Radit memperhatikan ruangan mewah ini dengan wajah berbinar, iya benar, sejak beberapa hari yang lalu ruangan ini telah sah menjadi miliknya sepenuhnya.
Radit merasa lebih percaya diri bergaul dengan sahabat-sahabat nya yang notabene banyak pengusaha muda yang sukses.
Dan tentu saja dirinya juga lebih percaya diri bersanding dengan Naya yang akan menjadi penerus perusahaan tambang milik keluarganya, mereka tidak tahu saja kalau Radit sering merasa insecure dengan Naya.
Rasanya kepala Radit sekarang bisa tegak menatap orang yang kadang menatapnya dengan tatapan berbeda karena jabatan dia hanya sebagai manager keuangan di perusahaan keluarga.
Notifikasi pesan di ponsel membuyarkan lamunan.
'Mas.... maaf aku nggak bisa menemani mas Radit makan siang, aku ada meeting dadakan dengan klien dari Jepang menggantikan ayah yang sedang ke lapangan'
Begitu isi pesan Naya yang barusan masuk ke ponsel Radit dan pria itu hanya membalas oke, lalu Radit menulis pesan kepada Ferry sahabatnya itu untuk mengajak makan siang bersama.
Radit ingin merayakan peristiwa ini, kalau sang istri tak bisa menemaninya karena kesibukannya, maka Radit akan mengajak orang lain untuk berbagi kebahagiaan.
Setelah mendapat persetujuan dari Ferry, Radit lalu meluncur ke sebuah restoran mewah yang berada di pusat kota.
Tak lama Radit sampai disana karena jarak kantornya yang tak jauh dari tempat itu.
Seorang pelayan menyambut kedatangan Radit."Selamat siang pak," sapa pelayan tersebut ramah.
"Siang mbak, saya mau pesan ruangan privat untuk siang ini, apakah masih tersedia?" tanya Radit sopan.
"Untuk berapa orang pak?" tanya pelayan tersebut.
"Paling dua atau tiga orang mbak." jawab Radit.
"Baik, tunggu sebentar saya cek dulu ya pak."
Lalu pelayan tersebut mengotak-atik komputer dan tak lama kembali menghampiri Radit.
"Masih ada, maaf nama bapak dengan... "
"Radit mbak."
"Mari pak Radit saya antarkan ke ruangannya," ucap pelayan tersebut lalu berjalan mendahului Radit.
"Silakan pak." Pelayan tersebut membukakan pintu dan mempersilakan Radit untuk masuk dan menyerahkan buku menu restoran tersebut.
Sambil menunggu Ferry, Radit membuka buku menu yang sengaja ditinggalkan oleh pelayan tadi.
Tak menunggu lama pintu ruangan diketuk seseorang dan tampak disana Ferry dengan diikuti seorang wanita yang beberapa hari yang lalu bertemu dengan dirinya.
"Damn... berarti yang ngasih nomer ponselku si kamprett Ferry nih," gumam Radit pelan.
"Nggak papa kan gue ajak Nindya? Tadi kebetulan kamu ketemu di jalan," tanya Ferry.
"Its oke Fer... halo Nin, kita ketemu lagi," sapa Radit mengulurkan tangan kepada Nindya.
Dengan malu-malu atau tepatnya pura-pura malu, Nindya mengulurkan tangan menyambut jabat tangan Radit.
"Ayo pesen semau kalian aku yang traktir," ucap Radit sambil menyodorkan buku menu ke hadapan Ferry dan Nindya.
Mereka membaca menu tersebut lalu memanggil pelayan untuk memesan makanan.
Sambil menunggu pesanan mereka, Radit dan teman-temannya mengobrol kesana kemari.
"Eh Nin, lo kan belum lanjutin cerita lo waktu itu," tegur Radit.
"Lho kalian udah pernah ketemu?" tanya Ferry penasaran.
"Iya waktu itu ketemu waktu gue makan ama Naya," jelas Radit.
"Oh pantesan kok Nindya minta nomer ponsel lo ke gue Dit," kata Ferry sambil mengulum senyum.
"Ya aku udah dari beberapa bulan balik ke Indo Dit, setelah aku mengurus perceraianku dengan suamiku," terang Nindya dengan muka memelas.
"Kok bisa cerai? Kenapa?" tanya Radit kepo mendengar masalah rumah tangga Nindya.
"Ya udah nggak cocok aja sih Dit, ya gimana ya, long story-lah pokoknya."
"Kalo Radit malah lagi hot-hot nya sama bininya ini Nin, lo malah udah cerai, nasib orang nggak ada yang tahu ya," sambung Ferry ikutan prihatin mendengar nasib pernikahan Nindya.
"Ba*ot lo Fer," kekeh Radit pelan.
"Iyalah, gue tebak lo pasti minta nangkring saben hari kan, cantik gitu bini lo," goda Ferry membuat Nindya membuang muka malas.
Radit mau menjawab ledekan Ferry, tapi bunyi ponsel pria itu menginterupsi keduanya.
"Halo."
"____"
"Sh*** bukannya schedule nya jam tiga?" tanya Ferry dengan nada gusar.
"_____"
"Ya udah saya balik sekarang!"
"Kenapa Fer?" tanya Nindya.
"Sorry Dit, gue harus cabut sekarang, klien gue dari Kalimantan minta ketemu sekarang, nggak papa kan gue tinggal kalian berdua?" tanya Ferry tak enak hati.
"Nggak papa Fer, santai aja lagi," jawab Radit.
"Ya udah gue tinggal dulu ya Nin, Dit." pamit Ferry langsung bergegas keluar dari ruangan tersebut.
"Nggak papa nih Dit kita cuman berdua gini?" tanya Nindya.
"Nggak papa, kan kita nggak ngapa-ngapain," jawab Radit.
Lalu pintu ruangan tersebut diketuk dan pelayan masuk membawa pesanan mereka.
Mereka menikmati makan siang mereka dengan diselingi cerita tentang kehidupan masing-masing.
"Aku nyesel Dit, kenapa ya dulu aku nggak berani ungkapin perasaan aku sebelum kita berpisah," gumam Nindya lirih.
Radit tersentak, tak mengira kalau Nindya bisa seterbuka ini mengungkapkan perasaannya kepadanya.
"Ya namanya nggak berjodoh Nin, mau dibolak balik yang namanya nggak berjodoh ya susah."
"Kok aku nggak percaya begituan ya Dit?"
"Kalo aku sih percaya Nin, namanya takdir, jodoh sudah ada yang menentukan."
"Sejak kita ketemu beberapa hari yang lalu, jujur aku mikirin kamu terus, wajah kamu nggak ilang-ilang dari pikiran aku, kamu semakin ganteng Dit," puji Nindya dengan wajah merona.
"Ah kamu bisa aja Nin," sahut Radit gede kepala.
"Pasti Naya beruntung banget ya punya suami seperti kamu, tajir, baik, cinta banget sama dia, pokoknya kamu top deh."
Semakin kesini semakin berani Nindya memuji Radit, melihat Radit yang bergelimang harta begini, rasanya Nindya rela menjadi yang kedua, apalagi keadaan ekonominya sedang kacau imbas perceraian dengan suaminya kemarin.
"Eh maaf aku ngelantur kemana-mana Dit, maaf banget ya." Nindya menepuk tangan Radit lembut.
Radit hanya menyunggingkan senyum manis di bibir, sungguh wanita di depannya ini meruntuhkan imannya, tapi bayangan Naya menari-nari di pelupuk mata, membuat Radit segera tersadar dan menarik tangan yang berada dalam genggaman Nindya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments