Nadia dan Kiren pun masuk ke ruangan tersebut nuansa asri dan sejuk menjadi kesukaan para pengunjung betah berlama lamaan di cafe tersebut. Ada beberapa orang menatap kedatangan Nadia dan Kiren salah satunya adalah pria berjas warna coklat muda menatap dua wanita yang baru saja melewatinya.
"Ngapain cewe itu ada di sini?" Batin Raju yang baru saja menyelesaikan meeting bersama salah satu klien nya. Sedangkan Gunawan yang baru saja duduk melihat ke arah mata Raju yang melihat ke arah depan.
"Halooo. Kesambet lo. Apaan sih yang lo liat?" Celeut Gunawan yang baru selesai dengan hajat nya di toilet.
"Gue ngeliat cewe itu ada di sini!" Jawabnya dengan pandangan yang belum beralih ke tempat lain.
"Cewe mana? Kan cewe kenalan elo banyak!" Tanya Gunawan penasaran.
"Tar gue ceritain. Yukkk, kita balik ke kantor?" Ajak Raju
"Lah kata elo mau liat cabang hotel yang disini?"
"Iya, maksud gue gitu." Sejak pagi tadi Raju sudah berada di kota M untuk melihat sebuah hotel milik perusahaan papih nya. Hotel Daulay Syakh yang belum genap dua tahun di bagun di kota M. Raju dan Gunawan memasuki mobil. Mereka meninggalkan cafe tersebut menuju hotel milik keluarga Daulay.
*
*
Pesanan Nadia dan Kiren pun tiba. Salah satu pelayan di cafe tersebut sudah akrab dengan mereka berdua. "Silahkan di nikmati mba Nadia dan Mba Kiren!" Ucap pelayan yang memiliki rambut sebahu dengan setelan baju berwarna navy.
"Terima kasih, Lia!" Nadia dan Kiren tersenyum setelah Lia menyediakan semuanya di meja. Kentang goreng serta roti coklat keju yang menjadi favorit mereka berdua dengan dua gelas cokolate crimy panas.
"Sejak kapan kamu ada di makam?" Tanya Nadia yang baru saja memasukan satu stick kentang goreng. Ia menatap wajah Kiren yang duduk di hadapannya.
"Aku liat kamu masuk ke pemakaman. Kebetulan aku habis cari buku referensi buat skripsi aku yang belom kelar kelar. Jadi aku ikuti kamu, Nad. Tapi pas di tengah perjalanan ada temen ngajakin ngobrol sebentar dia juga abis dari makam ayahnya." Jelas Kiren yang ingin sekali bertanya banyak kepada Nadia.
Keduanya menikmati apa yang ada di atas meja. Kiren masih menatap wajah Nadia yang masih belum mau menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya. Hingga akhirnya Kiren sendiri yang bertanya terlebih dahulu. "Jadi kamu gak mau berbagi cerita nih sama aku?"
Nadia menghentikan tangannya ketika ia ingin meminum minumannya. "Aku bingung harus mulai dari mana, Ki?" Tangan Kiren menggenggam tangan Nadia.
"Kamu bingung bagaimana menyikapi semua ini dan keluarga ummi Maryam ya?" Kiren mencoba menelaah masalah yang Nadia alami saat ini.
"Aku gak tau harus ngomong apa sama ummi Maryam, Ki. Karena aku..." Kata kata Nadia terhenti seketika air matanya jatuh membasahi kedua pipinya.
Kiren berdiri. Duduk di dekat Nadia sambil memeluk sahabatnya yang hatinya kini rapuh.
"Sabar ya, Nad. Aku bisa rasain posisi kamu sekarang."
Nadia memeluk erat tubuh sahabat yang sangat baik baginya. Nadia hanya terisak dengan tangisnya. Kiren mengelus lembut punggung Nadia. Nadia menceritakan semua kepada sahabatnya.
Tiga puluh menit mereka menghabiskan waktu di cafe teresebut. Nadia memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena ia ingin bertemu dengan Mbar Rumi masalah rumah mbah Rumi yang akan ia beli.
