Jam sembilan malam Naya baru tiba di kediaman mertua, dengan perasaan tak enak Naya memasuki rumah besar itu.
Tak tampak kedua mertuanya di seluruh ruangan, dengan pelan Naya melangkah memasuki kamarnya.
Radit sedang memainkan ponsel di tangannya ketika Naya membuka pintu kamarnya.
"Mas..... maaf aku pulang kemaleman, banyak banget yang harus aku periksa," kata Naya berjalan memasuki kamar.
"Kirain nggak inget pulang Nay," ucap Radit dingin.
"Maaf mas," cicit Naya pelan, merasa bersalah karena mengabaikan sang suami dan memilih untuk bekerja hingga larut malam begini padahal mereka kan masih pengantin baru.
"Aku mandi dulu ya mas," pamit Naya melepaskan sepatu dan beranjak menuju ke lemari untuk mengambil baju ganti.
"Pakai baju itu Nay," perintah Radit dengan menunjuk seonggok baju yang berada di atas sofa di kamar mereka.
"Apa ini mas?" tanya Naya sambil membentangkan baju kurang bahan di tangannya tersebut.
"Lingerie," sahut Radit cuek.
"Mas..... aku capek banget, boleh nggak malam ini aku ijin dulu," rengek Naya dengan wajah memelasnya.
"Aku ijinin kamu tetap bekerja tetapi tugas utama kamu sebagai seorang istri jangan kamu tinggalin dong Nay," omel Radit pelan.
Dengan bahu melemah Naya membawa lingerie itu ke kamar mandi, bagaimanapun apa yang dikatakan Radit ada benarnya juga, jadi Naya tak berani membantahnya, takut dosa.
Setelah mengguyur dan membersihkan seluruh badannya, Naya keluar dari kamar mandi sudah memakai baju kurang bahan yang mengekpos hampir seluruh kulit tubuhnya itu.
Radit menatap Naya dengan pandangan memuja, dengan gerakan lembut dia memanggil Naya untuk naik ke atas tempat tidur.
Dengan malu-malu Naya merangkak naik ke atas tempat tidur lalu merebahkan diri di samping Radit.
"Kamu cantik banget sayang," puji Radit sambil mengelus kulit mulus Naya, membuat bulu kuduk Naya meremang.
Naya membalas senyum manis Radit yang terukir di bibir suaminya, terlihat ada cinta yang dalam pada kedua mata itu.
Dengan pelan Radit mulai mengakuisisi bibir Naya, Naya ingin menolak karena dia saat ini sedang benar-benar kelelahan, tapi bibirnya terkunci dan dengan terpaksa menerima serangan Radit yang terasa berbeda malam ini.....seperti lebih....liar.
Seperti seekor singa yang kelaparan, Radit menghajar Naya dengan bermacam posisi, Naya tampak kewalahan dan megap-megap mendapatkan serangan itu.
Radit yang sedang menun*ganginya ini seperti bukan Radit suaminya, pria itu lalu membalik posisi Naya hingga berada di atasnya.
"Mas..... aku capek," rintih Naya pelan.
"Lakukan tugasmu dengan benar, baru aku akan melepasmu," desis Radit membuat Naya meremang lalu bergerak pelan dengan sisa-sisa tenaganya.
"Lebih cepet Nay, ayo Nay," perintah Radit membuat Naya mau tak mau melakukan perintah suami.
Dan ketika tubuh Radit menegang dan meremas pinggang Naya dengan keras, Naya tahu bahwa Radit akan segera sampai pada pelepasannya.
Radit menegang, lalu mengeran*ng mencapai puncaknya, Naya langsung ambruk di atas tubuh Radit dengan nafas tersengal, sungguh badannya terasa luluh lantak seperti tak bertulang saat ini.
Naya menggeser tubuhnya dan tidur dengan meringkuk, dengan lembut Radit mengecup pipi Naya yang langsung tertidur pulas tanpa memakai kembali bajunya, permainan panjang selama tiga jam itu membuat Naya menggelepar.
