 58 : Siap menambah anggota baru
59
Bab 59 : Bukan Ngidam
60
Bab 60 : Berdamai dengan masa lalu.
61
Bab 61 : Epilog

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!