"Nad aku pulang duluan ya." Kiren mengambil paper bag miliknya yang ia gantung di motor Nadia.
"Loh, kamu gak mau bareng sama aku? Jangan takut aku bakalan anterin kamu kok sampe depan pintu rumah kamu, Ki!" Ucap Nadia yang kini hatinya sudah sedikit lega karena bercerita kepada sahabat dekatnya.
"Kebetulan aku ada janji juga sama temen aku, Nad. Biasa cari tambahan otak buat skripsi. Hehehe."
"Loh itu bukanya kamu abis beli buku ya? Perlu aku bantuin gak buat nyusun skripsi kamu?" Tanya Nadia.
"Gak usah, kamu fokus aja sama acara nikahan kamu aja. Jangan lupa aku minta foto kamu sama calon suami kamu iya." Kiren mencubit pipi Nadia.
"Awww. Sakit Kiii... Udah deh jangan bahas itu. Orang sombong kaya dia mana mau. Alergi iya. Hahaha!" Nadia sudah mulai bisa mengatasi suasana hatinya.
Setelah keduanya berpisah Nadia mampir sebentar ke toko kue miliknya untuk melihat dan mengecek bahan bahan yang sudah habis.
*
*
*
Pukul empat sore Nadia sudah berada kembali di rumah om Brama. Motor merahnya sudah ia parkiran di garasi. Nadia menyapa bi Inah yang sedang menyiram tanaman di depan. "Assalamu'alaikum, Bi. Seneng bangat bi bersenandung terus?" Bi Inah sedang menyanyikan lagu pacar lima langkah.
"Wa'alaikum salam, ehhh neng Nadia sudah pulang toh. Ahhh, bibi jadi malu!" Bi Inah berbalik badan. Selang di tangannya masih mengalirkan air. Hingga tak sadar ia membasahi bajunya sendiri.
"Bi itu, baju bibi basah!" Teriak Nadia.
Bi Inah langsung melihat ke arah dirinya, Benar saja daster yang baru saja ia ganti sudah basah karena ulah tangannya sendiri. "Yaa Allah neng, bibi sampe gak sadar."
Nadia masuk sambil tersenyum karena tingkah bi Inah yang membuatnya merasa lucu. Retno yang sedang ada di ruang tamu melihat keponakannya yang tersenyum sangat lebar. "Wahhh, ada apa ini senyum senyum sendiri?" Tanya tante Retno ketika Nadia sudah menutup pintu.
Nadia mencium punggung tangan tantenya dengan takzim. "Itu, tan. Bi Inah, bajunya disiram sendiri sama dia tapi bi Inah gak sadar gitu." Jawab Nadia menceritakan.
"Loh kok bisa?" Tanya tante Retno heran. Saat itu juga bi Inah masuk dengan bajunya yang basah.
"Bi Inah bukannya nyiram tanaman nyonya, si bibi malah nyiram diri sendiri." Celetuk bi Inah yang masuk ke dalam rumah. Di tertawa oleh Retno dan juga pak Amir yang akan mengambil kunci mobil.
"Si bibi ini emang ada ada aja kelakuan yang bikin kita ketawa. Kemarin di suruh beli lemon di super market ehhh dia malah ambil mama lemon pencuci piring." Nadia tersenyum mendengar cerita dari tante Retno.
"Yang penting sama sama ada lemon ya, nyonya." Timpal bi Inah.
"Bi Inah lagi ke pincut duda Rt sebelah nyonya. Pacar lima langkah!" Celetuk pak Amien yang sudah mendapatkan kunci mobil.
"Apa si kamu, Mir. Bilang aja cemburu, inget istri di kampung Mir. Jangan usaha terus buat deketin aku!" Balas bi Inah yang sudah sepuluh tahun ikut dengan keluarga Brama semenjak suaminya meninggal karena sakit keras. Bi Inah berusia 40 tahun, ketiga anaknya tinggal di kampung bersama adiknya bi Inah.