Radit menarik selimut untuk menutup tubuh mereka yang polos, tak lama kemudian diapun menyusul Naya ke alam mimpi.
Keesokan paginya, dengan badan yang terasa pegal, Naya bangkit dari tempat tidur tak mempedulikan tubuhnya yang polos, Naya lalu bergerak ke kamar mandi.
Selang beberapa waktu kemudian Naya sudah keluar dari kamar mandi, membungkus kepala dengan handuk dan memakai baju kerjanya.
"Mas.... " panggil Naya pelan.
"Hmm," sahut Radit membuka kelopak matanya yang masih terasa berat.
"Aku berangkat sekarang ya, mau langsung ke lapangan nemenin ayah," pamit Naya.
"Emang jam berapa sekarang?" tanya Radit membuka matanya malas, rasanya belum lama ia tertidur.
"Jam enam pagi," jawab Naya.
"Hah? Kamu ngapain berangkat pagi-pagi begini Nay?" tanya Radit bingung dengan ritme kerja sang istri.
"Kan udah aku bilangin kalo aku mau turun ke lapangan mas," jawab Naya.
"Nggak capek kamu?"
"Ya capek mas, tapi mau gimana lagi, investor mau liat lahan barunya."
"Ya udah hati-hati, aku capek mau lanjut tidur lagi."
Naya hanya mendengus mendengar ucapan Radit barusan, lebih kesal lagi ketika melihat suaminya kembali memejamkan mata dan melanjutkan tidur.
Dengan tergesa Naya keluar dari rumah mertuanya, tak sempat pamit karena belum satupun pemilik rumah ini yang berada di luar kamar mereka.
Lalu setengah jam kemudian Naya sudah berada di rumah orang tuanya, setelah mencium tangan sang bunda, Naya melanjutkan perjalanan dengan ayahnya menuju lahan tambang mereka yang baru.
Kali ini Naya tak diijinkan menyetir sendiri, melainkan supir pribadi sang ayah yang mengambil alih tugasnya karena medan yang akan ditempuhnya lumayan berbahaya.
Tak lama mereka sampai di tempat tujuan, Naya memperhatikan lingkungan sekitarnya yang masih terdapat banyak rumah penduduk.
"Yah... ini nggak salah?" tanya Naya tak tega melihat ratusan rumah di depannya itu harus diratakan dan diubah menjadi eksplorasi tambang.
"Nggak Nay, kita sudah deal dengan mereka mengenai besaran ganti ruginya," ujar sang ayah dengan wajah tenang.
Pak Rustam ayahnya Naya sudah berkecimpung dengan usaha ini sejak puluhan tahun yang lalu, jadi pak Rustam yakin bahwa keahliannya dalam menemukan lahan eksplorasi tak perlu diragukan lagi.
Naya mengakui itu, tapi entah kenapa saat ini hatinya bimbang dan firasatnya mengatakan sesuatu yang lain.
"Apa tidak bisa dipikirkan lagi Yah, kok Naya nggak enak gini ya rasanya," pinta Naya lembut sekedar memberi pendapat.
"Sudah kamu tenang saja, percaya sama ayah," bujuk pak Rustam menyakinkan Naya.
"Terus untuk modalnya gimana Yah? Untuk ganti rugi dan sebagainya kita pasti perlu modal yang besar?"
"Ayah patungan dengan beberapa investor."
"Naya harap perhitungan ayah tepat ya Yah, jangan sampai menggadaikan aset atau apapun itu untuk modal, untuk berjaga-jaga," pinta Naya hati-hati agar tak menyakiti perasaan sang ayah.
"Kamu tenang saja." pak Rustam menepuk pundak Naya pelan.
Lalu mereka terus bergerak memyusuri tempat tersebut, semakin lama firasat Naya bukan membaik tetapi malah semakin tak mengenakan.
'Ya Tuhan firasat apa ini? Semoga semua baik-baik saja' batin Naya lirih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments