Naya memijat pelipisnya pelan, membaca laporan tentang nominal angka untuk ganti rugi ke penduduk sekitar dan biaya operasionalnya membuat Naya menghembuskan nafas berat.
Angka seratus milyar yang ada di laporan tersebut jujur membuat Naya bingung untuk mendapatkan uang tersebut darimana.
Sebagai direktur keuangan, Naya tentu bertanggungjawab mencari sumber pendapatan untuk menutup biaya yang dibutuhkan oleh perusahaannya baik itu untuk operasional kantor maupun biaya produksi.
Dan nominal yang ia baca ini membuat Naya bergidik ngeri, seratus milyar rupiah, angka yang fantastis bukan, apalagi untuk harga ganti rugi tanah penduduk saja mereka berani membayar sepuluh kali lipat dari harga pasar.... satu kata dalam benak Naya... edan dan terlalu berani.
Naya mendial nomor extension Hendra lalu Peter untuk menghadap ke ruangannya.
Tak lebih dari lima menit Naya menunggu ke dua bawahannya tersebut datang menghadap dan kini keduanya duduk di hadapan Naya.
"Pak Hendra yang bikin laporan ini?" tanya Naya mengangkat laporan dalam tangannya.
"Laporan budget buat pembukaan project baru itu ya bu?" tanya Hendra memastikan.
"Iya yang itu," jawab Naya.
"Iya bu saya yang buat, waktu itu saya dipanggil bapak untuk mencatat semua biaya yang dibutuhkan untuk eksplorasi, maaf saya belum laporan sama ibu," ucap Hendra lirih.
"Pak Peter sudah check betul-betul belum pak, ada berapa banyak kandungan logam disana, soalnya saya agak ngeri nih pak baca laporan mengenai biaya yang di perlukan, masa iya segini banyaknya?" tanya Naya kini beralih ke Peter bagian teknisi yang menganalisa lahan baru maupun produk jadi perusahaan mereka.
"Jujur saya tak terlibat di dalamnya bu, bapak langsung merekrut orang dari luar bu, salah satu orang dari investor yang nanemin modal untuk ekplorasi baru tersebut," terang Peter.
"Kenapa ayah bisa segegabah ini ya, ini bukan uang kecil lho, aset perusahaan bisa tergadai kalo ini gagal," gumam Naya sambil menekuri kembali laporan di tangannya itu.
"Saya juga kurang paham bu, sebenarnya ini gagasan beliau dari beberapa bulan lalu, mungkin karena ibu lagi fokus sama urusan pernikahan ibu, jadi bapak nggak mau ganggu ibu," ucap Hendra.
"Tapi nggak gini juga pak, biasanya ayah suka diskusi kok sama saya, kenapa urusan gede gini malah saya dilewati," komplain Naya sambil mendengus kesal.
"Saya sebenarnya mau info ibu, tapi bapak mewanti-wanti agar saya keep dulu, kata bapak nanti beliau yang akan memberitahu ibu."
Naya terdiam, matanya menerawang ke atas, membayangkan yang tidak-tidak, entah ini firasat atau hanya ketakutannya saja yang berlebihan.
"Pak Peter... bagaimana tanggapan bapak mengenai hal ini, kita masih bisa maju atau nggak ya pak?" tanya Naya.
"Saya tak berani memberi pendapat bu, soalnya saya tak ikut melakukan penelitian disana."
"Kok ayah bise seterburu-buru ini sih?!" desah Naya frustasi.
Hendra dan Peter hanya bisa saling pandang, meskipun Naya terbilang masih muda tapi pemikiran wanita itu matang dan penuh kehati-hatian, segalanya paati ditelaah dan dikaji lebih dalam, apalagi ini project besar dengan nilai yang sangat fantastis.
"Pak Peter dan pak Hendra, mari ikut saya ke ruangan ayah," ajak Naya seraya bangkit dari duduknya dan menenteng laporan itu.
Mereka berjalan beriringan, langkah Naya terlihat tergesa menuju ke ruangan sang ayah, rasanya tak sabar menunggu lift yang akan membawanya ke lantai tertinggi bangunan ini.
"Wul..... ayah ada?" tanya Naya setelah berada di depan meja Wulan sekretaris sang ayah.
"Ada bu, sebentar saya info ke beliau dulu," ijin Wulan langsung menekan nomer internal pak boss.
Wulan meletakkan pesawat teleponnya, lalu berdiri dan menghantar Naya beserta Hendra dan Peter untuk masuk ke dalam ruangan Rustam.
"Yah.... ada yang mau Naya bicarakan sama ayah," ucap Naya langsung mengambil tempat duduk di sofa untuk tamu yang ada di ruang kerja ayahnya.
"Ada apa Nay? Kenapa ajak Hendra dan juga Peter?" tanya Rustam bingung.
"Ini mengenai ekplorasi lahan baru itu Yah, kok ayah nggak mengikut sertakan pak Peter untuk meneliti disana? Malah ayah rekrut orang lain untuk penelitiannya," protes Naya membuat Peter menunduk, tak enak hati karena komplain langsung Naya ke ayahnya.
"Peter kan lagi ngurusin produk baru kita yang baru dilaunching itu Nay, dia kan harus jaga kualitasnya agar produk itu valid untuk dikirim ke customer," jawab Rustam lembut, mencoba meredakan emosi Naya.
"Pak Peter kan punya banyak anak buah Yah, kalo sekedar mantau produk baru itu sih Naya rasa pak Peter pasti sanggup, tinggal running kan, semua juga udah selesai diuji coba tinggal dilempar ke pasaran," ucap Naya dengan tenang.
"Ayah hanya ingin Peter memaksimalkan pengawasannya disitu, toh project baru ini sudah ada yang handle, dan ayah tahu kapabilitasnya tuh orang kok," sahut Rustam tetap dengan pendiriannya.
"Ini juga Yah, kenapa ayah meminta pak Hendra bikin laporan kebutuhan modal untuk project baru dan tak mengajak diskusi Naya dulu, seratus milyar Yah, uang dari mana? Naya kira dana yang dibutuhkan nggak sebesar ini, dengan lahan segitu,emang ini worth it Yah?" tanya Naya meminta penjelasan sang ayah.
Hendra dan Peter hanya sanggup menundukkan kepala mendengar perdebatan keduanya yang sama-sama keras kepala kalau sudah menyangkut urusan perusahaan.
"Naya..... ayah hanya tak ingin mengganggu kamu yang lagi sibuk ngurusin pernikahan kamu nak, ayah nggak bermaksud apa-apa."
"Saran Naya sih kalo masih bisa mundur kita mundur dulu Yah, biar pak Peter teliti lebih lanjut, apakah ini worth it atau nggak," ucap Naya akhirnya.
"Ya nggak bisalah Nay, MOU sudah ditandatangani, dan bulan depan pembayaran ganti rugi sudah mulai dibayarkan, dan setelah tempat itu kosong langsung dilakukan pengeboran," tolak Rustam tegas.
"Oke deh Yah, yang penting Naya udah ingetin ayah ya, semoga saja semuanya berjalan sesuai dengan perhitungan ayah, Naya permisi, ayo pak." Naya bangkit dan disusul oleh Hendra dan Peter.
Lalu keduanya berpisah menuju ke ruangan masing-masing, sesampainya di dalam ruang kerjanya Naya kembali termenung dengan keputusan ayahnya yang terlihat tergesa-gesa itu.
'Dua puluh Milyar, uang darimana coba, mana harus ready bulan depan lagi' batin Naya kelu.
Dengan cekatan Naya menekan nomer extension Riri, "Ri tolong bilang ke pak Hendra untuk neken departemen marketing untuk collect pembayaran customer yang sudah jatuh tempo, sekalian saya minta laporan rincian customer yang masih ada utang sama kita, urgent ya Ri!"
Semoga semua baik-baik saja ya, karena Naya merasa sesak berada di kantor dan juga di rumah, menghadapi Radit yang perilakunya ternyata berubah seratus delapan puluh derajat dari pacaran dulu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Rien
aman siip
2023-07-19
0