"Sudah sudah jangan ribut. Kalian berdua ini setiap hari pasti ada aja yang di ributin. Sudah pak Amir jamput tuan. Bi Inah lanjutin kerjaan di belakang." Retno yang selalu menjadi pemisah ketika pak Amir dan bi Inah berselisih.
Nadia hanya tersenyum kerandoman di keluarga Brama. "Tan, Nadia izin ke kamar dulu ya." Nadia hendak melangkah namun Retno memanggilnya kembali.
"Tunggu, nak. Nanti jam lima kamu ikut tante ya. Tante sudah pesan baju pengantin untuk acara pernikahan mu minggu depan." Ucapnya dengan berjalan mendekati Nadia.
"Baik, tan." Suasana hati Nadia berubah kembali. Seolah ia memikirkan kembali tentang semua yang harus ia lakukan. Tangga demi tangga ia naiki. Ia hampir lupa dengan paper bag berwarna coklat yang berisi buah, yang sengaja ia beli untuk tante Retno. Karen Nadia tahu Retno sangat suka dengan kus buah jambu merah.
Nadia turun kembali sambil memberikan paper bag tersebut kepada Retno. "Nanad sampe lupa. Tadi Nanad beli jambu biji merah kesukaan tante. Kebetulan ada tetangga yang habis panen buah jambu. Nand inget kalau Tante suka jambu merah, Nanad beli deh."
Retno yang mau ke arah dapur terkaget dengan panggilan Nadia. "Wahhh, kamu inget aja dengan buah kesukaan tante. Maksih ya sayang." Retno mencium pucuk kepala Nadia. " Banyak banget ini, sayang?"
"Nadia cuma beli 2 kilo, tan. Ya sudah Nadia ke atas ya, tan!"
"Terima kasih ya, sayang!" Ucap Retno yang meminta bi Inah untuk membersihkan jambu jambu itu serta memasukannya ke dalam kulkas.
*
*
*
Raju dan Gunawan tiba di kota H pukul delapan malam. Raju yang tak ingin pulang ke rumah mengajak Gunawan untuk ke apartemen nya. Gunawan mengikuti kemauan sahabat plus bosnya ketika di kantor. "Kenapa akhir akhir ini lo lebih suka ke apartemen dari pada pulang ke rumah bokap lo, sih?" Tanya Gunawan yang belum rahi prihal perjodohan Raju dan Nadia.
"Gue males bokap gue selalu ngebahas tentang pernikahan gue sama gadis pinggir kota." Raju sudah menekan password pada pintu apartemen miliknya.
Gunawan duduk di ruang tamu setalah ka melepas jas miliknya di sisi sofa. Ia berjalan menuju dapur untuk membuat kopi kesukaannya. "Elo mau sekalian gue buat gak nih?"
"Boleh, gue mandi dulu ya. Nanti elo pesen aja makanan di hape gue. Gue lagi males makan di luar." Raju menutup pintu kamarnya setelah selesai berbicara dengan Gunawan.
"Asyik kapan lagi gue bisa pilih sendiri. menu makanan kesukaan gue!" Gunawan berbicara sendiri.
*
Di tempat lain. Nadia dan tante Retno sedang sedang memilih hain pengantin yang akan Nadia gunakan di acara penikahannya dengan Raju. Tante Retno memilihkan gaun mewah berwarna putih dan satu lagi berwarna putih gading yang begitu indah dan kelihatan mewah. "Gaun ini cocok nih buat kamu, Nad?" Retno memperlihatkannya kepada Nadia.
"Kebetulan ini gaun edisi terbatas jeng. Cocok banget buat kamu yang cantik dan ayu." Ucap sahabat Retno sang pemilik butik. "Kalau tante punya anak laki laki pasti tante udah.. minta kamu buay jadi menantu tante, sayang!"
"Makanya kamu usaha lagi bair dapet anak laki laki, Des!" Timpal Retno.
Nadia hanya tersenyum dengan ucapan Retno dan sahabat tantenya. "Gaun itu terlalu mewah, tan. Nadia suka dengan gamis ini aja, tan?" Nadia menunjukan gamis berwarna putih dengan model Arabian Pakistan yang menurut nya sederhana dan elegan.
"Kamu yakin, sayang?" Tanya Retno yang menurutnya itu sangatlah sederhana.
"Bukankah pernikahan itu acara yang sangat penting, kenapa kamu pilih gamis ini, Nak!" Tanya Desi sahabat Retno.
"Gak apa apa, tan. Pernikahan gak harus semuanya serba mewah. Karena semua akan terlihat mewah ketika kita bisa memahami dan mensyukuri nya dengan penuh rasa bersyukur kepada Allah sang Maha kaya." Jawab Nadia yang ingin mencoba gamis tersebut. Namun ketika ia akan masuk ke ruang ganti ia sekilas melihat gamis bermotif batik yang hampir sama dengan pemberian Yusuf yang num sempat ia me coba untuk memakai baju tersebut.
Nadia mencoba untuk melihat gamis batik tersebut. Dia sangat terkejut dengan harga gamis batik yang bisanya Nadia bisa membeli gamis gamis dengan harga ratusan ribu saja. Ia lihat nominal dari harga gamis batik yang ada di butik tersenut. "Yaa Allah apakah harga gamis yang kak Yusuf berikan kepadaku sama dengan harga gamis ini? Batin Nadia. Nadia pun hampir lupa meletakkan gamis pemberian Yusuf.
*
Kembali ke Raju dan Gunawan yang ada di apartemen. Setelah Raju selesai dengan kegiatanya di kamar mandi. Ia keluar dengan menggunakan kasi polo berwarna putih dan celana di atas dengkul berwarna abu-abu. Seketika keningnya mengerut ketika ia melihat makanan yang tersaji di meja ruang tamu. Ada dua burger dan dua porsi iga bakar dari rumah makan favorit Gunawan. Raju langsung mengambil bantal kecil yang ada si sofa. Bantal itu melayang ke wajah Gunawan yang baru akan memakan burger berukuran jumbo. "Gue nyuruh elo beli buat makan malem, kenapa elo malah beli cemilan begini? " Raju lagi lagi melempar bantal ke hadapan Gunawan.
"Tadi kan lo bilang gue suruh mesen apa aja. Ya udah gue mesen sesuai selera gue. Coba siapa yang salah!" Gunawan berdiri untuk. mengisi air mineral ding ke dalam gelasnya yang sudah kosong.
"Dasar lo otak Dollar, emang. Pokoknya gue gak mau tahu elo kudu cariin makan buat gue sekarang juga!" Raju duduk di ruang TV dan menekan tombol power TV.
"Duitnya mana?" Gunawan mengulurkan tangan dari belakang tubuh Raju. Seperti anak kecil yang sedang meminta uang najan kepasa ibunya. Tahan kirinya memegang burger kesukaannya.
"Pake duit lo sendiri, makanan elo aja pake duit gue, sekarang giliran elo beliin makanan buat gue pake duit elo." Raju fokus melihat ke arah TV.
"Tega banget loe ya. Orang gajian masih seminggu lagi. Gue aja lagi irit irit ini make duit!" Gerutu Gunawan ketika akan pergi meninggalkan Raju.
"Ya udah elo gak usah pergi. Biar gue Delivery aja, tapi inget gajih elo gue potong ya?" Gunawan hanya bisa pasrah dengan keputusan sang bos.
Setelah setengah jam berlalu perut Gunawan sudah kenyang dengan makanan yang ia pesan. Raju tidak mengizinkan Gunawan pergi sebelum ia menghabiskan makanan yang ia pesan hingga habis di saat itu juga. Saat makanan Gunawan habis kan perutnya terasa penuh dan matanya mulai mengantuk. Seperti biasa ia tidur di sofa ruang tamu. Sedangkan Raju memilih masuk ke kamar dan menyalakan laptop miliknya untuk mengecek apakah Anyelir sudah mengirimkan file file yang ia minta dua hari lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Bang Ipul
lanjuut
2024-06-25
0